Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Debat Capres Bukan untuk Menilai Mana yang Terbaik

16 Desember 2023   06:50 Diperbarui: 16 Desember 2023   06:50 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Debat Capres di tanggal 12 Desember malam itu membuat Capres nomor urut 1 Anies Baswedan menjadi sorotan. Anies banyak memberi jawaban-jawaban tak terduga.

Sebagai contoh ketika Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo menanyakan sikap Anies terhadap IKN, tidak langsung dinyatakan menolak atau menerima pembangunan IKN.

Anies malah menggiring pertanyaan Ganjar itu kepada proses pembuatan keputusan. Secara pribadi saya setuju dengan analisa ini: https://mercusuar.web.id/opini/ikn-bagi-anies-setuju-atau-tidak/.

Lebih jauh dari itu tidak sedikit baik rakyat non akademisi maupun yang akademisi mengakui performa Anies. Di media sosial juga banyak poling yang membuktikan pengakuan itu.

Lalu apakah dengan itu bisa disimpulkan bahwa Anies yang terbaik? Belum tentu, sebab yang lainnya memandang bahwa debat Capres itu persolan retorika, dan Anies memang jagonya di situ.

Kata sebagian, Anies itu hanya pandai menata kata dan gagal menata kota. Banyak bicara tapi nol kinerja. Banyak retorika tapi tak bisa kerja.

Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto, meskipun rada emosian, tetapi patut diakui bahwa analisa keprajuritan dan geopolitiknya hebat. Misalnya ketika dia bicara tentang terorisme di Papua, Prabowo memandangnya lebih luas ketimbang kedua Capres lainnya.

Maka wajarlah jika Prabowo menasihati Anies, 'tidak segampang itu, Mas Anies!' itu karena anugerah nalar intelijen yang ada di dalam kepala Prabowo, kena dia soal yang begituan.

Ganjar sendiri terlihat lebih seperti motivator yang tampaknya punya banyak solusi dari cerita-cerita indahnya. Tapi Ganjar tidak setajam Anies untuk membuat Prabowo marah. 

Ganjar tidak berhasil menampilkan bahwa kubunya adalah lawan sengit Jokowi (yang kini ada di belakang Prabowo-Gibran). Juga Ganjar berada dalam posisi yang dilematik, antara menghantam Jokowi dan harus kena Mahfud MD sebagai salah satu menterinya, atau memilih lebih soft yang berarti Jokowi tidak begitu bermasalah, baginya (dan PDIP).

Tetapi biar begitupun Ganjar banyak melontarkan ide-ide yang bagus, serta komitmen tinggi untuk 'sat-set', sikat korupsi, tegakkan keadilan, serta tegakkan kesetaraan.

Pada intinya, tidak dapat dikatakan bahwa salah satunya terbaik secara objektif, lalu pendukung Capres yang lain salah memilih. Karena motif dukung Capres itu tidak tunggal, masing-masing pendukung punya indikator mengapa harus memilih Capres nomor 1, 2, atau 3.

Menarik misalnya melihat analisa Bosman Mardigu, praktisi intelijen, meskipun tidak semua orang akan mau mendengarkan kata-katanya.

Bosman melihat Anies sebagai kubu yang mewakili perasaan orang-orang yang marah terhadap rezim, dan rezim itu ada di pihak Prabowo-Gibran. Rezim itu sendiri adalah Jokowi, sosok yang sampai saat ini masih dikagumi banyak orang.

Sedangkan kubu Ganjar lebih tampil sebagai kelompok yang mulai kritis terhadap rezim karena kini lagi pisah ranjang dengan sang Presiden beserta putra-putranya, dan juga menantunya.

Tetapi Ganjar tidak berseberangan secara full terhadap rezim, posisi yang diambil tidak berhadap-hadapan seperti Anies. 

Para pendukung yang punya indikator pribadi 'mengapa harus pilih ini dan bukan itu' juga sudah menyesuaikan dengan posisi masing-masing Capres, itu tidak dapat diubah sekalipun dengan retorika maupun bujuk rayu.

Maka debat Capres jangan diharap sebagai momentum merebut hati banyak orang dengan performa yang ditampilkan, apalagi sampai mengharap pendukung Capres satu berpindah dukungan ke Capres lain.

Malah sebaliknya, debat Capres hanya akan semakin meyakinkan sang pendukung agar tetap memilih Capresnya, bahkan jika perlu turut memperjuangkan kemenangannya.

Pendukung di sini buka hanya yang menampakkan diri sebagai pendukung, tetapi juga masyarakat yang tidak mengaku, namun perasaannya seolah-olah diwakili oleh Capres pilihannya.

Mungkin debat itu hanya akan efektif merebut hati para swing voters, yang semula ragu menjadi yakin dengan adanya performa di acara debat itu.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun