Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Setan yang Tak Sepenuhnya Dapat Dibelenggu di Bulan Ramadhan

30 Maret 2023   12:30 Diperbarui: 30 Maret 2023   12:45 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: images.pexels.com

Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur'an. Adapun fungsi hadis yaitu sebagai penjelas bagi ayat-ayat Al-Qur'an yang ingin diketahui persis maknanya.

Sebab, hadis adalah perkataan Nabi Muhammad saw., sedangkan Nabi adalah orang yang paling paham mengenai Al-Qur'an ketimbang orang lain. Ia pembawa hadirnya Al-Qur'an di muka bumi sekaligus penafsir utamanya.

Hadis juga dibedakan berdasarkan tingkat keakuratannya. Hadis yang paling terpercaya disebut hadis sahih. Dalam ilmu hadis, ada dua hal yang diukur sehingga suatu hadis dinilai sahih atau tidak.

Pertama, dari segi rantai periwayatan (sanad), orang-orang yang tercatat meriwayatkan hadis itu mesti terpercaya berdasarkan komentar para ulama. Misalnya Ibnu Hajar Al-Asqalani menulis sebuah kitab Tahdzib At-Tahdzib yang memuat nama-nama para perawi hadis sekalian dengan keterpercayaannya menurut para ulama hadis.

Kedua, dari segi isi (matan), antara lain tidak bertentangan dengan Al-Qur'an, serta tidak bertentangan dengan akal (common sense) manusia. Juga ada ketentuan lainnya, misalnya redaksi yang menunjukkan perawi utama yang mengerjakan amalan bersama-sama dengan Nabi dan para sahabat, juga redaksi yang menunjukkan bahwa Nabi memerintahkan suatu amalan kepada yang menerima hadis.

Demikian juga dari segi kekuatannya, atau seberapa banyak dan populernya hadis itu diriwayatkan. Ada istilah hadis mutawatir, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh banyak sahabat. Jika ditarik sebuah garis, maka dari Rasulullah, ada beberapa atau banyak sahabat yang mengambil hadis itu, kemudian masing-masing sahabat meriwayatkan kepada yang berada di bawahnya.

Selain hadis mutawatir, ada juga hadis ahad, yaitu hadis yang diriwayatkan secara tunggal, melalui satu orang yang mengambilnya dari Nabi. Juga ada hadis masyhur, atau hadis populer, yang ukurannya bukan banyak dan tidaknya perawi, tetapi lebih kepada sering didengar atau tidaknya hadis itu.

Dari sisi derajat keutamaan, ada dikenal dengan dengan hadis qudsi. Yaitu di dalam hadis tersebut memuat pernyataan  langsung Allah (firman) kepada Nabi, tetapi firman itu sendiri ada yang bukan bagian dari ayat suci Al-Qur'an. 

Betapapun hadis sahih itu terpercaya, nyatanya ada juga hadis sahih yang masih dipertanyakan. Alih-alih meragukan kebenaran hadis itu, pertanyaan itu sebenarnya lebih kepada keinginan menggali makna yang sebenarnya dari hadis tersebut.

Hadis itu adalah:

"Apabila bulan Ramadhan datang, maka pintu-pintu langit dibuka sedangkan pintu-pintu jahanam ditutup dan setan-setan dibelenggu." (H.R. Bukhari)

Hadis itu termasuk hadis yang kuat antara lain diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Selain keduanya, hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Malik, Imam Ahmad, Ad-Darimi, dan An-Nasa'i, yang semuanya mengarah kepada Abu Hurairah.

Hadis itu dipertanyakan lantaran memuat keterangan setan-setan dibelenggu pada bulan ramadhan, tetapi kenyataannya masih banyak orang yang bemaksiat, termasuk di antaranya banyak yang tidak bepuasa. Apakah berarti hadis ini tidak benar?

Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Sahih Muslim, dengan mengutip Al-Qadhi Abu Ya'la bahwa setan dibelenggu itu tidak hanya bermakna hakiki, sebagaimana dibelenggunya tangan seseorang sehingga tidak dapat melakukan sesuatu.

Dibelenggunya setan dalam penjelasan ini juga punya makna kiasan (majazi), seakan-akan setan itu terbelenggu, tidak leluasa, sebab umat Islam disibukkan dengan mengerjakan ibadah. Lain halnya di bulan-bulan lain, setan leluasa menggoda sebab manusia tidak sedang menjaga dirinya dengan amalan-amalannya secara ketat.

Jika kita mau melangkah lebih jauh, maka pertanyaan seharusnya tidak hanya berhenti pada "benarkah setan dibelenggu?" tetapi juga bertanya "apa itu setan?"

Di dalam KBBI, setan diartikan sebagai roh jahat yang kerjanya menjerumuskan, menggoda manusia untuk melakukan perbuatan buruk. Setan juga kerap bermakna sifat seseorang yang berperangai jahat.

Sedangkan dalam bahasa Arab, setan berasal dari kata syathana, berarti sesuatu yang jauh. Bisa dimaknai bahwa setan adalah makhluk yang jauh atau menjauhkan manusia dari kebenaran.

Q.S. Al-An'am (6) ayat 112 menyebutkan bahwa ada dua jenis setan, yaitu manusia dan jin:

"Dan demikianlah untuk setiap Nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan. Dan kalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, maka biarkanlah mereka bersama apa (kebohongan) yang mereka ada-adakan."

Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari menafsirkan ayat ini dengan mengambil makna harfiahnya, bahwa setan itu terdiri dari jin dan manusia. Tidak seperti pendapat lain yang mengatakan bahwa yang dimaksud ayat itu adalah setan penggoda manusia dan setan penggoda jin.

Artinya, pengertian setan tidak mesti berupa makhluk tak kasat mata. Ia kadangkala bukan person, tetapi lebih kepada sifat, yang menjauhkan manusia dari kebenaran. 

Maka setan bisa diidentikkan dengan manusia itu sendiri, yang jauh dari kebenaran, dan kerjanya menggoda manusia dengan bisikan kata-kata, maupun tindakan yang menarik untuk diikuti orang lain, dan kemudian lalai.

Orang-orang modern agaknya sulit membayangkan person setan yang berupa roh jahat itu. Kajian-kajian hermeneutika di barat pasca Heidegger membahas soal ini. Misalnya Rudolf Bultmann dengan konsep demitologisasinya.

Juga Paul Ricoeur yang menyebut penerimaan terhadap hal mistik sebagai suatu kenaifan. Menerimanya begitu saja adalah naif, sedang menerimanya dengan penjelasan rasional adalah kenaifan kedua.

Walaupun begitu, perbuatan jahat kerapkali mengkambinghitamkan setan dalam pengertian roh jahat itu. Demi menghindari menyalahkan diri sendiri. Maka dari person yang berupa roh, setan berubah menjadi perilaku manusia itu sendiri. Setan ini dapat dilihat perwujudannya dalam interaksi manusia.

Kini interaksi manusia lebih banyak di kehidupan maya, media sosial. Di sana, antara manusia yang baik dan manusia yang setan bercampur baur, namun tetap dapat diidentifikasi berdasarkan kesamaannya dengan sifat setan yang sudah dijelaskan: menggoda, menyesatkan, membisikkan kata-kata indah yang membungkus kemaksiatan.

Pada perkembangannya, selain setan-setan itu akan berwujud sebagai konten medsos yang menarik-narik manusia agar merugikan diri sendiri--misalnya challenge menyakiti diri sendiri seperti yang lagi trend di kalangan anak muda--setan-setan itu juga bisa berwujud gawai kita sendiri.

Gawai adalah benda yang hampir tidak bisa kita lepaskan. Belakangan gawai ini banyak menggoda kita untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat, pekerjaan yang sia-sia.

Sejatinya, gawai atau smartphone merupakan berkah kemajuan teknologi yang akan memudahkan kita meningkatkan kualitas hidup, nyatanya bisa jadi setan yang membuat kita menjadi tidak berakhlak. Kita selalu tergoda untuk menyebar berita hangat, yang mungkin sebagiannya hoaks.

Misalnya juga gara-gara memegang gawai, kita tak memerhatikan lawan bicara. Kita menjadi makhluk yang asosial, lebih senang berinteraksi dengan orang yang jauh ketimbang orang di dalam rumah, tetangga, dan masyarakat sekitar. Akhirnya kerjasama sosial di lingkungan sendiri tidak berjalan dengan baik.

Jika dilarikan ke hadis tentang setan-setan yang dibelenggu di atas, apakah setan yang berwujud gawai ini bisa melemah godaannya di bulan ramadhan ini? Apakah puasa kita dapat menahan kita dari meletakkan gawai di atas segala-galanya dan mengabaikan tanggungjawab sosial di sekitar kita?

Semua tergantung kita. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun