Mohon tunggu...
Hr. Hairil
Hr. Hairil Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu kebutuhan, bukan hiburan.

Institut Tinta Manuru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Matahari dan Rindu Bunga Cempaka

4 Oktober 2017   23:55 Diperbarui: 5 Oktober 2017   01:09 3790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kicauan burung-burung kecil dengan riang menyambut fajar pada hari biasa"

Bunga cempaka sebagai lambang kesederhanaan, sangat sederhana sekali. Hanya beberepa kuncup yang dimiliki bunga cempaka. Warna khas pun sangat jelas. Putih agak kekuning-kuningan dengan putik dan benang sarinya menambah tampaknya menjadi sederhana dan sangat menarik mata.

Suatu belantara dengan kehidupan dan keadabannya tersendiri. Disana tersimpan jutaan harapan, serta sekotak dari kenangan musim panas dan hujan tahun-tahun kemarin. 

Mengalir seadanya nada syahdu pagi itu memberikan rasa nyaman yang tak terkirakan bagi setangkai bunga Cempaka. Bak seribu satu macam warna kesegaran dan aroma dahsyat telah merobek kelopaknya.

Saatnya setangkai bunga Cempaka ini telah menunggu datang waktu mekarnya tiba. Lama sudah penantian ini telah berlangsung saat musim dingin menghantui bunga-bunga yang tertata rapi di dekat tebing Tanjung Kelapa, daunnya yang hijau dan segar ini yang menjadikannya takut akan layu sebelum datangnya mekar dan mereka tidak lagi mampu memberikan setetes madu untuk di cicipi lebah liar yang ganas dan menggila di belantara hutan produksi. 

"Girangnya kelopak bunga pada fajar hari menambah deratan panjang penungguan pada cerita akhir musim, begitu saja, seperti biasa tanpa merayaakan apa-apa"

Oh,,,harapan ini tak juga kujung menyapanya dengan belaian halus sehalus jemari mentari pagi yang menyegarkan bumi lalu ribuan jenis bunga berbaris dilereng telah asyik menunggu dengan harap dapat berbincang tentang datang waktu mekarnya. 

Datang hembusan dingin dari timur menyentuh daun dan tunas-tunas baru, serupa salam kesejukan kepada mereka bunga-bunga para penunggu mekar, dengan suara merdu bak seruling yang melonglong telinga para petani di tanah raja. Celah-celah bebukitan, rasa ketengangan berhamburan di atas tanah yang basah dan lembab di pagi itu. Penuh tanya, bunga-bunga liar saling berbisik satu persatu mempertanyakan kapan mereka di sapa, hadiah seperti apa yang di bawa matahari untuk mereka?

"Tidak seperti biasa, mendapatkan pemberian berupa cahaya pagi yang memiliki energi menghidupi kuncup-kuncup bunga cempaka dengan cara yang lazim seperti penghuni bumi lainnya"

Ditepian tebing curam yang dingin, telah mempersipkan energi untuk tangkai yang nantinya menanggung berat setelah kuncup-kuncup mereka bermekaran.  Tanpa bisik dan banyak tanya, setangkai bunga Cempaka terdiam seribu bisu. 

Entah apa sebabnya, ataukah telah datang berita baik pagi ini tentang musim akan berganti, bingung menebak-nebak gejala alam yang telah menjanjikan kedatangan tamu agung sang putri dari negeri langit? Iya, matahari namanya seraya berbisik sambil senyum dan pasrah dengan teka teki yang tak pasti ada jawaban dari mereka atau siapapun. 

Kuasa petala langit, meniupkan kembali nafas kehidupan didekat tebing dingin nan curam, lambaian daun-daun berirama dalam bahasa bunga-bunga. 

Hembusan dingin dari timur ternyata membawa kabar yang seakan merobek segudang semangat bunga-bunga selama musim dingin berlangsung. Kabarnya telah di sampaikan dari dahan ke dahan dengan suara yang tak kalah merdu dari desiran angin pagi yang datangya berlawanan arah. Mereka girang, gembira,  bersorak lalu terdiam kembali beberapa saat begitu angin pagi berlalu menuju lembah hijau diseberang bukit. 

Daratan selatan kota Raja Tua kini kita sebut sebagai tanah raja. Mencoba menggoyahkan suasana pagi ini dengan kicau burung yang juga bersorak menyambut baik berita yang digendong angin dingin. Katanya hari ini, seraya pelan-pelan berhembus dan merasakan kehangatan bumi. Anginpun berbisik dari kelopak ke kelopak "sampaikan kepada si malam, pagi nanti sang putri langit akan datang dan menyapu debu dari atas-atas bukit serta  lembah"

Tersadar dari lamunan kehangatan sang putri dari negeri langit ini memberikan tanda kepada alam tentang kehadirannya, ketegangan dan kejenuhan sebab telah lelah membuat bunga-bunga liar ini semakin terlelap dalam penantiannya. 

"Bagaimana rasanya sebuah penantian berakhir semu, berlama-lama menaruh perhatian adalah kesalahan kelopak hijau bunga cempaka"

Masih saja tetap terdiam, terpaku menatap di ufuk timur tepat pada warna khas sang putri langit, ya warna cerah matarai pagi berlomba-lomba mewarnai langit diufuk timur tanah raja. Setangkai cempaka semakin bisu menikmati suasana pertama menyambut sang putri. Musim panas akan tiba, gelagat bunga pada alam.

Lagit pagi mengisyaratkan cerita musiman, terlihat ribuan serangga dan lebah yang beterbangan, hilir mudik seakan mempertaruhkan lelahnya sambil menunggu pagi ini yang membuat mereka para bunga-bunga liar  bermekar dan memberikan kita setetes sari madu yang manis? Atau pagi ini sang putri matahari akan membuat para kelopak menjadi layu dan bunga-bunga itu akan jatuh tergeletak di atas tanah basah dan lembab?

"Diam bukanlah jawaban untuk kerisauan sepanjang paji dalam sebuah penantian, tanpa kata, tanpa gerak apapun"

Tak karuan menghadapi seribu tanya, lebah dan serangga telah berkonvoi mengitari ribuan bunga yang mempersiapkan diri memberi sari madu. Disana dari kejauhan terlihat sepasang lebah jantan dan betina masih lelap dalam keseriusan, tegak dan tak bergerak menatap setangkai bunga cempaka yang sedang kebingungan memecahkan sangka. Saling berbisik melakukan transaksi ala penjual dan pembeli didunia serangga agar dapatkan sari madu dari bunga cempaka.

Semakin lama dan semakin resah pula, fajar mulai lelah dan meminta dengan hormat kepada alam untuk pamit meninggalkan gelap di sambut oleh pagi nan syahdu itu. Inci-demi inci sang putri matahari mulai menampakkan diri dari ufuk timur tanah raja, melambaikan tangan kepada para penghuni kebun dan perindu sari madu serakah (Lebah dan serangga). 

"Kedatangan bukan awal dari segalanya, bisa jadi  kedatangan adalah awal kehancuran besar, risau kabar dari matahari"

Inilah aku yang sebenarnya, Kata Sang ratu Matahari. Akulah sang ratu dari kerajaan langit, sang ratu yang nantinya akan memberikan kehidupan kepadamu para penghuni bumi, akulah sang ratu dari raja langit yang akan memberikan janji kepada kalian, mereka dan kita semua tentang suatu kehancuran yang dahsyat kerena kehangatanku menjadikan panas retak dan terbakar lalu mematikan seluruh sendi hidup dialam raya. 

"Garis-garis jingga membentuk harapan dilangit belahan timur, bukan segudang frsa atau puisi semesta tentang kegelisan dan ketakutan, bak beracun menyerang dengan ganas dedaunan hijau dimuara tebing"

Mendengar celoteh sang ratu dari kerajaan langit ini sekan membelah kelopak dan meleburkan nyali bunga-bunga liar hingga rasa rindu barcampur takut, bertaburan sari madu dari dalam kelopak yang belum sempat mekar. Setangkainya lagi terdiam dan membenci fikirannya seakan kembali tergeletak di atas tanah yang basah dan lembab karena layu dan menjadikannya rapuh sebab teriknya sang ratu dari raja langit. Kiranya panas siang hari sebagai penghukum. Ini ironi, tidak bisa patahkan keyakinan. 

Kesanggupan dan keyakinan untuk mekar sudah mulai redup bak terkubur di dalam dasar tanah yang lembab pagi itu. Harapan-harapan itu sedikit demi sedikit akan sirna, tenggelam menyusuri tebing tajam. Semakin bingung dengan tanyanya sendiri dengan lantang membisikan nada cinta kepada setangkai bunga cempaka bahwa hari ini kelopokmu telah tegar dan kami menjanjikan kepadamu, bunga-bungamu akan merekah dan mekar dengan aroma madu yang dapat di cium oleh hidung ribuan lebah, serengga yang serakah itu.

Mendengar bisikan dari sepasang lebah itu, kekuatan setengkai bunga cempaka itu mulai kembali pulih bagaikan petir telah menyambar air laut yang luas. Ya, secepat kilat wajah meriah merona mewarnai setangkai bunga cempaka. Cinta, sayang, benci dan rindu kini telah bertajuk kemenangan, kerinduan dan kecintaan untuk mekar telah terjawab. 

Rasa sayang mulai mengelabui rasa benci tentang teka teki yang seronoh pagi itu. Perlahan kelopak menarik nafas panjangnya dan memberikan tanda kepada sepasang lebah, saatnya bunga-bungaku mulai menampakkan wajah manis, anggun dan bijak ini kepada para serakah yang menggila.

Ini hanya suatu kerelaan dari kami, namun rasa hormat dan terimakasih yang tak tertandingi. Sebagai gantinya di bolehkan kalian para pasangan lebah yang bijak dan mungil mencicipi sari madu dari bunga cempaka. 

"Keikhlasan berbagi kepada siapapun, nilai ini tidak tergantikan. Sebab, membagi asrmara dari kemuliaan mkna adalah rindu"

Seraya berkata kepada sang ratu matahari, akankah pengorbanan ini memberikan kami lelah yang ganas, juga semangat yang pudar? 

Jika itu kerelaan tentang hadirmu (Matahari) dan kami (Bunga Cempaka) telah melihat arti mekar, mengikhlaskan madu di ramu menjadi nikmat segar dan bertabur hidup untuk mereka yang terlalu serakah (Lebah dan Kumbang) 

Namun jika ini bukan kerelaan maka perintahkan kepada menteri kerjaan langit untuk segera gugurkan kami setelah kami mekar dan berkembang. Agar yang serakah pun tak bisa mengusik kuncup kami. 

-Sekian-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun