Stok Pangan dan Terganggunya Produksi Pangan
11 Komoditas pangan utama dan pokok  yang menjadi penyediaan, penyaluran dan stabilitas harga adalah beras, jagung, daging ayam, daging sapi, telur, minyak goring, gula pasir, cabai, cabai merah, cabai rawit, bawang merah dan bawang putih.
Data Kementerian Pertanian memperkirakan pasokan ketersediaan pangan strategis nasional untuk Maret-Agustus 2020, yaitu untuk beras tersedia 25,6 juta ton dari kebutuhan 15 juta ton. Sementara jagung memiliki ketersediaan sebanyak 13,7 juta ton dari total kebutuhan 9,1 juta ton; bawang merang tersedia 1,06 juta ton dari kebutuhan 701.483 ton; cabai besar tersedia sejumlah 657.467 ton dari total kebutuhan 551.261 ton.Â
Sementara daging kerbau/sapi tersedia sebanyak 517.872 ton (290.000 ton diantaranya berasal dari import) dari kebutuhan 376.035 ton; daging ayam ras tersedia 2 juta ton dari kebutuhan 1,7 juta ton dan minyak goring 23,4 juta ton dan kebutuhan nasional 4,4 juta ton.
Dari 11 komoditas tersebut hingga Agustus 2020 masih cukup ketersediaanya jika melihat antara perkiraan produksi dan stok akhir Mei 2020, hanya 2 bahan pokok dimungkinkan tidak mampu memenuhi kebutuhan yaitu daging sapi/kerbau dan bawang putih (ketergantungan dengan import dari china). Namun secara keseluruhan neraca kebutuhan pangan sampai Agustus 2020 aman dan tersedia dalam jumlah yang cukup.
Asumsi ketersediaan 11 pangan strategis nasional tersebut belum memperhitungan kondisi dan dampak global merebaknya Covid-19 yang hampir manjangkau seluruh dunia baik maju dan bekembang termasuk Indonesia sebagai negara agraris penghasil berbagai sumber pangan utama.Â
Efek yang paling dimungkinkan saat ini adalah terjadinya gangguan lalu lintas perdagangan terutama melalui ekspor dan impor pangan. Masing-masing negara lebih memilih membatasi aktivitas masuk dan keluar pangan karena berpotensi penularan dan konsentrasi mencegah dan melindungi warganya dari ganasnya Covid 19.
Berdasarkan data resmi pemerintah per 26 Maret 2020, bahwa sebaran Covid-19 telah menyebar ke 27 provinsi dengan jumlah total pasien positif tertular virus corona atau terjangkit covid-19 mencapai 893 orang; dirawat sejumlah 780 orang, meninggal 78 orang dan sembuh 35 orang.Â
Pasien sejumlah 893 tersebut tersebar di 4 provinsi utama yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur dan jika dicermati dari trendnya semakin meningkat ditengah keterbatasan tenaga medis dan Alat Pengaman Diri (APD) serta belum serempak dan tegasnya pemerintah untuk mengambil kebijakan Lock Down nasional.Â
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) melalui pernyataan resminya menghimbau pemerintah untuk segera memberlakukan " Lock Down"", namun pemerintah menjawab dengan "Karantina". Tentu ini kebijakan yang dikwatirkan banyak pihak terutama jika penyebaran Covid-19 ini meluas hingga ke perdesaan atau sentra-sentra produksi pangan di Indonesia kalaupun tidak masyarakat/petani mengalami kepanikan untuk berpoduksi karena situasi saat ini.
Pemerintah harus mencermati dan serius dalam membaca situasi tersebut karena erat kaitanya dengan ketersediaan pangan dan keberlanjutan produksi, pada saat yang bersamaan situasi transaksi mengalami gangguan karena kebijakan karantina dan menjaga jarak (pasar up normal). Hal ini selaian berimbas pada terganggunya aktivitas usahatani dan produksi, dimungkinkan terjadi penumpukkan barang/hasil panen yang berujung pada kerugian petani dan anjloknya harga.
Pada situasi demikian pemerintah dihadapkan pada 2 pilihan yaitu ketersediaan pangan domestik (impor) dan over produksi serta pendapatan petani karena permintaan menurun dan dimungkinkan harga komoditas pangan turun.
Perlukan Kebijakan Import?
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies Felippa Ann Amanta menyatakan, kebijakan impor merupakan alat yang strategis dalam rangka mengantisipasi dampak Covid-19 terhadap kondisi perekonomian nasional. Kebijakan pemerintah yang membuka keran impor untuk komoditas pangan merupakan kebijakan yang strategis yang memang perlu dilakukan saat ini. Selain untuk menekan dampak penyebaran Covid-19 terhadap perekonomian, kebijakan tersebut juga perlu dilakukan untuk memastikan ketersediaan komoditas pangan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri (Siaran Pers, 22 Maret 2020).
Menurut saya pilihan impor hanya diprioritasnya pada komoditas/sumber pangan yang memiliki potensi tidak tercapai produksi dan memiliki ketergantungan dengan negara lain terutama daging sapi/kerbau dan bawang putih, selain 2 komoditas itu justru pemerintah harus tetap meggenjot produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional dan mengambil momentum keuntungan untuk ekspor sebesar-besarnya dengan asumsi proses produksi sektor pertanian tidak dipengaruhi Covid-19 (petani).
Menghadapi situasi yang tidak menentu pada pada saat ini, maka diperluakan langkah cepat, cermat, taktis dan sistematis untuk tetap menjaga ketersediaan pangan dan pendapatan petani dengan tetap memperhatikan dan memastikan berjalanya rantai pemasaran produk pangan, baik melalui jalur domestk dan ekspor. Justru saat ini yang dikwatirkan petani adalah over supply atau menurunya permintaan pasar kota karena dibatasinya aktivitas pergerakan barang dan jasa.
Langkah Taktis Pemerintah
Jika mengacu dari data ketersediaan pangan dan kebutuhan secara umum terjadi surplus produksi, maka langkah yang ditempuh pemerintah pada saat ini adalah:
(1) meggenjot produksi dalam negeri seluruh komoditas terutama yang memiliki potensi mendongkrak devisa negara terutama sektor perkebunan, pangan dan hortikultura
(2) pemerintah menyipakan skenario jika target produksi tidak tercapai karena gangguan Covid-19 pada petani yaitu dengan melakukan operasi pasar atau memastikan ketersediaan stok pangan Bulog, sehinga jumlah import yang dilakukan berdasarkan kebutuhan/kekurangan domestik sehingga harga tidak terpengaruh
(3) membaca pergerakan penyebaran Covid-19 dan mencegah untuk tidak menerjang perdesaan/petani menjadi sangat penting. Untuk itu upaya tersebut dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi dan sinergi dengan kemeterian terkait terutama Kementerian Kesehatan. Data ini penting dalam upaya memetakan pergerakan Covid-19 pada sentra-sentra produksi. Petani harus mendapat isentif usaha taninya (input produksi), kepastian pasar dan asuransi terhadap kegagalan panen
(4) Kementerian Pertanian dan Perbankan serta Lembaga Kemanusiaan kredibel dan profesional melakukan kerja sama dan sinergi dalam menyiapkan dan menyediakan paket pangan untuk rumah tangga miskin dan daerah rentan pangan
(5) menghidupkan kembali program yang pernah eksis sebelumnya untuk skala rumah tangga dalam rangka memenuhi kebutuhan harian beruapa sayuran dan buahan melalui progam Kawasan Rumah Pangan Lestarai (KRPL) melalui pemanfaatan pekarangan rumah terutama untuk kawasan perkotaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H