Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

"Ineffective Policy", Narasi Sebuah Kebijakan (Seri I)

14 Mei 2021   09:17 Diperbarui: 14 Mei 2021   10:32 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini menjadi problem baru dari semenjak aturan larangan mudik itu berlaku. Kita kantongi dua poin, pertama kebijakan larang mudik ternyata ada narasinya menyempitkan ruang gerak masyarakat (menurut sebagian orang) dan kedua, tidak ada jaminan praktik dalam fasilitas pelayanan kesehatan yakni pemudik diberikan kemudahan dengan menunjukkan surat keterangan hasil tes kesehatan. Maksudnya, kebijakan atau aturan larang mudik ini mestinya merupakan regulasi yang singkron dengan pelayanan kesehatan ditengah-tengah masyarakat 

Cotrolnya pemerintah secara masif terhadap swasta ataupun fasilitas pemerintah dalam hal praktiknya, sehingga tidak ada praktik yang merugikan baik pemerintah ataupun masyarakat. Maksudnya, kalaupun hasil tes yang didapat dari sejumlah tempat dengan sistem bayar, dan misalkan ada oknum yang benar-benar melakukan praktik tidak sejalan dengan prosedur kesehatan yang sebenarnya, siapa yang disalahkan?

Sistem bayar adalah sistem yang sangat-sangat salah untuk pelayanan masyarakat. Logika sederhanya begini, kalau ada masyarakat yang hendak melakukan tes, memiliki uang lebih dan satandar untuk satu kali tes antigen atau GeNose adalah 250-300 ribu rupiah. Beracuan pada poin pelanggaran dendanya 100 juta per orang tertentu dan jika ada fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak benar-benar melayani dengan baik. Artinya ada praktik mafia. Orang bisa dapatkan satu hasil tes tanpa tes dengan mengeluarkan 1 juta rupiah belum terlalu rugi di banding harus didenda 100 juta jika melanggar kebijakan larangan mudik

Kehati-hatian pemerintah dalam hal ini masih minim, disinilah tuntutan untuk menganalisa jauh lebih kedalam bahwa fasilitas pelayanan kesehatan seharunya milik pemerintah, melayani tes antigen dan GeNose untuk masyarakat secara gratis jika ingin mudik lebaran sehingga control untuk kesehatan secara nasional ada pada satu poros kebijakan dan paket pengontrolannya.

Logika Kebijakan Tidak Ampuh

Selain aturan (kebijakan larang mudik) diatas tentunya berlaku untuk mudik menjelang dan pasca ramadhan. Realitasnya dapat kita simak sendiri, kemarin pemerintah seketat apapun mengawal kekuatan regulasi ini, pada akhirnya sebagain pemudik dapat mudik juga. Disini kira-kira apa jawabannya?

Kekacauan logika dari sebuah kebijakan terlihat sangat jelas, pengamanan sebuah regulasi tidak maksimal. Sekuat apapun memaksakan itu, masih ada pemudik yang berhasil sampai juga ke rumahnya. Disini saya tidak menyelahkan masyarakat atau pemerintah. Ini hanya sebuah logika kebijakan yang tidak ampuh. Mengapa demikian?

Sanksi 100 juta ternyata tidak dapat memperkecil nyali pelanggarnya. Disini dapat kita simpulkan bahwa rasa ingin pulang, kebahagiaan, berkumpul dengan keluarga adalah rasa yang sangat besar dan dapat membunuh dengan sadis poin sanksi 100 juta. Apa yang yang disangkal lagi oleh pemerintah? Kenyataannya ada yang berhasil mudik untuk bisa lebaran, poin kedua dari kekacauan ini adalah regulasi itu tidak kuat adanya.

Bersusah payah pemerintah mengawal regulasi ini, apakah memang benar sudah susah payah? Sebagian orang bisa mudik, jalan tikus dan sejumlah cara hingga sampai ke rumah merupakan bukti nyata bahwa pemerintah tidak mampu merealisasikan aturan ini dengan ketegasan. Belum lagi masalah lain ketika arus balik mudik pasca lebaran. Artinya, kegagalan mengawasi dan mempertegas aturan ini kok Pemerintah berulang-ulangkali gagal.

Maksudanya, jika pun regulasi ini sangat kuat mestinya pemerintah berhasil mengawal dengan tegas tanpa ada satu pun pelanggaran. Tidak ada yang bisa mudik secara ilegal baik menjelang dan pasca ramadhan ini. Jadi, ketidak mampuan mengawal regulasi ini menambah deretan problem di pemerintahan kita tercinta ini. Artinya, pemerintah harus mengevaluasi seluruh stakeholder terkait untuk kepentingan kesehatan, kerja untuk rakyat dan kepentingan indonesia secara menyeluruh.

Dirilis Regional.kontan.co.id ada aturan tambahan selain aturan larang mudik 2021 yang berlaku 6-17 mei. Aturan tambahannya adalah pengetatan perjalanan berlaku mulai 22 april-5 mei dan 18 april-24 mei 2021. Artinya, selama 6 mei sampai 17 mei 2021 itu tidak bisa mudik sama sekali dalam pengecualian bisa menunjukkan keterangan hasil tes kesehatan sebagaimana sebelumnya telah disebutkan diatas. Seterusnya 18 mei sampai 24 mei mempertegas bahwa tidak ada yang bisa mudik di ketentuan tersebut. Lalu, kenyataannya bagaimana sekarang ini? Lihat saja sendiri !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun