Ini masih tentang petisi lockdown masyarakat sipil yang berapa hari ini bisa dibilang trending di beberapa media berita. Dati 150 sampai sudah mencapai 1.500 kurang lebihnya trelah bersedia melakukan inisiasi petisi untuk meminta Presiden RI Joko Widodo segera melakukan karantina wilayah (lockdown)
Lumayan lah sudah mencapai 1.500 orang dan bahkan jumlah ini terus bertambah atas ketersediaan dan dukungan masyarakat sipil. Sebelumnya sudah saya ngoceh receh sedikit soal petisi dan ugal-ugalan kita sebagai masyarakat sipil terkait tidak patuh pada kebijakan pemerintah dalam hal kesehatan
Tema ngoceh receh kali ini, ada udang di balik batu sengaja saya angkat karna bukan diskriditkan hal terkait tujuan baik masyarakat sipil melakukan petisi, malainkan perihal kemarin kita ogah-ogahan, acuh-acuh saja dan bahkan ada yang sempat menolak beberapa kebijakan pemerintah
Toh, sekarang kita pula yang menggalang kekuatan untuk petisi lockdown, sama halnya dengan menjilat ludah sendiri, yah sederhananya demikian.
Saya bukan tidak sepakat atau tidak setuju dengan petisi ini, hanya saja saya sedikit heran saja dengan tingkah aneh kita sebagai masyarakat sipil yang ugal-ugalan tidak pernah peduli denga sejumlah aturan pemerintah
Sebelumnya, sejumlah kebijakan terkait kesehatan ini sudah resmi dikeluarkan pemerintah, mengapa kita tidak patuhi, seriusi, bantu pemerintah untuk panjangkan tangan kebaikan mereka. Rame-rame kemarin kita mudik ke kampung, melawan kenijakan larang mudik
Sekarang ketika booming angka covid-19 melonjak, kita teriak pemerintah harus lockdown. Kita ini bagaimana sih? Pemerintah harus bagaimana?
Katanya petisi ini datang dari inisiasi masyarakat sipil dari berbagai latar belakang. Dari poin-poin petisi yang dicermati, isinya lebih kerucut pada keresahan tenaga kesehatan. Seperti keluhan yang tidak sempat disampaikan selama pandemi dan cara terbaik menyampaikan adalah dengan melakukan petisi
Atau memang asumsi saya ini salah, anggapan kurang lebih 1.500 orang yang telah menandatangani petisi ini sudah berpikir secara matang sehingga lockdown adalah kunci yang harus segera dibuka oleh Presiden untuk memutuskan mata rantai penyebaran covid-19 biar tidak bertambah parah
Saya pikir semua yang dipikirkan, yang dituang dalam petisi sudah semuanya dipikirkan pemerintah jauh semenjak hari pertama wabah covid-19 mulai tersebar di negara kita. Kita saja yang terlalu sempit pikiran untuk menerima keterangan dari pemerintah
Pemerintah Indonesia secara kelembagaan adalah organisasi besar, di dalamnya berisi individu-individu bagian dari masyarakat sipil. Disukung dengan kompetensi dan kemampuan lainnya mereka bekerja untuk publik, dan mereka juga manusia yang sama seperti kita masyarakat sipil lainnya
Ingin bebas, pandemi ini cepat usai, kerja normal, ekonomi stabil dan hal lainnya. Semua sudah terpikirkan. Pejabat publik istilah poltisnya, berpikir untuk tanggungjawab kepada seluruh masyarakat indonesia itu tidak semua menyeduh kopi
Semua yang kita bicara hari ini, dalam beberapa kali kebijakan berapa tahap kemarin sudah terwakilkan. Lagi-lagi kita acuh dan sekarang terkaget muali menggalang petisi.
Petisi digalang karena peningkatan angka covid-19 beberapa hari ini mencapai 12 ribu lebih bisa jadi mencapai angka 13.00. saya melihat relawan lapor covid-19 punya perjuangan besar dalam hal petisi ini.
Tercover sejumlah daerah dengan angka covid-19 yang melonjak maka petisi online menjadi salah satu jalan terbaik untuk menuntaskan atau setidaknya menekan angka 12 lebih ini tidak naik mencapai level tingginya di angka 13 ribu
Petisi ini dibuat karena emergency, nilainya sama seperti kebijakan kesehatan yang dikeluarkan pemerintah dari pusat hingga daerah pada waktu sebelum-sebelumnya.
Kita pakai sedikit logoka standar misalkan petisi itu baru bisa disepakati Presiden RI kita jua memenuhi syarat 50% + 1 dari total masyrakat sipil di negara kita. Angka 1.500 mungkin membutuhkan satu tahun kedepan untuk Petisi bisa disepakati Presiden RI
Tetapi pemerintah tidak melakukan atau memberlakukan standar resmi seperti itu, pemerintah membuka lebar telingan merak dan mendengarnya, apa saja keluhan kita sebagai masyarakat sipil. Hal apa saja yang masyarakat sipil inginkan
Kita inginkan adalah pemerintah sepakati petisi itu, sebaliknya kemarin pemerintah ingin kita patuhi sejumlah regulasi dan atau kebijakan kesehatan yang mereka sodorkan ke publik. Ternyata kita lalai dan tidak melakukan itu
Namun, apakah pemerintah kita mengeluh? Tentunya tidak pernah. Yang ada, pemerintah berusaha menemukan metode baru, cara-cara terbaik yang baru untuk sodorkan lagi bahwa ini loh jalan semestinya agar covid di negera kita cepat usai
Apakah itu semua kita patuhi dengan baik, kita turuti, yang ada sebagian dari kita merasa terpaksa dll dll dan memilih untuk terus melakukan aktivitas seperti biasa.
Saya tidak bicara sejauh mana kesiapan pemerintah kita tida-tiba sepakat dengan petisi dan lockdown diberlakukan. Kematian di kasus covid ini tidak labih tinggi ketika angka kematian orang kelaparan dan saling bunuh setelah tidak berdaya karena lockdown di berlakukan
Artinya, kesiapan yang harus disiapkan negara ini apakah cukup? Apakah semua fasilitas untuk menggantikan kemacetan hidup terjadi ditengah masyarakat sipil sudah disiapkan dan banyak hal.
Enaknya kita sebagai masyarakat sipil menuntut pemerintah tanpa berpikir pemerintah harus menyiapkan banyak perangkat untuk sebuah kebijakan yang nasibnya ditanggung juga oleh pemerintah. Kita egois dan terlalu tega untuk hal seperti ini
Benar, kesehatan publik kita terancam. Pemerintah harus secepatnya pacu cara pikir untuk dapat solusi, padahal beberapa poin kebijakan yang dikeluarkan sebelumnya adalah bagian dari jalan untuk menuju kesehatan publik tapi sayang sudah kita abaikan.
Secara spesifik, saya tertarik dengan bunyi petisinya " Semakin Bapak (Presiden) menunda tindakan yang tegas, semakin besar dampak yang harus ditanggung". Sekarang lihat kurang lebih 10 poin isi dari petisinya dan menjamah lebih jauh tentang beberapa kebijakan yang sudah secara resmi pemerintah kita lakukan diwaktu sebelumnya.
Jokowi harus arif dalam menggunakan wewenang, itu kurang lebih isi petisi. Bertindak cepat dan konsisten, pasti serta efektif dan terkoordinasi semua lini pemerintahan baik dari pusat sampai daerah. Meminta pemerintah jangan dulu pusingkan masalah ekonomi, investasi dan infrastruktur. Focus dulu masalah kesehatan.
Semoga saja dari petisi ini kita ambil hikmahnya, bahwa ternyata tidak mudah melegalkan sesuatu dengan kemauan kita sendiri. Keputusan-keputusan yang diambil tentunya memiliki resiko dua sisi, untuk pemerintah dan untuk rakyatnya (masyarakat sipil)
Pertanyaannya, apakah kita siap menerima resiko itu jika lockdown dijadikan sebuah kebijakan legal dan harus di petuhi kita semua dengan menerima segala bentu efeknya. Jika ada yang melawan maka sama halnya dengan melawan kebijakan negara dan layak dihukum?
Tuntutan kita bisa iya berefek untuk cara pikir pemerintah, tetapi belum tentu berefek untuk tindakan karena tidak semudah membalik telapak tangan untuk melegalkan sebuah kebijakan tanpa pertimbangkan banyak hal.
Kembali lagi pada petisi, poin lainya tentang sistem penangan gawat darurat yang menjadi desakan agar Jokowi memperbaikinya. Selain itu. Prehospital care, rujukan fasilitas pendukung lainnya merupakan focus poin dalam petisi
Isi poin lainnya adalah tentang ketegasan sanksi setelah melakukan lockdown, dan juga pemerintah harus mendukung masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial. Saya pikir nanti kita keliru masala. Jika nanti bantuan sosial datang dari kta sesama masyarakat sipil ya fine, tidak masalah.
Tetapi akan salah duga kalau kita berharap uluran tangan dari pemerintah untuk dapat menyambut tangan kita ketika kita butuh bantuan sosial dari pemerintah. Saya pikir ini menjadi poin pertimbangan bahwa apaka pemerintah negera ini sudah siap mengulurkan tangan kepada kita dalam keadaan ekonomi lagi ngos-ngosan seperti ini
Karena jika lockdown diberlakukan, tentunya ekonomi kita sangat kaget. Ini yang menjadi ketakutan bersama semestinya. Kalo ekonomi negara koleps, masyarakat sipil bisa apalagi selain menerima nasib krisis yang terjadi
Pemerintah layak pertimbangkan itu semua demi kebaikan rakyatnya, yang kedua tentang kesehatan bersama adalah focus pemerintah disamping memikirkan bagaimana biaya hidup rakyatnya jika lockdown diberlakukan esok hari.
Isi poin petisi yang lain menekankan soal meningkatkan tas lacak (identivikasi) sebaran virus dengan cara terbaik serta pembatalan sekolah tatap muka dan juga percepat vaksinasi. Selanjutnya tentang transparansi pemerintah atas data kasus kepada publik.
Masyarakat sipil ingin tahu sejauh mana data akurat tentang perkembangan kasus covid-19 ini biar publik tidak abaikan protokol kesehatan, selain itu ada juga tuntutan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan.
Sebab sebagian oknum dengan sengaja abai terhadap hal ini, poin petisi ini yang menjadi focus saya. Tetapi, sekali lagi warning. Dibalik dari kelurhan semacam ini jangan sampai (ada udang dibalik batu). Artinya ada yang berkepentingan untuk realisasi hal ini sehingga nilai dari poin ini akan luntur sebagai tuntutan sesungguhnya.
Menuju pada isi poin terakhir yang jadi tuntutan adalah ketepatan tindakan Presiden RI dalam hal ini pemerintah negara indonesia. " saatnya menyelamatkan bangsa Indonesia. Karena setiap nyawa adalah harga yang tidak dapat dibayarkan" ini bagian penutup dari isi petisi
Garis bawahi setiap nyawa adalah harga yang tidak terbayarkan. Kemarin kebijikan berapa tahap yang kita lalai, kita acuhkan, kita tidak peduli. Apakah kita berpikir tentang harga dari sebuah nyawa ini. Mudik kita lewat jalan tikus ketika jalan umum dilarang.
Tapi entahlah, setiap nyawa adalah harga yang tidak dapat terbayarkan ini benar. Semoga saja, presiden kita sangat bijak dalam merespon hal ini (petisi) dan tidak salah dalam mengambil keputusan. Saya hanya sedikit takut saja, bahwa pemerintah selalu salah, itu pikiran masyarakat sipil. Bagaimana tidak?
Kesehatan negara kita, kesehatan masyarakat kita, kesehatan publik kita sekarang dalam keadaan kritis. Pemerintah katanya belum maksimal bekerja. Yang saya takut, dari tuduhan-tuduhan tidak maksimal kerjanya pemerintah ini berujung pada teriak (Turunkan). Ini hanya ketakutan saya karena belakangan ini, saya pikir melihat banyak yang terkesan sangat responsif terhadap pemerintah yang katanya lamban ini.
Demikian, semoga bermanfaat !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H