Sebab itu merupakan bidangnya Prabowo, dia pelaksana kebijakan yang bisa ngomong lebih banyak karena menguasai persoalan. Jika dikuliti bahkan oleh seluruh hadirin di forum debat itupun, Prabowo pasti punya jawaban, sepanjang pengalamannya di dunia pertahanan.
Prabowo bisa menjelaskan banyak hal tanpa harus membuka data pembelian alutsista yang katanya rahasia. Misalnya Prabowo bisa menjelaskan tentang tanah HGU yang dipersoalkan, atau indikasi orang dalam sebagaimana yang dikatakan oleh Anies Baswedan.
Belum lagi Prabowo diuntungkan oleh banyaknya harta yang dimilikinya. Tidak usahlah dihitung HGU yang dipersoalkan Anies, total harta kekayaan Rp2 triliun menurut laporan LHKPN saja itu sudah sangat lumayan.
Belum jabatan, pangkat, reputasi, gaji, dukungan parpol-parpol besar, serta kedudukannya di mata publik, serangan Anies itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan itu semua.
Lalu mengapa publik yang menangisi Prabowo itu tidak menangisi kehidupan orang-orang biasa saja? Orang-orang yang setiap hari harus memutar otak mencari uang memberi makan keluarga?
Orang-orang yang karena kesusahannya lantas mengkritik pemerintah, dan dianggap sebagai penjahat, padahal kebijakan yang tidak merata dialaminya.
Mengapa para pengkritik selalu dipandang sebagai penjahat? Karena kekuasaan yang selalu minta dikasihani, jangan dikritik, jangan diserang, sementara mereka punya banyak fasilitas yang menjadi sumber kenyamanan hidup sehari-hari.
Sementara terkadang kekuasaan tidak merasa kasihan terhadap orang-orang biasa yang jadi menderita karena kebijakan yang mereka buat, merugikan buruh, petani, nelayan, dan kaum miskin.
Semua penyebabnya hanya 1, karena kekuasaan merasa tertindas.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H