Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Anies Lebih Mewakili Kaum Muda, Adu Gagasan dari Kampus ke Kampus

26 Desember 2023   05:30 Diperbarui: 26 Desember 2023   07:04 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Instagram @aniesbaswedan

Meskipun paling muda di antara kandidat Capres dan Cawapres, Gibran Rakabuming Raka belum dapat dikatakan mewakili kaum muda. Melainkan Anies Baswedan.

Ukuran mewakili kaum muda bukan karena usia harus paling muda, tetapi siapa yang paling banyak berdialog dengan anak muda, mendengar aspirasi mereka dari dekat, menanyakan, menanggapi, dan menyimpan suara-suara mereka untuk dibawa ketika menjabat.

Terutama anak-anak muda yang berstatus mahasiswa, mereka adalah orang-orang kritis yang secara jujur berani terang-terangan menyampaikan pendapatnya.

Kelompok pemuda yang memiliki sejarah, terkadang nasib kekuasaan terletak di tangannya. Salah satu contohnya rezim Orde Baru yang tumbang di hadapan mereka.

Suara-suara mahasiswa itu juga sekaligus adalah suara anak-anak muda kritis, yang seringkali dibungkam kekuasaan, dihadapi pakai aparat lantaran penguasa tak mampu menjawab kritikan.

Penguasa nyaris tidak tahan jika digiring ke tengah-tengah kerumunan mahasiswa, mereka akan kerepotan menerangkan program yang akan diperkarakan di tengah-tengah forum.

Penguasa-penguasa itu juga akan diuji egonya, mereka akan melihat mahasiswa sebagai bocah ingusan yang kata-katanya menjengkelkan, banyak protes, tak menghormati orang tua, dan lain sebagainya.

Termasuk para Capres dan Cawapres, siapa yang tahan ditempatkan berjam-jam di tengah kerumunan mahasiswa dengan watak kritis seperti itu?

Hanya Anies, dan tentu saja Wakilnya Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Mereka berdua siap dipermalukan, siap ditanyai ini itu oleh mahasiswa, pertanyaan yang tanpa rencana, tanpa didikte, dan tanpa dibocorkan terlebih dahulu.

Debat Cawapres pada 22 Desember 2023 kemarin, Gibran yang dianggap berhasil "menggurui" seorang Profesor Mahfud MD dan juga Doktor Honoris Causa Abdul Muhaimin Iskandar, belum tentu bisa berhadapan dengan mahasiswa secara terbuka.

Tetapi tanpa harus membayangkan bagaimana sekiranya lawan-lawan Anies harus diuji ke tengah-tengah mahasiswa, cukup membicarakan Anies saja yang bergerilya ke kampus-kampus.

Bergerilya di sini bukan untuk memerangi mahasiswa dan membuat mereka takluk, melainkan melakukan dialog bersama intelektual-intelektual kampus yang diasuh oleh tradisi membaca dan berdiskusi.

Mahasiswa bebas secara langsung menguji pikiran-pikiran Anies sebagai calon pemimpin. Mereka berhak mengupas sedalam-dalamnya konsep yang ditawarkan oleh Anies.

Bahkan mereka berhak berbicara mengenai apa saja secara terbuka, menggunakan kata-kata yang ingin dilontarkan, tanpa harus bersembunyi di balik kata "wakanda" dan "konoha".

Bukan hanya mahasiswa, ketika Anies gerilya ke kampus-kampus, tak jarang yang dihadapinya adalah para dosen, Profesor-Doktor di bidang keahlian masing-masing.

Mereka yang mengatakan bahwa Anies hanya pandai menata kata, atau menganggap bahwa adu gagasan tidak penting, boleh mencoba cara yang dilakukan Anies ini.

Siapa saja yang mengatakan ngomong saja gampang, bisa mencoba turun ke kampus-kampus, menjadi tokoh yang siap menerima muntahan kritik dari mahasiswa plus dosen-dosennya, dengan begitu baru akan paham pentingnya konsep berpikir dalam memimpin.

Begitulah seharusnya seorang pemimpin, memiliki konsep yang siap diterjemahkan ke dalam program kerja. Urusan eksekusi, ada banyak pihak yang siap dilibatkan dalam struktur kepempimpinan di berbagai level.

Sekali-sekali man of the match dalam Debat Cawapres, Gibran Rakabuming Raka, bisa ditantang mengikuti gerilya Anies, bertukar pikiran dengan kaum muda di kampus-kampus.

Setelah itu pemuda-pemuda luar kampus, organisasi-organisasi kepemudaan, paguyuban, agar aspirasi mereka banyak didengarkan, bukan hanya menyuruh mereka menyesuaikan diri dengan program pemerintah yang kadang memaksa.

Dengan begitu, ketika Gibran pada akhirnya banyak mendengar suara kaum muda, lalu membawa suara mereka ke pemerintahan, berpihak kepada mereka, itu barulah mewakili kaum muda.

Bukannya karena modal usia yang muda. Jika cuma itu, sesungguhnya tidak mewakili siapa-siapa selain diri sendiri.

Dan mungkin orang di belakangnya.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun