Harus diakui bahwa Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka tampil di luar dugaan pada debat Cawapres perdana, 22 Desember 2023.
Penampilan Gibran menjadi sorotan publik, pendukungnya semakin bangga, dan media massa memainkan ini. Gibran ditampilkan berkali-kali, kata-katanya dikutip, dikesankan bisa diadu dengan seorang Profesor dan seorang Doktor Honoris Causa.
Gibran menyebut sang Profesor, Mahfud MD dan sang Doktor Honoris Causa, Muhaimin Iskandar, tidak mengerti akan penjelasannya. Terutama ketika Gus Muhaimin mengaku tidak tahu apa SGIE, yang ditanyakan oleh Gibran.
Memang semua itu di luar dugaan, Gibran berhasil memainkan gerak akrobatik tak terduga, dia bermain di atas pertanyaan yang sengaja dia buat misterius. Supaya Doktor Honoris Causa dan Profesor itu jadi tampak bodoh karena istilah yang misterius itu.
Itulah hebatnya arena debat, yang banyak orang menganggapnya tidak penting. Juga bagi orang yang mengatakan bahwa Cawapres hanya ban serep, pasti akan menarik kembali omongannya.
Arena debat bisa meyakinkan penonton lewat retorika. Tetapi retorika saja tidak cukup. Isi retorika juga harus diperiksa, yang sekaligus juga memeriksa cara berpikir.
Cawapres boleh menampilkan dirinya paling cerewet dan seolah-olah paling tahu soal ini dan itu. Lalu penonton yang iya-iya saja akan dengan mudah melihatnya sebagai suatu kehebatan.
Untuk seorang Mahfud MD, kepiawaian dalam berdebat dan beretorika ditopang dengan latar belakang akademik. Sebagai seorang profesor dia berpikir runut, bisa lolos dari jebakan pertanyaan Gibran yang mau mengecoh dengan istilah misterius.
Mahfud MD mampu mementahkan niat Gibran--niat seorang anak muda yang ingin tampil hebat--yang akan membuat dirinya kalah dan ditertawai banyak orang.
Sayangnya Muhaimin Iskandar atau Cak Imin tidak dapat lolos dari jebakan itu. Jebakan yang sesungguhnya tidak substansial, tapi Gibran akan dianggap berhasil karena pertanyaannya dianggap sulit.
Ini mengingatkan pada debat Capres tahun 2019, di mana Jokowi waktu itu menanyakan TPID kepada Prabowo, dan secara sengaja Jokowi tidak menjelaskan apa itu TPID walaupun hanya menyebut kepanjangannya.
Trik itu sukses membuat Prabowo ditertawai, padahal hanya singkatan, dan itu sesungguhnya tidak substansial, remeh-temeh, tidak berdampak pada cara berpikir, atau menghasilkan sesuatu yang berarti, sama sekali tidak.
Penampilan yang agaknya mengecewakan datang dari Cak Imin. Bukan karena pengetahuannya yang terbatas, tetapi karena tidak mampu meniru kemampuan Anies dalam hal teknik berdebat.
Cak Imin kalah dalam hal psikologi komunikasi, dia tidak memanfaatkan celah yang dibuka oleh lawan debatnya. Cak Imin tidak membaca posisi dan memainkan posisi itu untuk menaklukkan lawan debatnya.
Sehingga Cak Imin memandang poin debat hanya pada narasi yang sedang dipercakapkan, dia hanya meladeni sesuai kata-kata yang ditanyakan, tidak berupaya membalikkannya menjadi serangan walaupun berupa satire.
Cak Imin tidak sepiawai Anies dalam mematikan lawan debat melalui argumen balasan.
Tetapi, Cak Imin tetap unggul dan menjadi harapan sebab masih lantang menyuarakan "selepet" perlawanan, berani mengambil posisi yang berseberangan dengan pemerintah.
Orang yang tidak mengalami kesulitan, kesusahan, dan ketimpangan karena kebijakan pemerintah, tidak akan mengerti mengapa harus melawan.
Mereka yang tidak membaca kebijakan hari ini yang menyebabkan sekelompok masyarakat susah, menimbulkan ketimpangan hukum, serta ketimpangan ekonomi, tidak akan mengerti apa artinya perlawanan.
Juga bagi mereka yang tidak merasa kekuasaan serta alat negara dipakai untuk menjegal lawan politik, atau dipakai untuk memuluskan ambisi pribadi dan golongan, tidak akan merasa bahwa melawan itu perlu.
Maka mereka akan melihat Anies Muhaimin sebagai pasangan yang aneh, cikal bakal penyebab kekacauan, atau asal berbeda dengan pemerintah.
Padahal tidak semua kebijakan harus dihadapi dengan kompromi, melainkan ada yang harus dihadapi dengan perlawanan. Yaitu manakala dalam proses pengambilan keputusan mengabaikan hajat kehidupan orang banyak.
Secuil pernyataan perlawanan dari Cak Imin, sangat berarti bagi masyarakat yang menginginkan perubahan.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H