Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Book

Politik Identitas (3): Ethnie Nationalism dan Varian 'Umat Islam'

26 Maret 2023   23:29 Diperbarui: 26 Maret 2023   23:35 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedang kaum modernis memandang kaum konservatif sebagai orang-orang yang hanya berpasrah diri dengan takdir. Mereka sibuk dengan mempelajari agama sembari membaca doa-doa demi bekal akhirat. Sedang masalah besar saat ini sedang berada di depan mata. Problem negara mesti diurusi, Islam harus menjadi kekuatan yang mengatasi kondisi penjajahan.

Maka dengan rasa kepedulian yang didorong oleh nilai-nilai ajaran Islam, kelompok modernis aktif dalam aksi-aksi politik. Melalui ormas Muhammadiyah dan SI (Sarekat Islam), kelompok modernis melakukan gerakan-gerakan sosial maupun pendidikan. Utamanya Muhammadiyah, yang mendaku berhasil membangun banyak sekolah.

Juga SI yang akhirnya terbelah menjadi SI-merah dan SI-putih, lantaran perbedaan pemikiran dalam menanggapi masalah politik. SI merah yang revolusioner, dengan Haji Misbah yang jadi tokohnya, menyebut gerakannya dengan "Komunisme Islam" (bayangkan, komunisme dan Islam yang selalu dipertentangkan itu, di tangan Haji Misbah bisa menyatu). Selanjutnya SI-Merah kemudian bertransformasi menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia). Sedang SI-Putih tetap menjadi ormas yang moderat.

Namun santri konservatif (yang dalam hal ini tergabung dalam NU) juga rupanya turut masuk ke dalam gelanggang politik. Melalui Masyumi, santri konservatif ambil bagian dalam tubuh pemerintahan Jepang menjalankan misi "duri dalam daging". Juga, meski tanpa doktrin revolusioner seperti kaum kiri dan Islam ekstremis, NU juga pernah mengumandangkan resolusi Jihad: hubbul wathan minal iman, membela tanah air adalah bagian dari iman. Di sini, NU sebagai representasi santri konservatif, merupakan dimensi mistis dari sejarah pergerakan Islam di tanah air, keputusan-keputusan mereka tak tak terduga sama sekali.

Demikianlah, sejarah bangsa kita turut mengabadikan gerakan "umat Islam"  sebagai salah satu kekuatan politik yang berhasil menggoyang pemerintahan kolonial. Taufik Abdullah dalam pengantar buku Geertz itu tiba-tiba secara iseng membayangkan kalau varian abangan, santri, dan priyayi itu masing-masing mewakili gagasan Soekarno tentang nasakom (nasionalis, agama, komunis).

Kalau kita pakai bayangan Taufik Abdullah itu dalam konteks politik sekarang, istilah "umat Islam" itu disuarakan oleh kelompok santri, itupun dari yang modernis. Lawannya bukan berarti "bukan umat Islam", tetapi lawannya lebih kepada dua representasi varian lainnya, abangan yang marhaenis dan priyayi yang nasionalis. Serta satu lagi yaitu santri konservatif. Yang modernis pun tidak tunggal, di dalamnya bisa jadi tergabung kelompok-kelompok modernis yang beragam.

Misalnya di Indonesia dewasa ini, yang dikenal luas sebagai Islam modernis adalah Muhammadiyah. Tetapi dalam kasus gerakan santri modernis 212 misalnya, itu tidak berarti kelompok itu adalah dari Muhammadiyah. Kini golongan santri tidak lagi sesederhana klasifikasi Geertz. Belakangan banyak juga kelompok yang pemahamannya terbentuk dari ideologi Islam transnasional, yang menuntut kita lebih realistis lagi dalam membedakannya.

Jadi, perlu kehati-hatian mempersandingkan antara Islam modernis dengan puritanisme Islam. Namun bukan pada tempatnya untuk dibahas di sini.

*** 

Apakah Anies Baswedan memenuhi syarat disebut bapak politik identitas dari "umat Islam"? Apakah Anies selama ini menunjukkan semangat etno nasionalisme (Islam), lalu memainkannya dalam pertarungan politik?

Apakah Anies bersikap seolah-olah berasal dari kalangan santri, lalu dengan sengaja maju ke gelanggang politik sebagai representasi "umat Islam"?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun