Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Sejarah Dunia yang Disembunyikan (1): Yang Rahasia, dan Ajakan untuk Mengimajinasikan Sejarah

15 Maret 2023   14:27 Diperbarui: 15 Maret 2023   14:34 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka dalam mitologi, sering dijumpai dua materi ini: matahari dan tumbuhan. Matahari diagungkan sebagai Dewa Ra. Namun perlu dicatat bahwa maksud awal dari penetapan ini lebih bermotif simbolik ketimbang dianggap sebagai sesembahan. Orang-orang kuno tahu bahwa matahari bukanlah Tuhan utama, karena ia juga tercipta. Hanya saja matahari adalah portal, tempat di mana energi bisa disalurkan. Sedang tumbuhan, selalu dijumpai pada banyak mitologi, berupa pohon-pohon aneh. Ini juga bisa jadi pertanyaan kita: mengapa dalam narasi kejatuhan Adam dan Hawa, mempersyaratkan suatu tumbuhan (pohon khuldi)?

Naskah kuno mengisahkan matahari memberi kehidupan melalui daun, sedang bulan melalui akar (terutama pada umbi-umbian). Ini kedengarannya baru: bulan bagi pertumbuhan umbi? Maka kearifan kuno seakan punya sains tersendiri. Contoh yang dikemukakan oleh Jonathan dalam bukunya ini adalah pengaruh planet venus bagi pergerakan garam di ginjal. Pergerakan venus mesti diketahui siklusnya dalam rangka pengobatan proses ginjal kita. Sebab letak benda-benda langit itu saja, sudah mirip dengan letak organ-organ dalam tubuh kita, demikian yang ditemukan dalam buku itu.

Dari mana pandangan-pandangan sains seperti ini berasal? Bukankah seharusnya orang-orang kuno itu fokusnya ke hal-hal mitos? Bukankah mereka kesulitan membedakan mana dunia nyata dan mana dunia gaib, dan semua menjadi tampak nyata?

Justru di sinilah hipnagogis itu hanya sekadar dugaan (karena seakan-akan demikianlah kenyataannya). Rupanya lebih dari itu, orang-orang kuno memandang yang gaib "lebih nyata" dari yang nyata. Agama dan sains sepakat bahwa yang nyata itu materi dan yang tidak nyata itu gaib. Tetapi versi ketiga ini lebih melihat gaib sesejatinya kenyataan.

Jonathan Black menggunakan Plato sebagai model ini, baik secara figur maupun pola pikir, bahwa meja yang ada di alam pikiran, itulah yang sejati ketimbang meja yang ada di depan anda. Meja yang bisa anda sentuh, tidak lain adalah realisasi dari meja yang ada di kepala pembuat meja.

Kelak cara pandang Plato inilah--yang kerap disimbolkan dengan "kehidupan di dalam goa"--menjadi titik pijak dimulainya narasi sejarah yang tersembunyi ini.

***

Bersambung ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun