Melihat ekonomi global saat ini, maraknya perdagangan antar negara seperti pembelian dan penjualan barang dan jasa. Ditambah dengan teknologi saat ini yang dapat memudahkan kita untuk bertransaksi secara online sehingga dapat mencakup Keseluruh negara didunia termasuk Indonesia  .
Nah, di Indonesia sendiri sudah ada undang-undang yang mengatur tentang pajak pertambahan nilai (PPN) .
Apa si sebenarnya PPN itu ?
Pajak pertambahan nilai (PPN) sebagai pajak atas kosumsi barang dan jasa merupakan salah satu jenis pajak yang berhubungan langsung dengan globalisasi, terutama ketentuan tentang perlakuan PPN atas ekspor dan impor.
Secara teori, perlakuan PPN seharusnya tidak mendistorsi (memelihara netralitas) kegiatan ekspor dan impor dalam bentuk tidak terjadinya pajak berganda atau bahkan tidak terjadi pajak sama sekali.
Pajak pertambahan nilai (PPN) atas impor dan ekspor barang di indonesia memiliki ketentuan yang jelas dalam UU PPN Â yaitu menerapkan prinsip destinasi dengan cara mengenakan PPN 0 % atas ekspor dan mengenakan PPN 10% atas impor.
Hal itu telah ditetapkan atau diatur dalam Undang-undang nomor 8 Tahun 1983 tentang pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang  Nomor 42 tahun 2009. Dan sehubungan dengan penyesuaian Tarif PPN dari 10 % menjadi 11 % yang mulai berlaku tanggal 1 April 2022 yang salah satunya disampaikan terkaitÂ
Penyesuaian tarif PPN merupakan amanat Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan (UU HPP). Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan.
Terkait dengan Pajak pertambahan nilai (PPN) Ekspor -- Impor di Indonesia memiliki peraturan yang diatur oleh dirjen pajak yang sekarang memiliki aturan baru terkait perlakuan PPN Ekspor- Impor BKP berwujud .
Dirjen pajak merilis peraturan mengenai perlakuan pajak pertambahan nilai (PPN) Atas kegiatan usaha di bidang ekspor dan impor barang kena pajak (BKP) berwujud.
Peraturan yang dimaksud adalah PER-07/PJ/2021 Terbitnya peraturan beleid ini untuk memberikan kepastian hukum serta kemudahan administasi dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan sehubungan dengan ekspor BKP berwujud bagi pengusaha kena pajak (PKP) dan impor BKP berwujud.
Dalam pasal 2 ditegaskan kembali PPN dikenakan atas ekspor BKP berwujud oleh PKP dan impor BKP. Pemberitahuan Impor barang (PIB) atas ekspor dan impor BKP berwujud dilaporkan dalam surat pemberitahuan SPT Â masa PPN. Â Adapun pengkreditan pajak masukan atas impor BKP berwujud, seperti ditegaskan dalam pasal 2 ayat (5) PER-07/PJ/2021, dilakukan PKP pemilik barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Â
CONTOH KASUS :
- NILAI IMPOR
PT SAFAUDIL MAJU BERSAMA mengimpor Barang dagangan yang termasuk kedalam BKP dari negara Korea Selatan, dengan nilai impor Rp. 50.000.000,- Pajak pertambahan nilai yang dipungut lewat Direktorat Jendral Bea dan Cukai bisa dihitung dengan cara :
Diketahui :
Tarif PPN = 11%
Nilai Impor = Rp. 50.000.000,-
Rumus : Tarif PPN x Nilai Impor
PPN : 11% x Rp. 50.000.000,- = Rp. 5.500.000,-
Maka, Pajak terutang yang harus dipungut oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai dari PT SAFAUDIL MAJU BERSAMA adalah sebesar Rp. 5.500.000,-.
- NILAI EKSPOR
Pengusaha kena pajak (PKP) kain batik yang berada di yogyakarta melakukan ekspor ke negara Jepang dengan nilai ekspor sebesar Rp. 30.000.000,- maka PPN yang terhutang atas kain batik tersebut adalah :
Diketahui :
Tarif PPN = 0%
Nilai Ekspor = Rp. 30.000.000,-
Rumus : Tarif PPN x Nilai Ekspor
PPN : 0% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 0,-
Maka, pajak pengusaha kena pajak (PKP) kain batik tidak memiliki PPN terhutang atas transaksi ekspornya , karena tarif PPN ekspor adalah 0% dari nilai ekspornya .
Nah, jadi kesimpulan yang bisa diambil dari artikel mengenai Pajak Pertambahan Nilai dalam kegiatan Ekspor Impor yaitu :
- Pajak Pertambahan Nilai sudah beberapa kali mengalami perubahan Undang-undang dan yang terbaru adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah menaikan tarif PPN secara bertahap, yakni 11% mulai April Tahun 2022 dan 12% pada beberapa tahun berikutnya.
- Dari kegiatan ekspor ke luar negeri dengan tarif 0% diharapkan menjadi semangat bagi Bangsa Indonesia untuk melakukan ekspor barang keluar negeri. Manfaat yang bisa kita ambil dari mengekspor barang ke luar negeri adalah terbukanya peluang pasar baru diluar negeri.Â
- Selain itu ini merupakan upaya untuk menumbuhkan investasi, meningkatkan devisa pada suatu negara, serta perluasan pasar domestik. Tentunya semua kegiatan tersebut akan sangat berdampak pada perekonomian suatu negara.
- Manfaat dari impor barang juga dapat memperoleh barang dan jasa yang tidak bisa dihasilkan oleh negara karena faktor geografis maupun keterbatasan lainnya selain memperoleh bahan baku kita juga dapat memperoleh teknologi modern yang belum ada di Indonesia.
Disusun oleh :
1. Â Mohamad Fauzi Nugraha
2. Sadriyah Nurfadillah
3. Salsabila
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H