Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Meriahnya 17 Agustus dan Kehidupan Masyarakat di Pulau Penawar Rindu, Belakang Padang

24 Agustus 2024   15:46 Diperbarui: 24 Agustus 2024   15:51 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perahu Layar Melewati Depan Pelabuhan dengan Latar Belakang Bengunan Tinggi Negara Tetangga Singapura. Dokpri

Bagian selanjutnya dari dua tulisan sebelumnya yang telah saya tulis, saya ingin menulis dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh semua pembaca. Mengurangi penggunaan kata ilmiah dan bahasa yang tidak mudah di mengerti dalam sebuah penulisan akan membuat pesan dari tulisan dapat dicerna dengan baik oleh pembaca.

Tulisan ini, sebagai media menyampaikan informasi tentang suatu tempat, kejadian atau suatu hal yang terjadi. Setidaknya, pembaca dapat dengan mudah melihat pesan yang disampaikan penulis meskipun masih terdapat banyak kekurangannya.

Kita lanjut lagi cerita tentang Pulau Belakang Padang, luas pulau ini kurang lebih 29,702 km2 menurut data yang dilansir Batamnews.co.id, Pulau ini menurut cerita teman-teman yang lahir dan tumbuh besar sebagai orang melayu, dan tinggal di kota Batam. Kita secara kebetulah di hari 17 Agustusnya sama-sama menyeberang ke Pulau Belakang padang. Kata mereka, Pulau Belakang padang punya banyak cerita rakyat, terutama tentang sejarah, dan orang-orang melayu, cerita bajak laut dll.

Selain itu, pulau belakang padang, yang sekarang orang menyebutnya pulau Penawar rindu ini, tidak hanya dihuni oleh orang melayu saja. Sebab, saya melihat beberapa perahu pompong yang bertulisan nama sebuah daerah di Sulawesi. Besar kemungkinannya, ada juga orang dari wilayah Sulawesi yang datang dan tinggal di pulau belakang padang.

Hal lainnya, yang saya temukan adalah orang Tionghoa, ini bukan lagi hal aneh bagi saya. Sebelumnya, saya pernah mengunjungi beberapa pulau kecil di Kepulauan Anambas, berbaurnya orang melayu dan orang Tionghoa di beberapa pulau kecil di Kepulauan Riau ini sudah bukan hal aneh. Jelasnya, mereka semua adalah warga asli Indonesia, dan setelah memastikan rasa penasaran itu, saya validasikan soal penghuni dari suku mana saja yang mendiami pulau Belakang Padang kepada bapak pengendara becak di obrolan pagi itu.

Tulisan Selamat Datang di Tempok Pembatas Air Laut Pelabuhan Belakang Padang. Dokpri
Tulisan Selamat Datang di Tempok Pembatas Air Laut Pelabuhan Belakang Padang. Dokpri

Benar saja, bapak pengendara menyebutkan 2 suku paling banyak mendiami pulau belakang padang adalah suku melayu, tionghoa. Untuk saat ini sudah banyak juga dari jawa dan Sulawesi dan pulau lainnya sekitar sumatera. Hal ini memperkuat dugaan saya sebelumnya dengan nama sebuah perahu pompong di dekat Pelabuhan bekalang padang yang bertuliskan nama suatu daerah yang ada di Sulawesi.

Seperti beberapa pulau lainnya, selalu dekat dengan cerita Sejarah yang kerap membuat banyak orang penasaran denga pulau-pulau kecil di daerah kepulauan riau ini. Pulau penyengat di dekat tanjung pinang misalkan, saya menyebutnya pulau Bahasa, sebab disana, ada makam pemilik gurindam 12 (Raja Ali Haji), saat itu saya juga berjiarah ke Makam Engku Hamidah.

Selama berkeling dengan becak sambil ngobrol bersama 5 orang tukang becak ketika ada waktu untuk istirahat sebentar, saya mengidentifikasikan beberapa hal penting dari yang mereka sampaikan. Saya melihat beberapa faktor yang mendorong pulau belakang padang menjadi kota tujuan wisata.

Pertama, tempatnya atau letak pulau belakang padang ini sangat strategis, hanya saja masih terdapat beberapa kekurangan seperti pada jabatan fungsional di kelurahan. Masih ada yang kosong, sehingga membuat mereka sedikit sulit jika mengurus keperluan administrasi seperti surat dan izin usaha. Itu menurut si bapak - bapak pengendara becak. Saya anggap ini merupakan faktor internal yang jika tidak diperhatikan, dapat juga menghambat perkembangan Pulau Belakang Padang sebagai Tujuan Wisata.

Sebelumnya, sekitar tahun 2019 masyarakat menurut keterangan bapak pengendara becak, mereka masih sedikit sulit untuk berkomunikasi. Jaringan untuk telephone dan internet memang sudah ada, tapi saat itu belum terlalu bagus. Sehingga untuk kepengurasan suatu hal di kantor kelurahan sedikit membutuhkan waktu dan bersabar. Menurut saya, ini merupakan faktor ekternal lainnya, sama halnya seperti masalah geografis. 

Aktivitas Pengunjung yang siap menyaksikan Lomba Perahu Layar 17 Agustus. Dokpri
Aktivitas Pengunjung yang siap menyaksikan Lomba Perahu Layar 17 Agustus. Dokpri

Selain itu, sebagian besar masyarakat disana menggantungkan kehidupan mereka dengan melaut. Artinya, faktor penyuplai ekonomi masyarakat tergantung pada pekerjaan melaut. Saya melihat, masih sangat sedikit untuk usaha jualan. Paling dekat dengan pelabuhan Belakang Padang adalah Ruko, akan tetapi setelah menyusuri jalan desa/keluarahan, jarang sekali saya melihat warung atau kios - kios kecil seperti di tempat lainnya.

Saya tidak terlalu pesimis dengan lambatnya perkembangan yang saya lihat, dan saya sangat - sangat yakin jika kemudian hari perkembangan Kota Batam juga akan memberikan dampak yang signifikan terhadap sejumlah pulau - pulau kecil di sekitarnya. Sebab Batam punya posisi yang sangat strategis secara geografis, berada di paling batas kepulauan Riau tetapi menjadi gerbang utama pertumbuhan ekonomi di kepulauan Riau. 

Selain itu, Batam berada dekat dengan negara tetangga Singapura, menjadikan Batam sebagai central transit terbaik yang sering di gunakan oleh para wisata dari luar. Jelasnya, secara potensial akan memberikan manfaat  untuk kehidupan di sekitarnya. Saya lebih senang menyebut Batam sebagai kota transit antara barang dan juga manusia. Kita lanjut lagi cerita 17 Agustus dan Pulau Belakang Padang.

Beberapa pulau lainnya punya banyak cerita yang menarik, di Pulau Belakang Padang sendiri menurut cerita bapak pengendara becak, dulu orang pembuat pantun yang mereka sebut pahlawan, sering mampir ke pulau ini. Sebelumnya pulau ini tidak memiliki penghuni. Dari orang berdatangan dan lama kelamaan mendiami pulau ini, terutama suku Melayu, dan sejumlah pedagang yang singgah.

Kepulauan Riau, ada banyak pulau dengan jejak Sejarah tersendiri, mungkin berdekatan dengan jalur sutra atau yang sering disebut Selat Malaka membuat beberapa pulau di Kepulauan Riau ini punya Masyarakat yang sangat heterogen. Saya belum tahu story menarik tentang Sejarah melayu di pulau ini, tapi sangat yakin dengan adanya hubungan antara Masyarakat dan perahu layer yang dilombakan pada 17 Agustus ini. Semoga ada catatan Sejarah yang dapat kita temui sebagai bagian dari kekayaan yang tersimpan rapi untuk menjaga keunikan Pulau Belakang Padang.

Kata Mbak dian, rekan waktu sama-sama menyeberang ke pulau Belakang Badang. Pulau Belakang Padang ini sebelumnya tidak punya penghuni, penghuni Pulau Belakang Padang ini berpindah dari suatu pulau lagi di dekat Belakang Padang, lebih dekat ke negara Singapura, namanya pulau Sambu. Hal ini memicu rasa penasaran saya, untuk tahu lebih jauh tentang pulau Sambu.

Mungkin di lain waktu, bisa mengambil kesempatan berkunjung ke pulau sambu dan memenuhi rasa penasaran dengan sekedar melihat atau mendengar cerita dari Masyarakat yang tinggal di sana. Sebelumnya, di perjalanan laut kami menyeberang dari Batam ke Pulau Padang, saya melihat banyak tangki minyak berukuran besar di pulau pulau kecil depan Batam, dekat dengan pulau belakang padang.

Rasa penasaran itu membuat saya Kembali bertanya pada Mbak dian, kata dia, sama halnya cerita Pulau Belakang Padang tadi, Masyarakat yang berpindah dari pulau Sambu ke Belakang Padang ini, karena di pulau Sambu ini punya pangkalan minyak. Mendengar cerita mbak dian, saya berpikir kalau beberapa pulau kecil sekitar sini, kemungkinan menjadi pangkalan minyak masa pendudukan Belanda saat itu.

Perahu Layar Melewati Depan Pelabuhan dengan Latar Belakang Bengunan Tinggi Negara Tetangga Singapura. Dokpri
Perahu Layar Melewati Depan Pelabuhan dengan Latar Belakang Bengunan Tinggi Negara Tetangga Singapura. Dokpri

Mbak dian juga meneruskan ceritanya tentang nama pulau Belakang Padang dengan tutur melayunya, nama Belakang Padang ini konon karena pulau ini berada di belakang pulau sambu. Saya butuh memvalidasi informasi Mbak dian tentang nama dari Pulau ini. Orang menyebutnya pulau belakang padang, dalam Bahasa melayu, padang adalah menunjukkan sebuah tempat, lingkungan atau semacam Lokasi. Sedangkan kata belakang ini di pakai karena letak pulau belakang padang ini berada di belakang pulau Sambu. Setelah itu, Saya validasi lagi untuk beberapa artikel tentang ini, dan hasilnya sama seperti yang dijelaskan Mbak dian.

Dari cerita Mbak dian dan bapak pengendara becak kurang lebih punya Kesimpulan yang sama, bahwa sebelum beberapa suku mendiami pulau belakang padang, paling banyak adalah suku melayu dan orang dimasa kolonial Belanda. Sebab pulau Sambu dan Pulau Belakang padang seperti hunian orang dari pangkalan minyak masa penjajahan atau bahkan sebelum itu, orang -- orang yang berdagang dan singgah sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan mereka.

Saya hampir lupa cerita tentang 17 Agustus, hari itu cuaca tidak terlalu cerah. Pas kami tiba di Pelabuhan Sekupang, pagi hari masih sangat cerah sampai perjalanan menuju pulau belakang padang. Dari jauh sebelum berlabuh di Pelabuhan Belakang Padang, saya lihat banyak sekali bendera, dan atribut perayaan 17 agustus. Merah putih dan bendera Pelangi, ada juga panggung menghadap ke laut.

Ternyata, 17 Agustus di pulau padang sangat unik dan menarik banyak pengunjung. Bagaimana tidak, lomba perahu layar jarang sekali kita lihat di tempat lain, bukan berarti tidak ada, hanya saja di belakang padang sedikit berbeda. Perahu itu menurut cerita seorang yang saya ajak ngobrol di Lokasi, tepatnya di jembatan kayu dekat Pelabuhan, kata dia, perahu itu mengelilingi pulau.

