Pengetahuan tradisional adalah bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Indonesia. Seni kerajinan, pengobatan tradisional, hingga ritus budaya, yang merupakan bagian dari pengetahuan tradisional mencerminkan kekayaan dan keunikan warisan bangsa yang diwariskan secara turun-temurun. Namun, tantangan globalisasi dan modernisasi menuntut upaya konkret untuk melindungi serta melestarikan pengetahuan tradisional dari ancaman klaim pihak asing dan eksploitasi yang tidak adil.
Memahami Pengetahuan Tradisional
Pengetahuan tradisional mencakup beragam karya intelektual berbasis komunitas yang diwariskan melalui generasi. Berdasarkan definisi dari World Intellectual Property Organization (WIPO), pengetahuan tradisional meliputi praktik, keterampilan, dan pengetahuan yang membentuk identitas budaya suatu komunitas tertentu. Contohnya meliputi tradisi pembuatan perahu Pinisi oleh masyarakat Bugis dengan teknik pembuatan tanpa paku, hingga ritual Kasada oleh masyarakat Tengger di Jawa Timur yang mencerminkan hubungan erat antara manusia dan alam, dengan melemparkan hasil bumi ke kawah Gunung Bromo. Selain itu, tradisi pengobatan jamu, dengan bahan-bahan seperti kunyit dan jahe, adalah bentuk pengobatan tradisional yang terus relevan hingga kini.
Kriteria yang membedakan pengetahuan tradisional mencakup beberapa aspek penting. Pengetahuan ini dihasilkan, dikembangkan, dan diwariskan dalam konteks tradisional serta mencerminkan identitas budaya komunitas tertentu, seperti teknik pembuatan pada suatu alat musik yang diturunkan generasi ke generasi. Keberlanjutan antar generasi ini menjadi esensial, di mana nilai-nilai budaya lokal tetap hidup dan dijaga bersama. Selain itu, pengetahuan tradisional sering kali bersifat kolektif, menekankan tanggung jawab bersama dalam pemeliharaannya. Semua aspek ini menunjukkan bahwa pengetahuan tradisional tidak hanya menjadi simbol identitas, tetapi juga memiliki nilai ekonomi yang mendukung kesejahteraan masyarakat adat.
Pengetahuan ini memiliki nilai strategis, baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya. Oleh karena itu, pelestarian pengetahuan tradisional tidak hanya berfungsi sebagai upaya mempertahankan warisan budaya, tetapi juga memberikan manfaat langsung kepada masyarakat adat yang mengelolanya.
Perlindungan Hukum dan Prinsip Kemanfaatan
Indonesia telah mengambil langkah-langkah hukum untuk melindungi pengetahuan tradisional, termasuk melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 13 Tahun 2017 tentang Data Kekayaan Intelektual Komunal. Prinsip kemanfaatan menjadi dasar utama pengaturan ini, dengan tujuan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat adat.
Menurut Teori Utilitas Jeremy Bentham, hukum yang baik adalah hukum yang memberikan kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Dalam konteks pengetahuan tradisional, ini berarti regulasi harus memastikan masyarakat adat dapat mengelola sumber daya mereka secara mandiri, mendapatkan keuntungan ekonomi yang adil, yang pada akhirnya membahagiakan mereka serta mempertahankan identitas budayanya.
Problematika Perlindungan Pengetahuan Tradisional
Meskipun memiliki kerangka hukum, perlindungan pengetahuan tradisional di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa kasus klaim asing terhadap warisan budaya Indonesia menjadi bukti nyata permasalahan ini. Pada tahun 1995, perusahaan kosmetik Jepang, Shiseido, mengajukan paten atas bahan jamu tradisional Indonesia tanpa izin. Meskipun akhirnya paten tersebut dibatalkan, kasus ini menunjukkan perlunya kewaspadaan dalam melindungi kekayaan tradisional.
Kasus lainnya terjadi pada tahun 2008, ketika motif "Batu Kali" pada perhiasan perak Bali diklaim hak ciptanya oleh perusahaan asing, meskipun motif tersebut merupakan warisan tradisional masyarakat Bali. Demikian pula, pada tahun 2019, Malaysia berhasil mendapatkan pengakuan UNESCO untuk Songket, yang sebenarnya merupakan warisan budaya Sumatera, khususnya Palembang. Masalah serupa dialami oleh Desak Nyoman Suarti, seniman perak Bali yang digugat di AS atas penggunaan motif Celuk, sebuah warisan tradisional masyarakat Bali.
Keris, sebagai simbol kebudayaan Nusantara, juga tidak luput dari klaim pihak asing. Beberapa keris khas Indonesia diakui oleh Malaysia dengan nama-nama yang mirip dengan aslinya. Globalisasi semakin memperburuk situasi ini dengan mempermudah akses pihak asing terhadap warisan budaya lokal tanpa adanya regulasi yang memadai untuk melindungi hak-hak komunal.
Solusi untuk Masa Depan
Untuk mengatasi problematika ini, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah edukasi masyarakat. Peningkatan pemahaman tentang pentingnya melindungi pengetahuan tradisional dapat dilakukan melalui pelatihan dan penyuluhan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Selain itu, pembentukan sistem pendataan yang komprehensif dan efisien harus menjadi prioritas untuk mencatat pengetahuan tradisional sebagai Warisan Budaya Tak Benda yang diakui secara global.
Kerja sama internasional juga perlu ditingkatkan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam melindungi hak kekayaan intelektual komunal. Dengan menjalin aliansi strategis dengan negara-negara lain, Indonesia dapat mencegah klaim yang tidak sah terhadap pengetahuan tradisionalnya. Prinsip kemanfaatan harus tetap menjadi pijakan, memastikan bahwa setiap langkah perlindungan membawa dampak positif bagi masyarakat adat dan bangsa secara keseluruhan.
Hormat kami,
Azriel Daffa Naufal Al Fuadi
Sadira Citra Andara Jamal
Christine K. P. Hutapea
Penulis
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI