Meskipun paling muda di antara kandidat Capres dan Cawapres, Gibran Rakabuming Raka belum dapat dikatakan mewakili kaum muda. Melainkan Anies Baswedan.
Ukuran mewakili kaum muda bukan karena usia harus paling muda, tetapi siapa yang paling banyak berdialog dengan anak muda, mendengar aspirasi mereka dari dekat, menanyakan, menanggapi, dan menyimpan suara-suara mereka untuk dibawa ketika menjabat.
Terutama anak-anak muda yang berstatus mahasiswa, mereka adalah orang-orang kritis yang secara jujur berani terang-terangan menyampaikan pendapatnya.
Kelompok pemuda yang memiliki sejarah, terkadang nasib kekuasaan terletak di tangannya. Salah satu contohnya rezim Orde Baru yang tumbang di hadapan mereka.
Suara-suara mahasiswa itu juga sekaligus adalah suara anak-anak muda kritis, yang seringkali dibungkam kekuasaan, dihadapi pakai aparat lantaran penguasa tak mampu menjawab kritikan.
Penguasa nyaris tidak tahan jika digiring ke tengah-tengah kerumunan mahasiswa, mereka akan kerepotan menerangkan program yang akan diperkarakan di tengah-tengah forum.
Penguasa-penguasa itu juga akan diuji egonya, mereka akan melihat mahasiswa sebagai bocah ingusan yang kata-katanya menjengkelkan, banyak protes, tak menghormati orang tua, dan lain sebagainya.
Termasuk para Capres dan Cawapres, siapa yang tahan ditempatkan berjam-jam di tengah kerumunan mahasiswa dengan watak kritis seperti itu?
Hanya Anies, dan tentu saja Wakilnya Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Mereka berdua siap dipermalukan, siap ditanyai ini itu oleh mahasiswa, pertanyaan yang tanpa rencana, tanpa didikte, dan tanpa dibocorkan terlebih dahulu.
Debat Cawapres pada 22 Desember 2023 kemarin, Gibran yang dianggap berhasil "menggurui" seorang Profesor Mahfud MD dan juga Doktor Honoris Causa Abdul Muhaimin Iskandar, belum tentu bisa berhadapan dengan mahasiswa secara terbuka.