Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Sejarah Dunia yang Disembunyikan (1): Yang Rahasia, dan Ajakan untuk Mengimajinasikan Sejarah

15 Maret 2023   14:27 Diperbarui: 15 Maret 2023   14:34 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : dokpri 

Hipnagogik, atau kesadaran ambang--dalam gambaran sederhana Jean Paul Sartre--adalah kondisi kesadaran menjelang tidur--atau sesaat setelah bangun dari tidur. Di mana jiwa belum dapat sepenuhnya stabil dalam merespons realitas. Kepala masih sulit mengenali kondisi sekeliling, antara sadar dan bawa sadar; yang nyata dan yang imajinasi. Jika seseorang diajak berbicara, misalnya harus segera menjawab ketika ditanya dalam keadaan hipnagogis ini, maka cenderung meluap-luap, atau biasanya tidak begitu merespons sebab sensor pikirannya kurang fokus.

Mungkin begitulah kesadaran umum manusia-manusia terdahulu, yang digambarkan Jonathan Black dalam bukunya "Sejarah Dunia yang Disembunyikan" (judul aslinya adalah "The Secret History of The World"). Buku itu bukan mengisahkan antara siapa yang menyembunyikan dan apa yang disembunyikan dalam sejarah, dalam sebuah motif tertentu, misalnya motif politik yang kerapkali mengorbankan kebenaran dalam jalan sejarah.

Melainkan ini tentang suatu rahasia, misteri, sebuah teka-teki yang harus dipecahkan serupa kepingan puzzle yang perlu dipasang sedikit demi sedikit. Sejarah ini pun bukan sejarah umat manusia, atau agama tertentu, atau bangsa tertentu, melainkan ini adalah sejarah alam semesta, awal mula kejadian hingga kini.

Jika sejarah juga adalah versi-versi, maka ini adalah versi ketiga dari dua sebelumnya yang selama ini kita kenal, yaitu agama dan sains. Versi sains mementingkan kisah jagat raya yang murni mekanis. Lebih indah mengisahkan bagaimana batu-batu angkasa bergerak menurut hukumnya sendiri lalu mendorong keberlangsungan kehidupan di bumi. Kehidupan pun berjalan dengan hukum yang sama; berjalan secara masuk akal dan bisa diperhitungkan. Gejala-gejala yang ada memiliki sistem penjelas berdasarkan kausalitas (hukum sebab akibat).

Versi agama memandang bahwa alam semesta yang dinarasikan oleh sains hanya memenuhi satu dimensi sejarah. Sedang dimensi lainnya adalah apa yang disebut dengan dunia gaib, dunia yang tak kasat mata cenderung diabaikan. Akal dan indra manusia biasa tidak dapat menjangkaunya. Informasi akan adanya alam atau dunia gaib itu berasal dari manusia yang bergelar Nabi. Kelak, informasi itu dimaktubkan ke dalam kitab suci, untuk diketahui oleh manusia secara umum.

Versi ketiga dielaborasi oleh Jonathan Black adalah sejarah dalam pandangan perkumpulan-perkumpulan rahasia, yang mengajarkan kearifan kuno, sebuah dunia yang sarat akan mitologi. Kita sebut saja dua asal yang masyhur mengenai mitologi itu, yakni Yunani dan Mesir kuno. Apa yang menjadi kekhasan versi ini? Yaitu menyajikan bukti-bukti yang tidak terungkap dalam dua versi sebelumnya. Seakan ini adalah versi yang lengkap, sehingga ketika versi ini dibuka ke hadapan umum, tampak teka-teki yang tak terjawab dalam dua versi sebelumnya akan terkuak.

Mengapa sejarah versi ketiga ini tersembunyi, dan tampaknya akan selalu tersembunyi? Sebab menyimpan bagian-bagian yang dimusuhi agama dan sains sekaligus. Sains memusuhinya karena menyajikan cerita-cerita tak masuk akal, dongeng, tahayul, serta banyak mengandung mitos-mitos. Sedang agama memusuhinya karena person-person negatif seperti setan, iblis, serta makhluk dikutuk diberi tempat, semua dianggap sebagai bagian dari bangunan dunia yang ada.

Maka pengungkapan ini sangat mahal, punya tebusan, tidak sembarang bisa diakses oleh umum yang sudah terlanjur memilih antara dua versi legal sebelumnya. Ajaran ini sudah terlanjur dimusuhi. Belum lagi kelompok-kelompok yang terkait dunia kuno ini, seperti Rosikrusian, terutama sekali Freemasonry yang dipandang tidak lagi hanya menyesatkan secara spiritual, tetapi juga sudah dipandang akan membentuk tatanan dunia sendiri, mengancam eksistensi kelompok-kelompok beriman.

Adapun harga yang harus dibayar dalam pengungkapan ini--di mana sejarah hanya diajarkan dalam sekolah-sekolah rahasia dan pengumuman ajaran hanya akan mengancam eksistensi kelompok--adalah nyawa. Jonathan mengisahkan ada beberapa anggota yang nyawanya berakhir tragis akibat mencoba menceritakan ajaran ini ke publik. Seolah setiap anggota klub sekolah rahasia dikuntit oleh kekuatan tersembunyi (biasanya sesosok berjubah putih), yang suatu saat siap mencabut nyawa mereka apabila lalai dalam menjaga ajaran rahasia.

Maka tak heran jika isi buku Jonathan ini tidak dilengkapi dengan catatan kaki yang menyatakan sumber suatu tulisan. Setiap materi diuraikan begitu saja tanpa bisa dikonfirmasi validitasnya oleh pembaca. Maka buku ini tidak bisa disebut memenuhi standar ilmiah, meskipun dalam sampul buku diklaim bahwa di dalam buku ini "senilai seluruh perpustakaan dalam satu buku".

Kecuali ada beberapa kutipan dari kitab suci--khususnya milik Kristiani--dan beberapa yang dianggap bagian dari ajaran terdahulu yang ada dokumennya, semisal bagian dari kitab Henokh. Lagipula buku ini, demikian penulisnya, meminta kita para pembaca untuk mendekatinya dengan cara baru, yakni "memandangnya sebagai latihan berimajinasi". Jonathan ingin mengajak kita merasakan bagaimana seriusnya memperhatikan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang kita yakini semenjak kecil.

Dengan kata lain, membaca buku ini bukan untuk meyakini, tetapi lebih kepada layaknya upaya mendengarkan orang berkisah dengan penuh khidmat, tentang dunia yang katakanlah kita anggap sebagai dongeng, namun ini serius. Kita akan disuguhkan bukti-bukti peninggalan sejarah, umumnya berupa foto-foto yang memuat gambar-gambar ganjil, dari pahatan-pahatan pada dinding goa, pada situs-situs sejarah, juga pada naskah-naskah kuno.

Apakah lukisan-lukisan itu murni imajinasi; tahayul? Jonathan seolah menampilkan manusia-manusia terdahulu sulit membedakan alam yang kasat mata dan yang tidak. Maka dari itu, jika yang dilukis adalah manusia, bentuknya indah meski setengah siluman. Namun jika yang dilukis adalah tetumbuhan, selalu saja ada yang cacat, misalnya ranting dan pohonnya tak bersambung, atau tersambung ke dahan lain secara tidak sempurna.

Inilah yang saya bayangkan bagaimana manusia-manusia itu dalam memandang alam ini bagai mengalami hipnagogis; alam ambang. Mereka sulit membedakan mana makhluk kasat mata dan mana makhluk materi. Kesaksian mereka itu diabadikan di dinding-dinding goa, di relief, Piramida, dan bahkan di naskah-naskah kuno. Kita yang hidup di masa ini menganggap itu semua adalah mitos, tahayul, dan mengandung kemusyrikan. Kita tidak akan pernah menjumpai makhluk-makhluk seperti itu di alam nyata.

Namun percayakah kita kalau ternyata lukisan-lukisan aneh itulah yang membangun dunia (menurut versi kearifan kuno)? Bukan hanya terhadap evolusi peradaban manusia, tetapi juga akar pengembangan ilmu pengetahuan (sains) bermula dari sana.

Misalnya pandangan heliosentrisme (matahari pusat tata surya) yang diproklamirkan oleh Copernicus dan dikukuhkan oleh Galileo Galilei, sebagai lawan dari paradigma geosentrisme (bumi pusat tata surya) yang dianut--termasuk--oleh Gereja saat itu. Copernicus bukannya mendapat sendiri ide itu, ia mendapat inspirasi itu justru dari tradisi Mesir kuno. Bahwa matahari pusat kehidupan gambarannya sudah ada pada dinding-dinding Piramida, sejak zaman pra-Copernicus.

Maka bisa dipahami, mungkin saja ketika Galileo Galilei dihukum mati oleh Gereja lantaran bersikeras dengan heliosentrismenya itu, bukanlah murni penentangan secara paradigmatik, tetapi juga karena adanya indikasi kepercayaan terhadap mitologi Mesir kuno, itu dipandang sebagai kemusyrikan, upaya bersekutu dengan kekuatan jahat.

Bukan hanya itu, peninggalan kuno juga mengisyaratkan teori evolusi Darwinian tidaklah berdiri sendiri sebagai sebuah penemuan baru dalam sains. Terkait hal ini, mari kita renungkan gambaran evolusi manusia oleh Richard Dawkins di bukunya "The Magic of Reality", bahwa jika jenis manusia difoto pada setiap fasenya, niscaya nenek moyang manusia pada lima ratus juta tahun lalu adalah ikan purba.

Lalu, mari kita lihat legenda Dewa Oannes di Mesir kuno, yaitu dewa yang bentuknya manusia berkepala ikan. Mungkin kita agak terbantu membayangkannya dengan adanya film tentang Mermaid (manusia duyung). Tidakkah kita melihat adanya keterhubungan ide di sini? Bahwa manusia dihubungkan dengan ikan pada zaman-zaman awal--yang tampaknya sekadar cocoklogi saja. Berhubung menurut temuan Jonathan, Darwin adalah salah satu anggota inisiasi perkumpulan rahasia, dan dia juga ikut dalam ritual-ritual kuno itu, serta pengetahuannya dibentuk oleh kearifan kuno.

Juga kearifan kuno mengajarkan pergerakan kehidupan manusia di bumi selalu ada kaitannya dengan pergerakan benda-benda langit. Sebagaimana juga sains dan agama mengakui sebagian dari itu. Hanya saja kearifan kuno dipenuhi narasi mitos.

Misalnya manusia memiliki energi bersumber dari matahari. Energi itu dipancarkan dan disimpan di dalam tumbuhan, hingga manusia memakannya. Tumbuh-tumbuhan juga adalah bahan baku obat-obatan, yang kesaktiannya terbukti bisa menyembuhkan pelbagai macam penyakit. Bisa juga melalui perantaraan hewan, yang memakan tumbuhan itu, kemudian hewan itu dimakan oleh manusia.

Maka dalam mitologi, sering dijumpai dua materi ini: matahari dan tumbuhan. Matahari diagungkan sebagai Dewa Ra. Namun perlu dicatat bahwa maksud awal dari penetapan ini lebih bermotif simbolik ketimbang dianggap sebagai sesembahan. Orang-orang kuno tahu bahwa matahari bukanlah Tuhan utama, karena ia juga tercipta. Hanya saja matahari adalah portal, tempat di mana energi bisa disalurkan. Sedang tumbuhan, selalu dijumpai pada banyak mitologi, berupa pohon-pohon aneh. Ini juga bisa jadi pertanyaan kita: mengapa dalam narasi kejatuhan Adam dan Hawa, mempersyaratkan suatu tumbuhan (pohon khuldi)?

Naskah kuno mengisahkan matahari memberi kehidupan melalui daun, sedang bulan melalui akar (terutama pada umbi-umbian). Ini kedengarannya baru: bulan bagi pertumbuhan umbi? Maka kearifan kuno seakan punya sains tersendiri. Contoh yang dikemukakan oleh Jonathan dalam bukunya ini adalah pengaruh planet venus bagi pergerakan garam di ginjal. Pergerakan venus mesti diketahui siklusnya dalam rangka pengobatan proses ginjal kita. Sebab letak benda-benda langit itu saja, sudah mirip dengan letak organ-organ dalam tubuh kita, demikian yang ditemukan dalam buku itu.

Dari mana pandangan-pandangan sains seperti ini berasal? Bukankah seharusnya orang-orang kuno itu fokusnya ke hal-hal mitos? Bukankah mereka kesulitan membedakan mana dunia nyata dan mana dunia gaib, dan semua menjadi tampak nyata?

Justru di sinilah hipnagogis itu hanya sekadar dugaan (karena seakan-akan demikianlah kenyataannya). Rupanya lebih dari itu, orang-orang kuno memandang yang gaib "lebih nyata" dari yang nyata. Agama dan sains sepakat bahwa yang nyata itu materi dan yang tidak nyata itu gaib. Tetapi versi ketiga ini lebih melihat gaib sesejatinya kenyataan.

Jonathan Black menggunakan Plato sebagai model ini, baik secara figur maupun pola pikir, bahwa meja yang ada di alam pikiran, itulah yang sejati ketimbang meja yang ada di depan anda. Meja yang bisa anda sentuh, tidak lain adalah realisasi dari meja yang ada di kepala pembuat meja.

Kelak cara pandang Plato inilah--yang kerap disimbolkan dengan "kehidupan di dalam goa"--menjadi titik pijak dimulainya narasi sejarah yang tersembunyi ini.

***

Bersambung ....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun