Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pemilu Sekolah Tanpa Campur Tangan

24 Desember 2023   06:29 Diperbarui: 24 Desember 2023   06:36 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses penerimaan rapor. Dokpri.

Beberapa hari yang lalu, saya diundang ke sekolah sebagai wali murid, untuk mendampingi adik menerima rapor.

Hari itu memang sekolah mengagendakan penerimaan rapor sekaligus pengumuman juara kelas masing-masing. Adik saya dapat peringkat jauh, tetapi saya bersyukur setidaknya dia bisa bersekolah sampai sejauh ini.

Selain penerimaan rapor, sekolah setara SMA itu juga tengah mengadakan Pemilu Sekolah untuk memilih Ketua Osis. Ada TPS (Tempat Pemungutan Suara) di tengah halaman sekolah.

Kepala Sekolah kemudian mengumumkan dari TOA, bahwa syarat untuk menerima rapor adalah manakala jari sudah dibubuhi tinta Pemilu, yang artinya memilih adalah wajib dan merupakan tiket untuk memperoleh rapor dari wali kelas.

Pemungutan suara pun digelar, siswa-siswi sekolah itu, termasuk salah satunya adik saya, mengantri mengular di depan pintu TPS, di sana ada petugas KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) yang tidak lain adalah siswa-siswi sekolah itu sendiri.

Para anggota KPPS mengenakan rompi dan ID Card, tulisan di rompi mereka menunjukkan bahwa para anggota KPPS itu tidak lain adalah siswa-siswi yang tergabung di dalam MPK (Majelis Perwakilan Kelas).

Para guru duduk di samping tenda TPS, tanpa ikut terlibat dalam proses penyelenggaraan pemungutan suara. Sekalipun hanya memantau siswa di bilik suara.

Meskipun tidak begitu rapi penyelenggaraan Pemilu Sekolah itu, tetapi siswa-siswi itu sudah menunjukkan bahwa mereka serius dalam proses Pemilu Sekolah.

Proses penerimaan rapor. Dokpri.
Proses penerimaan rapor. Dokpri.

Mereka sangat menjiwai peran, baik sebagai pemilih, sebagai petugas KPPS, maupun sebagai kandidat yang akan dipilih. Di samping diajari oleh guru tentu saja, anak-anak ini tentu telah menyaksikan model pemilihan suara di masyarakat.

Anak-anak adalah peniru yang baik, oleh sebab itulah di dalam proses pendidikan yang diutamakan adalah keteladanan. Sebagaimana contoh Pemilu sekolah, mereka meniru laku masyarakat dalam berdemokrasi.

Sejauh pengamatan saya, penyelenggaraan Pemilu sekolah itu berjalan secara fair, tanpa kecurangan, tanpa intervensi, kemungkinan juga tanpa manipulasi aturan pencalonan Ketua Osis.

Tidak ada tanda-tanda jika calon-calon itu di antaranya ada anak dari guru, atau anak dari Kepala Sekolah, yang karena statusnya dipaksakan menjadi calon, meskipun tanpa proses pengalaman kepemimpinan yang memadai.

Saya sulit membayangkan, jika anak-anak ini juga turut meniru kecurangan-kecurangan Pemilu yang ada di masyarakat. Terutama meniru proses pencalonan yang bersifat Nepotisme, lolos menjadi calon Ketua Osis karena Kepala Sekolah adalah pamannya.

Jika itu terjadi maka integritas sekolah sebagai institusi pendidikan wajib dipertanyakan, karena memberikan pendidikan yang keliru. Bahkan sekaligus mempraktikkan kejahatan dalam berdemokrasi.

Walhasil saya cukup bangga, terhibur, dan sempat merenung karena acara Pemilu sekolah tadi.

Suasana sekolah pasca pemungutan suara dan penerimaan rapor. Dokpri.
Suasana sekolah pasca pemungutan suara dan penerimaan rapor. Dokpri.

Setidaknya sekolah telah memberikan pendidikan yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada kegiatan belajar mengajar atau kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

Pendidikan yang diselenggarakan sekolah kali ini merambah ke ranah sosial, kepemimpinan, demokrasi, serta kesadaran akan hak pilih. Terselenggaranya demokrasi secara sehat tidak terlepas dari kesadaran dan integritas dari rakyat.

Maka sungguh sangat miris jika rakyat atau siswa sekolah itu sudah memiliki hati yang bersih dalam menjatuhkan pilihan, tiba-tiba dari pihak tertentu atau bahkan pejabat sekolah mencemarinya dengan kecurangan, labrak aturan, sogok-menyogok, menyuap rakyat, dan lain sebagainya.

Semoga Pemilu 2024 pada semua tingkatan berlangsung sehat, sebagaimana praktik yang saya saksikan di sekolah adik saya itu.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun