Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Ahmad Dhani dan Koleksinya

31 Maret 2023   02:59 Diperbarui: 31 Maret 2023   03:03 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: detaknews.com

"Maqam tertinggi seni adalah antik." celetuk musisi papan atas Indonesia, Ahmad Dhani, sewaktu Jelly Tobing bersama Deddy Corbuzier mengunjunginya, di kediamannya yang bak istana itu. Deddy--dan tentunya juga saya--terkesima berkali-kali melihat koleksi Ahmad Dhani yang beragam itu. Ia hanya bisa berkata, "Tidak masuk akal!"

Sebagai seorang musisi, wajar kalau leader Dewa 19 itu mengoleksi kaset-kaset, piringan hitam, hingga penyimpanan suara dalam bentuk yang lebih baru. Juga alat-alat musik, studio, dan aneka lukisan tentang para musisi yang sudah melegenda. 

Mengenai kaset-kaset itu, memang benar jika tak masuk akal. Benda itu dijejer di beberapa lemari secara alfabetikal (dari A - Z). Bukan hanya itu, album apa yang ditanyakan kepadanya segera saja dijawab "ada", lalu menunjukkan letak kaset itu. Salah satunya yang bukan saja tak lagi ada di pasaran, melainkan rumah produksinya tak lagi ada, adalah "Remember Mo", album yang rilis di tahun 1980 yang diinisiasi oleh De Lane Brothers asal Belanda itu.

Namun yang tidak wajar, dan inilah yang menurut saya Dhani itu pas jika dijuluki sesuai celetukannya yang sudah saya tampilkan di atas, maqam tertinggi seni adalah antik, maqam tertinggi seorang seniman adalah memiliki banyak koleksi antik; dia juga punya banyak koleksi barang antik. Andre Taulany, masih memasuki lantai dasar rumah Ahmad Dhani saja sudah geleng-geleng kepala. Lemari berjejer-jejer memuat aneka barang pecah-belah antik; guci-guci, piring, gelas, teko, dan lain-lain.

Lainnya, berjejer lukisan pelbagai tokoh politik. Terutama Soekarno. Dhani bukan hanya punya fotonya dan lukisannya dan posternya dan patungnya, tetapi juga buku-buku yang ditulis Soekarno, serta buku-buku tentang Soekarno. 

Oleh beberapa yang menyaksikan koleksi Soekarno-nya, Dhani kerap disebut Soekarnois. Ditambah lagi dengan aksinya yang belakangan terang-terangan masuk ke gelanggang percaturan politik nasional. Hingga ia pernah dijebloskan ke dalam penjara, gara-gara cuitannya di medsos, soal politik.

Setelah Soekarno, menyusul sebuah poster besar pemimpin agung Revolusi Islam Iran, Ayatullah Imam Khomeini. Adanya poster Khomeini tidaklah lantas serta merta Dhani menjadi Syiah, juga ia tak pernah dituding sebagai penganut Syiah. Dhani adalah salah satu contoh orang yang mampu memisahkan antara tokoh sebagai subjek, dengan identitas sebagai predikat yang disematkan. Ia seolah tidak peduli bagaimana Syiah di mata orang-orang, sehingga ia menaruh poster besar pemimpin agung penganut Syiah itu. Ia hanya peduli bahwa Imam Khomeini adalah tokoh penting dalam sejarah.

Demikianlah jika seorang tokoh beserta identitasnya jika dilihat menggunakan pendekatan keilmuan. Bukan kultus agung. Dhani melihat Khomeini berdasarkan wawasannya, bukan sentimennya. Ia melihat Khomeini sebagai martir yang menggerakkan revolusi, dan bukan sebagai seorang ahli fikih yang wajib diikuti fikihnya.

Ngomong-ngomong soal Khomeini, Dhani sampai mendapatkan koleksi novel terlarang Salman Rushdie Satanic Verses, novel yang disebut telah menghina Nabi Muhammad saw., dalam versi bahasa Inggris. Dhani tahu ceritanya. Rushdie difatwa mati oleh Imam Khomeini lantaran novelnya itu.

Cerita ini sesungguhnya menarik, Khomeini yang Syiah itu dengan tegas memfatwa mati seseorang yang telah dinilai menghina Nabi Muhammad saw., waima dalam bentuk cerita fiksi. Bandingkan dengan pemimpin "negara-negara Islam" dewasa ini yang tak kunjung memfatwa mati pembuat karikatur nista Nabi Muhammad saw. yang jelas-jelas maksud dan kemasannya bukanlah tokoh fiksi.

Dhani juga tahu sesiapa yang membela Rushdie dan konsekuensi dari pembelaan atas fatwa mati itu. Adalah Gus Dur (KH. Abdurrahaman Wahid) yang dijadikannya contoh. "Iya, karena Gus Dur itu orangnya demokratis banget, kan ...." itu sebagai penegasannya bahwa Gus Dur, sepengetahuannya, bukan karena mengakui Satanic Verses itu benar, melainkan karena Gus Dur tidak suka pada upaya pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi. Salah satunya dengan adanya fatwa mati itu.

Gus Dur menanggung konsekuensinya, demikian Dhani menerangkan, sejak pembelaan itu hubungan Presiden RI ke-4 itu menjadi renggang dengan pemimpin agung Iran, Ruhullah Khomeini.

Dhani tak hanya menyimpan koleksi foto atah lukisan tokoh-tokoh politik, musisi-musisi besar juga ramai menghiasi dinding istananya, salah satu yang menarik untuk saya pandangi adalah Ludwig Van Beethoven, komposer kenamaan itu. 

Juga foto-foto lawas tokoh-tokoh Tionghoa yang tentu saja non-Islam, saya kira tak satupun tokoh-tokoh itu yang popular kita kenal. Tapi foto-foto itu punya nilai sejarah yang tinggi. Ditambah beberapa papan nama bertuliskan huruf mandarin. Koleksi-koleksi itu sesungguhnya menampilkan jiwa Dhani yang tidak rasis atau dia bukanlah orang yang intoleran, apalagi pembenci etnik Tionghoa.

Hal ini sekaligus menepis anggapan jika Dhani turut menyebut Ahok menista agama karena alasan etnik atau agama. Ahok menurut Dhani tidak pada tempatnya membawa-bawa al-Maidah 51 untuk dipelintir maknanya secara politis. Ahok tidak sedang di forum ilmiah, atau sedang melakukan kajian intelektual. Ia melakukannya di forum terbuka, momen yang sarat dengan muatan politis. Juga karena audiensnya masyarakat luas, memang rawan menimbulkan multitafsir hingga taraf yang lebih ekstrim.

Koleksi-koleksi itu, yang mengharukan adalah koleksi foto-foto orangtua hingga kakek buyut Dhani. Ia menyimpannya di beberapa tempat. Seperti di ambang lorong menuju pintu luar rumah, supaya ia merasa seakan pamitan kepada orangtua sebelum meninggalkan rumah.

Foto-foto keluarga itu menyiratkan Dhani adalah seseorang yang menganggap penting sejarah keluarganya, silsilahnya. Foto-foto itu hanya beberapa yang berhasil dikoleksinya. Bahkan, kecintaan terhadap silsilah itulah yang sempat membuat Dhani pernah dituduh Yahudi, lantaran di salah satu sampul album Dewa 19, Dhani mengucapkan Thanks to the gen, hal itu bisa kita temukan di serial video unggahan di Youtube bertema "Dhani Dewa dan Yahudi".

Dhani kemudian menepis video-video itu. Katanya, yang mendesain gambar beserta aneka simbol dalam pelbagai sampul album Dewa 19 adalah kerjaan pelukis-pelukis yang ia pilih. Gambar-gambar itu terserah pelukisnya, kalau cocok ya dipakai.

Namun jika dilihat dari konsistensi simbol-simbol itu, bukan mustahil kalau Dhani punya pengetahuan tentang itu semua. Meskipun paganisme bukan keyakinannya. Dhani punya koleksi Ilustrated Bible tahun 1800-an (kitab serupa terbitan tahun 1500-an dimiliki oleh Fadli Zon), adalah bibel yang dilengkapi ilustrasi beserta tokoh-tokohnya. Bibel itu tebal sekali dan memiliki segel, itu adalah kitab model kuno, gambar-gambar ilustrasi di dalamnya saja masih menggunakan pensil.

Bibel itu diperlihatkan kepada Ustad Fatih Karim, salah satu ustad yang menekuni dunia Youtuber, beserta koleksi bukunya yang lain. Ustad Fatih berulangkali berdecak kagum menyaksikan buku-buku itu, di antaranya ada berjilid-jilid kitab kuning; buku-buku sejarah pemimpin dan pemikiran; buku sejarah Islam semisal History of Arabs nya Phillip K. Hitty dan Perang Suci nya Karen Amstrong; Bhagavad Ghita; Satanic Verses; hingga Das Capital tiga jilid.

Sehingga Ustad Fatih Karim menyebut Dhani adalah perpaduan antara musisi dan pemikir. Sosok lain jika ia musisi, demikian Ustad Fatih, pasti bukan pemikir, tidak baca buku. Pun sebaliknya, seorang pemikir, rajin baca buku, ia bukan musisi.

Dengan koleksi-koleksi itu, Dhani di mata saya ternyata jauh lebih megah dari yang saya ketahui. Namun sebagai salah satu dari Baladewa, saya sempat menaruh rasa kecewa terhadap Dhani pada dua kesempatan. Pertama, saat perseteruannya dengan Maia Estianty disusul kehadiran Mulan sebagai istrinya yang kedua. 

Kedua, sewaktu Dhani turut ambil bagian dalam percaturan politik, tanpa persiapan yang rapi, menyerang tanpa membentuk sisem pertahanan yang kuat, dan tanpa strategi yang matang. Walau hanya lewat cuitan, dan sedikit aksi di lapangan, akhirnya ia dijebloskan ke penjara.

Terkait kekecewaan ini saya tidak sendiri. Baladewa yang lain juga punya suara yang sama. Bahwa Dhani, betapapun di antara kita meski tak ambil pusing dengan praharanya bersama Maia, tetapi sangat menyayangkan ia tak berdiri saja sebagai musisi. Adapun gerakan politiknya, mestinya lewat lagu saja, atau lewat video legend saja, atau lewat opini saja, tanpa turut ambil posisi dalam kelompok tertentu.

Dengan begitu, musisi cum pemikir kita ini, yang betapapun arogannya, tetap saja menyimpan kewibawaannya sebagai seniman ber-maqam tinggi. Bagi saya, cukup beliau melontarkan gagasan politiknya dari sela-sela koleksi antiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun