Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dampak PHK dan Berhentinya Operasi Gerai Pusat Perbelanjaan

24 Oktober 2017   18:15 Diperbarui: 25 Oktober 2017   09:12 5495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi : Pemerikasaanpajak.com

Ramai dibicarakan paska berita penutupan satu pusat perbelanjaan menyusul Matahari, Ramayana dan Sevel Eleven pada tahun ini. Menjadi wacana serta ketakutan terhadap membengkaknya kantong pengangguran di Indonesia. Lottus Departemen Store dikabarkan akan mengambil langkah yang sama, menutup satu Gerai utamanya di MH Thamrin pada kamis tanggal 26 Oktober tahun ini. 

Tahun ini, beberapa skala bisnis yang sama terlihat disaingi oleh bisnis online hingga menyeret beberpa pusat belanja sampai pada tingkat serius menghentikan operasinya. Belum lama ini kita telah dikabarkan tentang banyak hal baik PHK dari sejumlah perusahaan industri dan penutupan pusat perbelanjaan yang akan berdampak pada kehilangan kerja dan bertambahnya jumlah pengangguran di Indonesia. 

Kita bisa bayangkan, kedua hal ini adalah paling riskan ditahun 2017. Para tenaga kerja di beberapa industri kehilangan kerja setelah di PHK, dan sejauh ini bukan kabar baik untuk negara dan masyarakatnya. Ditambah problem pusat belanja di beberapa tempat akan menutup atau menghentikan operasi, entah alasan kolaps atau lain yang berujung sama dengan PHK. 

Pada beberapa laman berita, penutupan pusat belanja yang dilakukan masih pada problem yang sama. Bahwa daya beli masyarakat terjun bebas pada batas paling bawah. Hal ini terkait dengan pola konsumsi masyarakat di era modern. Hingga 2 atau 3 tahun terakhir sebelum 2017, setidaknya posisi daya beli masyarakat masih bisa dibilang baik dan meningkat meskipun pada 2015 ada juga beberapa pusat belanja dibeberapa kota besar mengambil langkat yang sama seperti tahun ini, menghentikan operasinya. 

Kabar buruk untuk negara ini dalam menanggapi imbas dari dua perkara yang akan menambah daftar pengangguran pada tahun 2017 dan tahun akan datang. Sedangkan perkara bisnis yang skalanya sama seperti Lottus Departemen Store adalah bukan pada bagaimana meningkatnya persaiangan, tetapi lebih pada bagaimana pengelolanya membawa nasib bisnis ini hingga tidak lagi terjadi pengangguran kalau pekerjanya akan diperhadapkan dengan keputusan sejalan seperti yang dilakukan oleh bisnis lain. 

Orang dari pihak mana pun akan melakukan analis atau sekedar menduga-duga dengan imbasnya kedepan. Selain banyak faktor sebagai penyebabnya, faktor inti yang paling dominasi hal ini terjadi adalah persaiangan dalam bisnis online. Menujual produksi dengan cara online sedang tren didunia bisni. 

Zaman digital ini, banyak membawa perubahan ditubuh organisasi bisnis konvensional. Kita lihat beberap hal mendasar tentang kehadiran bisnis online. Semua yang dikerjakan serba otomatis, mungkin kehadiran zaman digital juga mengubah cara kerja secara komputasi menjadi bagian terpenting dari pemicu PHK dan Berhenti beropersinya beberapa pusat belanja yang saya maksud diatas. 

Hal yang sama terjadi seperti permulaan revolusi industri, kehadiran mesin-mesin dan teknologi akan menggantikan posisi kerja manusia pada suatu perusahaan. Meskipun tidak semua digantikan dengan mesin, tetapi kurang lebih dari 40-45% tenaga kerja diancam kehilangan pekerjaan pada waktu bersamaan setelah perusahaan menggunakan telnologi. 

Efek dari kedua hal di atas, kalau kita saat ini tidak mengikuti perkembangan pemberitaan, akan tidak pernah menyangka dengan hal demikian. Kita kiranya baru akan tersadar manakal persentase angka pengangguran dan kemiskinan dari lembaga terkait dinegara ini dirilis. 

Sebagian dari kita bisa jadi beranggapan bahwa hal di atas adalah biasa dan umum, tetapi bagi pihak tertentu utamanya pengusaha, pemerintah dan pemangku kepentingan akan melihat hal diatas dalam satu paket perubahan yang sangat signifikan terhadap banyak perkara. 

Awal 2017 imbas perkara kedua di atas sudah terasa. Dari sejumlah PHK dan operasi beberapa bisnis perbelanjaan di kota-kota besar menampikkan wajah sungut pada perubahan, utamanya pengunjung dan daya beli masyarakat. Mungkin berbeda dengan PHK dari beberapa industri, para pekerja langsung mendapatkan nasib yang tragis. Kita lihat lebih jauh lagi persoalan dampak dari kedua hal ini. Tentang pertumbuhan ekonomi di negara kita makin melambat, bahkan sampai pada tingkat yang cukup menjadi perhatian pemerintah. Antara komoditas ekspor impor lambat laun berikan signal ekonomi kita dalam tanda tanya besar. Merangkak atau berjalan ditempat. 

Seluruh aktivitas bisnis di kota besar seperti Bandung, Surabaya, Depok dan Bogor dengan sendirinya akan mendapatkan hal yang sama. Persaingan kian meningkat dalam hal bisnis, itulah mengapa beberapa waktu lalu terjadi PHK dan hingga kini beberapa gerai pusat belanja dikabarkan akan menyusul Matahari dan Sevel Eleven. 

Sejumlah analisis menaruh ini merupakan sebuah problem yang kompleksitas sebab imbasnya sangat terasa. Imbas yang lebih besar lagi kita lihat pada dinamika sosial masyarakat kalaupun pengangguran tidak lagi dapat dihindarkan. Maksudnya indonesia saat ini kritis ekonominya. Ribuan pekerja yang kehilangan kerja dari sejumlah industri paska PHK belum bisa move on terhadap perkara yang mereka hadapi, pengusaha belum tersadar dengan pesatnya persaingan dan lain-lain. 

Dari kesemuaannya itu terdata dalam jumlah yang bukan sedikit, jelasnya kesulitan mendapatkan kerja memicu juga ruang konflik ditengah kehidupan yang penuh dengan perkembangan teknologi pada saat ini. 

Pekerja baik yang di-PHK dan yang berhenti dari beberapa gerai perbelanjaan ini akan kembali menangisi nasib hidup tentang bagaimana menafkahi keluarga dan anak-anaknya. Perkara makin riwet jadinya. Lalu, apakah pemerintah hanya menonton dan diam saja melihat perkara ini? Di satu sisi, pekerja yang kehilangan kerja akan merasakan tekanan secara psikologi, sehingga kita akan mendapatkan konflik dijalanan, dilingkungan masyarakat dan dibanyak tempat. Ini buah dari pada imbas kedua hal diatas. 

Pada prinsipnya tidak inginkan suatu lebih buruk pada negara kita terutama pada masyarakatnya. Tapi toh, perkara ini terlanjur membelakangi kita. Dan di sisi lain, masalah tekanan psikologi para pekerja ini memberikan efek lebih besar lagi pada presentasi angka pengangguran Indonesia.

Kita lihat kembali data 2016 lalu, oleh Ketenagakerjaan Indonesia, jumlah meningkat sekitar 10 ribu orang pada ketenagakerjaan Indonesia dari 7,02 juta orang menjadi 7,03 juta orang. Peningkatan ini baru pada januari sampai pada agustus 2016. Artinya dalam kurun waktu kurang lebih tujuh bulan, peningkatan ini signifikan. Lalu pada saat ini, PHK dan berhentinya operasi gerai perbelanjaan akan membuka seberapa besar jumlah dari tahun 2016 tersebut menjadi angka pengangguran.

Sedangkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada februari 2017 kemarin tercatat angka kerja sebanyak 131,55 juta orang angkatan kerja atau naik 3,88 juta orang dibandingkan Februari 2016. Masih pada peningkatan, setidaknya kedua lembaga ini memberikan kita perhatian penuh pada angka kerja dari hari ke hari makin melejit naik. 

Tetapi hal mendasar yang harus kita ketahui juga adalah perkara produksi dan perputaran uang ditengah persaiangan dunia bisnis. Terlihat pada sebuah organisasi bisnis, jika produksi masih dalam tahap normal dan meningkan dengan daya beli masyarakat yang kuat akan mendorong perkembangan. 

Namun sebaliknya, jika terjadi stagnasi dalam proses produksi dan didorong dengan jumlah minat beli masyarakat menurun akan memberikan dampak kebangkrutan sehingga terjadi PHK dan ancaman penutupan bisnis yang sedang berjalan tersebut. Dalam persentase yang demikian diatas adalah kabar buruk bagi nasib ekonomi dinegara ini. Sampai pada tahap ini. Siapa yang kita salahkan. Perusahaan kah? Pemerintah kah? Atau pekerja? 

Kembali lagi kita pada sebuah kebijakan rill yang diambil oleh sejumlah perusahan industri sampai pada terjadinya PHK dan penutupan/pemberhentian operasi bisnisnya. Adalah merupakan keputusan manager atau pemiliknya dalam mengambil sebuah kebijakan, dan hal itu rasional adanya. Bukan salah mereka. Kebijakan ekonomi adalah kewenangan pemerintah dalam membijaki maju atau tidaknya perkembangan bisnis negara ini. Kebijakan juga pada akhirnya lebih pada tahap ini pemerintah masih telihat kaku memandang ekonomi kita masih tetap stabil dan baik-baik saja. 

Pekerja juga memiliki sebuah keputusan dengan kesepakatan kerja. Artinya sebelum bekerja pada perusahaan atau industri tersebut pastilah melewati tahap-tahap dan itu membutuhkan kesepakan tertulis bukan? Kurang lebih isi dari kesepakan antar pekerja dan perusahaan/industri adalah salah satunya resiko jika terjadi PHK. Sehingga segala yang menjadi perkara adalah tanggungjawab setelah keputusan itu diambil.  Tapi ini hanya bagian lain dari perkara yang kita bicarakan di atas. 

Dari titik inilah, resiko berimbas pada pengangguran menjadi bertambah. Lagi-lagi kita dalam melihat ini masih pada tahap wajar-wajar saja? Sekarang bagaimana solusi untuk imbas dari kedua perkara di atas? Untuk solusi, saya tidak mengajak untuk lebih jauh kembali pada pokok perkara yang terjadi seperti yang saya sampaikan. Kita memulainya dengan sedikit solusi sederhana. Tapi ini hanya pandangan saya yang dari sudut pandang imbas dari kedua perkara ini. 

Pertama: PHK dan penutupan gerai perbelanjaan terjadi tidak terlepas dari biaya produksi termasuk upah tenaga kerja. Dalam hal ini, semua perusahaan industri tidak punya pilihan kebijakan lain selain menekan upah standar pada pekerja. Namun, mendorong kualitas dan peningkatan produksi adalah dengan meninggikan biaya produksi, resikonya adalah PHK.

Kedua: Pilihan kebijakan pada menekan biaya produksi menjadi kecil atau lebih pada biaya efektif maka terjadinya harga jual produksi yang bisa dijangkau oleh masyarakat dalam hal membeli produksinya. Harga menurun akan memicu daya beli masyarakat yang tinggi. Imbasnya adalah ancaman upah buruh atau pekerja. Makin riwet lagi jikapun daya beli meningkat tetapi disisi lain daya produksi melemah karena pekerja bekerja dengan upah standar dan tidak menggairahkan. 

Ketiga: Pilihan kebijakan untuk tidak terjadi PHK dan penutupan/berhenti beroperasi dari perusahaan industri dan gerai perbelanjaan adalah dengan menekan keduanya. Yakni, upah kerja dan harga barang. Namun imbasnya lebih pada kerja produksi barang tidak berjalan efektif sebab upah rendah adalah faktor utama pemicu daya produksi menurun. 

Imbas lain, lebih pada bisnis hanya akan berjalan ditempat atau ancaman bakrut menghampirinya.

Itulah bentuk tiga solusi menghadapai PHK dan berhentinya operasi bisnis. Sedangkan faktor lain yang akan memicu daya beli meningkat adalah harga barang sebelum di produksi akan menyebabkan biaya operasional perusahaan menjadi rendah dan harga barang turun selanjuynya daya beli masyarakat meningkat.

Misalkan, pada sebuah industri kain menjual kain dengan harga perpotong senilai Rp. 3500 kepada gerai perbelanjaan. Maka, para pegiat (penjahit) akan membeli kain dengan harga rendah, pakaian yang di produksi dari penjahit pun akan dijual dengan harga rendah. Dengan sendirinya daya beli akan meningkat. 

Dan sebenarnya masih banyak lagi faktor pemicu PHK dan berhenti beroperasi gerai perbelanjaan diatas selain biaya produksi, daya beli masyarakat, upah kerja. Biasanya, kedua hal ini terjadi adalah kesalahan pengelolanya, hutang, persaingan tidak sempurna dan sejumlah problem yang biasa dihadapi oleh perusahaan dan industri. 

Hal ini lebih pada internalisasi kontrol keuangan, hal yang demikian terjadi pada sejumlah industri termasuk Lottis Departemen Stroe yang menyusul matahari dan Sevel Elefen maupun Industri besar lainnya di negara ini. Itulah pokok terpenting kita melihat imbas dari problem kedua perkara diatas menambah daftar panjang pengangguran Indonesia dan sejumlah dampak lain ditengah sosial, meskipun perkara kedunya memiliki solusi yang mumpuni.

Kita hanya terima imbasnya tanpa bisa menghindari. Semoga indonesia, ekonominya, masyarakatnya dan para pemilik usaha masih dalam tahap stabil dan terus berkonsentrasi dalam menilai dampaknya. Semoga! 

Baca juga Artikel terkait

Matahari Pastikan Gerai Blok M dan Manggarai Tutup Akhir Bulan Ini

Satu Lagi Pusat Perbelanjaan akan Tutup, Salah Siapa?

Ratusan Perusahaan di Kabupaten Bandung Barat PHK Karyawan

Pemerintah Diminta Waspadai Gelombang PHK

Jumlah Pengangguran di Indonesia Mencapai 7 Juta Orang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun