Menjelang pelantikan sebagai Gubernur DKI jakarta yang baru, kita bisa membaca sejauh mana kesiapan hati masyarakat menyambut pemimpin mereka.Â
Hari ini, pukul 08.45 waktu jakarta, saya kembali mengikuti informasi di berbagai media pemberitaan, ada yang memberitahukan pada publik tentang banyaknya karangan bunga untuk Gubernur sebelumnya, ada juga memberitakan tentang Gubernur baru dengan memberikan dukungan menjalang pelantikan.Â
Hemat saya, setelah mengkituti informasi lewat jalur media. Biasanya orang akan mengkonsumsi apa yang telah disampaikan awak media. Secara mentah tanpa dimasak dulu. Sebagian lagi membaca dan ikut mencibir. Ini benarnya sebuah masalah baru baru buat pembaca, lunglai lalu dengan bingung menebak berita mana yang memang benar-benar valid.Â
Selama tiga hari terakhir, media menghiasi lamanya denga berita tentang Pelantikan Gubernur DKI Jakarta yang baru, Â Anis-Sandi.Â
Berita lainnya mempertajam pertanyaan, entah dari masyarakat atau hanya dari orang-orang tertentu yang menanyakan tentang pelantikan, nanti masyarakat menerima pemimpin baru mereka atau tidak? Seperti apa mereka paska lelantikan? Dan banyak lagi pertanyaan yang mengarah pada respon negatif pelantikan Gubernur baru ini.Â
Ada juga, yang memberitakan tentang respon/menerima pemimpin baru dalam angka dan presentasenya, dan berita lain yang tidak terlepas dari wacana tentang pelantikan Gubernur DKI yang baru, bahkan banyak sekali menjelang pelantikan media menjadi peran penting saat ini sebagai penyalur informasi pada warga.Â
Tidak hanya berhenti disitu, informasi yang sama yang saya dapat dari Twitter, tentang menjelang pelantikan Gubernur DKI Jakarta baru seakan menghipnotis warga net. Positif negatif dalam sebuah ciutan akan memberikan porsi pengukuran orang teehadap diri kita.Â
Sejumlah ciutan mendukung dan dan membicarakan seperti apa kinerja mereka. Sebagiannya lagi, dalam ciutan mereka terlihat masih menyimpan rasa tidak puas terhadap pelantikan Gubernur baru ini.Â
Foto-foto karangan bunga dilapangan banten semenjak tanggal 14/10 sampai sekarang bahkan lebih banyaj lagi. Beberapa foto yang di unggah bahkan dengan tulisannya yang tidak kalah unik bagi saya.Â
Dalam tulisannya mengucapkan selamat pada Anis-sandi tetapi bunganya untuk Ahok-Djarot. Makna tulisannya kalau sepintas dilihat saja sudah bisa memahami makna dan siapa yang menulisnya, tapi tidak perlu menebak.
Itu hanyalah beberapa iformasi yang saya dapat dari pantauan media sosial pagi ini sebagai sedikit pengantar. Sekarang kita kembali dan fokus pada Pelantikan Gubernur DKI Jakarta.
Seperti apapun bentuk ketidakterimaan sebagian masyarakat Jakarta seperti informasi yang kita dapat, sebenarnya tidak bisa dan tidak dapat merubah suasana meriah tanggal 16/10. Sebab dengan dilantiknya Gubernur Baru maka dengan segera pula secara sah Anis-Sandi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.Â
Begitu pun informasi lain, sekedar membaca saya melihat informasi ini menyoalkan jelang pelantikan dengan respon masyarakat dan presentasenya soal berapa banyak masyakat menerima pemimpin baru, itu pun tidak dapat menghentikan mereka sebagai Gubernur. Itu artinya, orang-orang dimedia sosial tidak lagi mengakui bahwa itu adalah kenyataan, harusnya kita realistis dong.
Saya bahkan berpendapat lain, setelah mengikuti informasi di banyak media sosial. Hal terpenting adalah, baik ciutan yang mendukung atau menolak dengan angka presentasenya masing-masing, kota Jakarta sendiri pada 16/10 kepemimpinan akan beralih ke tangan Anis-Sandi sebagai Gubernurnya.Â
Persoalan menerima atau tidak merupakan dinamika politik. Bisa dibilang, hal demikian terjadi karena ketidakpuasaan atau ketidakdewasaan dalam berpolitik. Benar, politik tidak berkawan atau tidak mengenal lawan. Tapi tidak selamanya doktrenase ini di pakai dalam era demokrasi yang serba berkembang ini. Ini kota Jakarta loh, ini bukan negeri kayangan yang semuanya bisa didapat dari mimpi.
Di Istana merdeka, akan menjadi sejarah baru mengiringi pelantikan Gubernur DKI Jakarta. Lalu, mengapa memperkeruh keadaan yang sebenarnya adalah sudah nyata dan tidak dapat berubah? Artinya, sebagai warga masyarakat. Apapun itu, dan seperti apa pemimpinnya. Tidak bisa manaffikan mereka akan bertanggungjawab secara sepenuhnya mengurus kehidupan Kota Jakarta.Â
Menurut saya, Gubernur DKI Jakarta yang baru ini akan menepis kisah yang sudah-sudah. Hadir dengan semangat baru getolkan seluruh program yang telah direncanakan dengan semangat.Â
Kerja keras dan pendirian penuh, sebab ini memimpin bukan sedang main petak umpet. Tugas kita untuk menilai, kritik, saran dan sebagainya sebab mereka adalah keterwakilan secara demokrasi.Â
Bukankah dengan ciutan yang itu akan melahirkan animo masyarakat lain terutama para pembaca yang hilir mudik mengikuti informasi media sosial terhadap sejauh mana cara berfikir kita yang minim. Kita terlalu kolot dan kaku pada keadaan sebenarnya adalah kenyataan demokrasi.Â
Kita lihat sejauh ini, yang berkicau bukan sebenarnya mewakili aspirasi masyarakat. Akan tetapi kemauan sendiri orang yang amarahnya tidak mau diredam. Orang-orang dengan nada ciutan seperti ini sebenarnya dari pandangan saya, kerjaannya hanya merusak, adu domba dan ssbagainya antara masyarakat satu dengan lainnya.
Stigma soal mendukung atau tidak terhadap pemimpin baru akan mengorek kembali denyut konflik semasa pilkada berlangsung. Padahal, dengan pelantikan sebenarnya akan memperkecil bahkan meniadakan pemisah beberapa saat lalu imbas dari polemik dan ketegangan masa pendukung saat proses itu masih berjalan.Â
Jangan lagi menambah polemik beda pendapat tentang pendukung siapa atau siapa. Masalah sudah berlalu, pemimpin baru ada dihadapan kita. Mestinya, sebagai warga masyarakat turut meraimaikan, mendukung, untuk semangat baru.Â
Dengan hal inilah yang harus dilakukan, bukan dengan memberi tanggapan atau ciutan yang tidak berkualitas. Menurut saya, ciutan-ciutan demikian lahir dari mulut orang-orang tertentu dan kelompok-kelompok tertentu yang fanatik tapi lupa kalau sekarang sudah pagi (Jakarta dengan wajah pemimpin baru)Â
Hal penting lainnya untuk dilakukan saat ini sebagai warga masyarakat adalahbetapapun terjadi penolakan atau ketidakpuasan masyarakat, itu adalah soal paska pelantikan. Terima atau tidak terima, sama halnya melahirkan masalah baru, pada babak baru yang itu pula akan diselesaikan oleh Gubernur DKI Jakarta yang sudah dilantik. Maka menerima adalah keharusan. Jangan lagi berciut, karena tidak akan dapat menghentikan satu bagian dari hasil Demokrasi, mencederai nilai politik di DKI Jakarta sendiri.Â
"Bravo Gubernur DKI Jakarta yang baru"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H