Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Evolusi Lanjut Umat Manusia: Dari Homo Sapiens ke Homo Deva

25 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 25 Januari 2023   07:14 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belknap mensyaratkan kita semua membantu kelahiran spesies baru ini. Kita sebagai orang dewasa yang menghadapi "anak-anak kita". Mereka adalah Homo Deva kita di masa depan. Namun banyak di antara mereka yang sedang sakit, sebagai manifestasi keadaan transisi spesies ini. Seperti autisme, asma, mabuk, kenakalan remaja, depresi, dan lain sebagainya, tidak lain itu merupakan bentuk kesenjangan antara apa yang dicontohkan oleh orang dewasa dengan nilai-nilai ideal yang ada di dalam kebudayaan kita.

Sebagai orang dewasa, bagi Belknap, kita mestinya memandang penyakit-penyakit anak-anak Homo Deva kita itu sebagai suatu sinyal. Ibarat burung kenari di lorong tambang yang akan berperilaku aneh, bahkan mati, sebagai tanda bahwa kondisi di bawah tanah sedang mengalami peningkatan gas beracun. Kesakitan anak-anak kita adalah sinyal bahwa kehidupan kita sedang tidak baik hari ini, maka perlu ada upaya penyembuhan.

Mengobati penyakit-penyakit itu tidak ada jalan lain, selain kita sebagai orang dewasa memberikan keteladanan, memperbaiki seluruh perilaku dan menyelaraskannya dengan norma sehari-hari. Ini sebagai manifestasi bantuan kita, Homo Sapiens hari ini, dalam membidani lahirnya Homo Deva secara besar-besaran di masa mendatang. Memang tidak secara seleksi alamiah, melainkan dibutuhkan perlakuan.

Bisa dipahami, konsep demikian lahir sebab Mary Belknap adalah seorang psikolog dan juga pendidik. Kehidupannya lebih banyak didedikasikan untuk menghadapi anak-anak yang beragam, sekalian dengan masalahnya masing-masing. Bermula di suatu waktu pada titik balik matahari 1981, ia mendaku mendapat pencerahan melalui seekor tupai malang yang mencoba menggali makanannya di bawah endapan es. Rasa kemanusiaannya membuatnya berpikir dan berandai-andai bahwa beginilah kira-kira kehidupan manusia. Lain hal jika semua orang lahir untuk saling menolong.

Pertanyaannya besarnya, apakah evolusi ini akan benar-benar terjadi (pada level spesies)? Bukankah keserakahan, keapatisan terhadap bencana ekologis, dan kesadaran palsu tetap saja terpelihara? 

Jika transisi dan kemudian evolusi dialami lebih sedikit manusia, yaitu hanya pada mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaan, ini tentu tidak dapat disebut sebagai evolusi ke-spesies-an. Mungkin bisa kita anggap sebagai perluasan wilayah di bidang kerja-kerja itu.

Namun jika Homo Deva akan lebih banyak, dan menyisakan pemilik-pemilik modal, pemimpin-pemimpin diktator, pejabat-pejabat korup, serta manusia-manusia rakus lainnya, kita anggap saja mereka sebagai spesies yang gagal berevolusi. Mereka tetap saja Homo Sapiens, yang ciri tubuhnya sama saja dengan Homo Deva, namun pikiran dan perasaannya sangat jauh berbeda.

Serta, inilah yang akan menjadi penambah  kebenaran bukti teori survival of the fittest, bahwa hanya orang-orang yang unggul dalam hal kreatifitas, spiritualitas, dan keilahian yang mampu berevolusi dari Homo Sapiens ke Homo Deva. Selebihnya berhenti dalam spesiesnya, bahkan punah.

***

Judul asli: Homo Deva: Evolution's Next Step
Judul terjemahan: Homo Deva: Tahap Lanjut Evolusi Umat Manusia untuk Memenangkan Masa Depan
Penulis: Mary Belknap
Penerjemah: Adi Toha
Penerbit: PT. Pustaka Alvabet
Tahun: Cet. I, 2019
Tebal: 386 halaman
ISBN: 978-623-220-038-8

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun