Tak lama kemudian, terdengar olehnya suara gedebuk yang keras, disertai teriakan kencang seorang balita. Ia pun seketika sadar bahwa itu anaknya, yang ditugasi oleh istrinya untuk dijaga. Anak itu jatuh di tangga teras. Ia segera mengangkat anak itu, menggendongnya sambil mendiamkan. Anak itupun tertidur, capek dia menangis keras menahan sakit. Belakang kupingnya memerah, bekas terbentur di semen.
Ketika bangun mata anak itu melotot, hanya bisa melihat ke kiri. Tak lama kemudian kejang-kejang. Slamet panik bukan main. Pasti itu gara-gara benturan tadi, pikirnya. Ia seketika berlari-lari sambil menggendong anaknya mencari bantuan, layaknya Siti Hajar yang berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah, mencari air.
Namun Slamet tidak sedang mencari air. Ia mencari pertolongan. Mula-mula ia mendatangi seorang rumah dukun (bukan paranormal) yang bisa menyembuhkan orang sakit dengan pijatan. Siapa tahu sang dukun bisa memberi pertolongan pertama. Rupanya si dukun sedang tak ada di rumahnya.
Ia pun berjalan lebih jauh, dan sampailah ia ke puskesmas. Anak itu segera ditangani. Dokter menyuntikkan cairan ke paha anak itu. Tak lama anak itu tenang, tak lagi kejang, lalu tertidur pulas.
"Pak, tunggu sampai anak ini kencing, ya," kata dokter, "kalau air kencingnya keluar berarti dia baik-baik saja. Kalau tidak, berarti saya harus menyiapkan perawatan khusus."
Slamet lega akhirnya anaknya itu kencing. Setibanya di rumah, istrinya pun segera tahu apa yang terjadi. Ia mengingatkan Slamet dan ini sudah yang kesekian kalinya.
"Kalau mau membaca, cari waktu-waktu khusus lah, pa!"
Slamet hanya diam.
"Kan bisa kalau dia lagi tidur."
Slamet hanya diam.
"Lihat nih, kalau dia sampai geger otak, bagaimana?"