Saya tidak tahu pasti, apakah benar yang di sampaikan si bapak itu, yang menjadi fokus saya di pagi itu adalah warna Layar, kita seperti terjebak di dimensi warna. Langit yang mulai gelap karena mendung, latar belakang perahu yang berlayar disisi kiri Pelabuhan dengan menampakan bangunan tinggi dari negara Singapura. Hal ini yang mungkin membuat banyak orang datang untuk melihat dan menyaksikan keramaian agustus di pulau belakang padang dengan pemandangan indah negara tetangga.

Apalagi, belakangan ini. Pemerintah Batam dengan gencarnya membangun dan melengkapi sarana prasarana terutama pelabuhan dengan tujuan menjadikannya sebagai tujuan wisata. adanya upaya dari pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat di Pulau Belakang Padang.

Kurang lebih 30 menit sebelum hujan mulai menyirami permukaan laut dan membuat semua orang harus mencari tempat teduh, perahu layer itu seperti menyibak samudera yang gelap karena kahujanan, saya sendiri juga sibuk mencari kopi kedua untuk sekedar hangatkan perut.

Memilih untuk mampir di salah satu stand yang jualannya indomie rebus dan juga kopi saset. Satu gelas kopi, menambah heningnya hujan. Tidak ada pengunjung yang bersuara, ditengah guyuran hujan, suara sound system pantia lomba semakin memecahkan konsentrasi dengan mengomentari warna perahu layar yang saling mengelabui satu sama lain di depan pelabuhan.

Ibu penjual kopi sibuk membuat kopi pelanggan lain, mengurus anaknya yang masih 2-3 tahun yang sudah berdansa dengan genangan air hujan. Atap stand dari terpal sudah mulai menampung banyak air, terlihat si ibu sangat sangat sibuk. Sound system semakin keras suaranya, hujan lebat, setengah dari celana hingga batas betis sudah mulai basah.

Tidak terlalu peduli dengan hujan dan kerasnya suara sound system, yang saya peduli hari itu hanya kopi dan salah satu stand di depan saya, di balik kerumunan orang mencari perlindungan dari hujan, si abang yang punya stand masih lincah mengoles kuas dan tinta airnya pada sebuah lukisan, dengan diameter papan berlatar putih kira -- kita 2 meter.

Saya tidak melihat objek nyata dari lukisan abang itu, hanya cat air yang di tuang acak lalu biarkan menetes, setelah itu dengan lincah tangannya menggunakan kuas mengaris secara dramatis semacam aliran abstrak dengan versi modernnya. Hal itu yang membuat saya sangat tertarik dan semakin memperhatikannya sedikit lebih lama.

Tiba-tiba hujan reda, lomba masih berlangsung meriah, perahu layar sudah finish, lomba berikutnya adalah perahu pompong. Genangan air begitu membuat orang harus menggulung bagian kaki dari celana mereka. Ada beberapa artis lokal dan sejumlah pengunjung yang datang, kemungkinan ada acara malam setelah lomba perahu layar.

Mbak dian dari jauh melambaikan tangan, isyarat kami harus menuju Pelabuhan, bukan untuk Kembali ke Batam. Kami mencari tempat makan, mereka dengan riang menceritakan momen asyik yang mereka dapati, saya mendengar dengan baik apa yang mereka cerita. Setelah kami makan di salah satu tempat makan dekat Pelabuhan, kurang lebih pukul 16.40 wib, kami kembali ke batam dengan menggunakan perahu pompong.

Suatu waktu, jika kembali lagi berkunjung ke pulau belakang padang, saya ingin menyempatkan diri untuk wisata Sejarah. Saya pikir, Sebagian besar pulau - pulau kecil di Kepulauan Riau ini menyimpan banyak cerita dan kekayaan Sejarah yang tetap menjadi abadi, seperti cinta dan senyum orang-orang melayu. Sampai jumpa lagi, Pulau Penawar Rindu, Belakang Padang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun