Mohon tunggu...
Marsadi Adam
Marsadi Adam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya seorang pemuda biasa yang sangat suka sekali dengan sastra dan suka sekali menulis. Walaupun saya baru mengenal beberapa karya sastra, tetapi tubuh saya akan selalu merinding ketika karya sastra masuk masuk ke tubuh saya melalui mata dan telinga saya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Membedah Citra Tokoh Rina dalam Novel "La Barka"

20 Juli 2024   17:50 Diperbarui: 20 Juli 2024   18:53 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Pixabay

Membaca merupakan kegiatan yang mudah dilakukan dan tidak memerlukan banyak tenaga. Kegiatan membaca cukup bermodalkan bahan bacaan, waktu, dan tempat baca. Bahan bacaan tidak hanya tentang buku pelajaran tebal yang berisi rumus fisika ataupun rumus lainnya melainkan dapat juga berupa koran, cerita pendek, ataupun novel. Bahaan bacaan yang disebutkan terkahir tadi adalah salah satu bacaan yang peminatnya sangat banyak.

Di zaman modern ini, terdapat banyak sekali penikmat novel terutama di kalangan remaja. Novel merupakan karya sastra yang tidak sekedar menawarkan tulisan panjang melainkan cerita berisi imajinasi yang akan membawa pembaca berpetualang di dalam imajinasi mereka. Hal tersebutlah yang menjadikan novel sangat digemari oleh generasi muda terutama di kalangan remaja.

Ada banyak sekali novel yang menawarkan berbagai macam tema cerita, salah satu tema cerita yang diangkat adalah permasalahan dalam rumah tangga. Salah satu penulis novel yang mengangkat tema tersebut adalah Nh. Dini. Beliau menulis sebuah novel yang mengangkat tema permasalahan dalam rumah tangga dengan judul novel yaitu La Barka.

La Barka merupakan novel karya Nh. Dini yang terbit di tahun 1975 dengan isi ceritanya yaitu berbagai macam permasalahan rumah tangga. Cerita dalam novel La Barka ditulis dengan gaya penulisan seperti catatan buku harian. Catatan buku harian dalam cerita tersebut adalah catatan buku harian milik Rina sang tokoh utama dalam novel tersebut. Cerita yang dihadirkan dalam novel La Barka adalah cerita catatan buku harian milik Rina yang berisikan pengalamannya di kehidupan dewasa. Rina akan menceritakan kepada pembaca apa saja pengalaman yang telah ia alami yang kebanyakan isi pengalaman itu adalah pengalaman yang berisi tentang hubungan dan permasalahan dalam rumah tangga.

Pada artikel ini, penulis akan membicarakan tentang citra tokoh Rina dengan menggunakan teori analisis teori Rene Wellek dan Austin Warren. Menurut mereka, citra tokoh merupakan cara penggambaran tokoh yang dilakukan oleh penulis dalam ceritanya. Penggambaran tersebut meliputi penjelasan visual melalui kata-kata, konflik yang dialami oleh sang tokoh, dan cara tokoh menyelesaikan masalahnya.

Penggambaran Tokoh Rina

Rina merupakan seorang wanita mantan penghuni biara dari masa kanan-kanak sampai dewasa. Bukti kutipannya yaitu:

“Tidak ada latar belakang masa lampau yang memberikan rasa gairah maupun kegembiraan. Masa kanak-kanakku tenggelam entah di mana. Yang timbul kemudian adalah masa selama aku tinggal di biara Katolik. Dari Sekolah Dasar ke Sekolah Menengah, dilanjutkan ke jurusan farmasi yang terputus karena aku tidak mampu memperhitungkan angka-angka yang pasti, diakhiri dengan kursus-kursus bahasa dan tulisan steno.”

Rina sangat menyayangi Ibu Biara yang telah mendidiknya selama tinggal di biara Katolik. Bukti kutipannya yaitu:

“Kebaikan Ibu Biara tidak ternilai. Walaupun aku membantu untuk tugas asrama dengan cara menyapu, memasak, menjahit, sampai mencuci lantai, namun bekal yang diberikan kepadaku untuk mencari kehidupan sendiri itulah merupakan hutang yang tak terlunasi. Benar, beberapa orang biarawati pernah mempengaruhi aku untuk mengambil jalan seperti yang mereka tempuh. Tetapi aku tidak pernah menanggapi mereka dengan jawaban yang terang “ya” ataupun “tidak”.”

Rina juga merupakan sosok yang suka mengamati sekitarnya dan selalu mendengarkan daripada berbicara. Hal tersebut dapat kita lihat pada kutipan yang terdapat dalam novel, yaitu:

“Dari kecil mula aku diberkati oleh Tuhan untuk lebih banyak melihat dan mendengarkan daripada berbicara. Dan aku melihat serta mendengarkan kelilingku baik-baik. Kehidupan yang kulihat membikin aku mengetahui adanya berbagai kemungkinan bagi seseorang, tergantung kepada nasib maupun takdir, itu hanyalah salah satu cara untuk menamakannya.”

Sebagai seorang wanita, sosok Rina digambarkan sangat menyukai dengan pakaian bagus beserta barangnya. Tokoh ini juga digambarkan sangat menyukai anak-anak. Hal ini bisa kita lihat pada kutipan yang terdapat dalam novel, yaitu:

“Aku terlalu suka kepada barang-barang bagus, pakaian kawan-kawanku di sekolah yang elok dan tentulah berharga. Aku terlalu suka kepada kanak-kanak. Aku akan sangat gembira, jika pada suatu hari aku dapat memeluk seorang anak kepunyaanku sendiri. Akhirnya aku bermimpi memiliki kehidupan rumah tangga yang belum pernah kukenal.”

Di masa mudanya, Rina tidak suka dikekang dan ia sangat suka dengan kebebasan. Bukti kutipannya, yaitu:

“Yang kukecap hingga waktu itu adalah suasana hening dari seluruh gedung yang kadang-kadang dipecahkan hanya oleh gerisik-gerisik baju panjang para suster, lonceng ruang ibadah, suara bergumam dari bilik-bilik pribadi yang sedang mengucapkan doa-doa. Mereka mengasihiku. Tetapi aku tidak hanya memerlukan kasih seperti yang mereka berikan: keras dan tertutup. Mereka tidak mengenal hatiku yang kadang-kadang ingin terbang menjelajahi kesenangan-kesenangan anak muda.”

Dilanjutkan dengan kutipan:

“Sejak itu, semenjak keluar dari biara dan hidup dengan kesanggupanku sendiri di kota lain, aku mulai memiliki kesenangan yang lebih bebas. Menonton film Bersama teman, berpiknik dengan kawan-kawan sekantor, kemudian perkenalanku dengan calon suamiku yang waktu itu sedang berkunjung ke Indonesia.”

Selain itu, tokoh Rina digambarkan sebagai seorang wanita dewasa yang sudah mempunyai seorang anak. Hal ini dapat kita lihat pada kutipan yang terdapat dalam novel, yaitu:

“Kupandangi anakku. Di tangan kanannya dia memegang beruang mainan yang didekapkan ke dadanya.”

Tokoh ini juga digambarkan sebagai sosok yang ingin selalu menyendiri, tetapi keadaan yang dia alami tidak membiarkan keinginan itu terwujud. Hal tersebut dapat kita lihat pada kutipan yang terdapat dalam novel, yaitu:

“Dengan sifat-sifatku yang ingin menyendiri, kurasakan semakin sukar hendak melepaskan diri dari mereka.”

Rina merupakan tokoh yang sering dijadikan sebagai tempat curhat untuk teman-temannya. Pada saat temannya selesai curhat, Rini tidak langsung merespon curhatan temannya itu. Melainkan Rina mendengarkan terlebih dahulu temannya curhat dan berkata di dalam pikirannya apakah ia harus membalas curhatan temannya itu atau tidak. Hal tersebut dapat kita lihat pada kutipan yang terdapat dalam novel, yaitu:

“Aku tidak menjawab. Haruskah kukatakan seadanya hanya untuk menyenangkan hatinya? Aku merupakan orang luar yang baru mengenal mereka beberapa hari lalu. Beberapa hari tidak cukup untuk dikatakan mengenal watak seseorang. Apalagi bila pertemuan dengan mereka hanya ada di sekitar meja makan, dengan percakapan yang biasa, kosong dan serba ringan. Aku memutuskan untuk menempatkan diriku untuk tetap di luar garis.”

Rina juga tipe tokoh yang mudah percaya terhadap perkataan temannya karena Rina sering dijadikan tempat untuk curhat maka ia akan cenderung mengikuti penilaian temannya itu yang dinyatakan dalam bentuk curhatan. Hal tersebut dapat kita lihat pada kutipan yang terdapat dalam novel, yaitu:

“Aku percaya kepadanya. Rupanya semua laki-laki sama. Pada permulaan berkenalan, pada tahun-tahun bersama perkawinan, mereka begitu penuh perhatian dan mesra. Sesudah itu masa bodoh, berbuat sekehendak hatinya.”

Permasalahan yang Dihadapi Oleh Rina

Rina merupakan seorang tokoh wanita yang telah menikah dengan seorang pendatang dari luar negeri yang sedang bekerja di Indonesia dan Rina telah mempunyai seorang anak. Kehidupan di awal pernikahan sangat dinikmati oleh Rina ketika ia dan suaminya belum mempunyai seorang anak. Namun setelah Rina melahirkan seorang anak, sang suami malah terlihat seperti seorang ayah yang tidak peduli dengan anaknya. Kehadiran sang anak seperti tidak diinginkan oleh ayahnya. Hal inilah yang menjadikan hubungan Rina dengan suaminya menjadi renggang. Hal ini bisa kita lihat pada kutipan dalam novel, yaitu:

“Dua tahun aku berbahagia. Pada tahun ketiga, anak yang lahir, yang sebetulnya menjadi pengikat halus antara suami dan istri, justru selalu menjadi alasan bagi suamiku untuk mencetuskan kemarahan atau ketidaksenangan hatinya. Sering kali dia pergi malam-malam, hanya disebabkan oleh tangis yang kedengaran lamat-lamat dari kamar bayi. Kalau aku meminta bantuannya agar diantar ke dokter untuk memeriksakan penyakit anak, dengan gusar dia menjawab, bahwa waktunya akan habis untuk mengurusi bayi. Ataukah itu semua hanya alasan yang dibikin-bikin? Dicari- cari untuk menutupi sesuatu yang sesungguhnya?”

Dilanjutkan dengan kutipan:

“Waktu itu aku tidak memikirkannya. Namun, hatiku mulai sepi. Keakraban yang kurasakan terhadap suamiku dari hari ke hari mulai mengendur. Sewaktu anak kami berumur beberapa bulan, buat pertama kalinya sejak aku melahirkan, suamiku mengunjungi aku di tempat tidur. Keesokannya aku merasa sebagai pengantin baru, mengharapkan kelembutan sikap dari laki-laki yang kuanggap menjadi satu-satunya pasangan hidup di dunia ini. Dengan kecewa aku mendapatkan apa yang kuidamkan.”

Permasalahan yang dihadapi oleh Rina bukan hanya itu saja. Ia juga harus menghadapi tingkah laku suaminya di depan umum yang membuat citra rumah tangga terlihat berantakan di muka umum dan juga membuat harga dirinya rendah di muka umum. Rina juga tidak merasakan kasih sayangnya lagi dan hanya merasakan dirinya hanya sebagai alat untuk mencapai kenikmatan bagi suaminya saja. Oleh karena itulah ia mulai menjauhi suaminya. Bukti kutipannya yaitu:

“Kalimat-kalimat yang ditujukannya kepadaku tajam menyakitkan hati. Caranya berbicara di depan orang-orang yang kukenal seakan-akan disengaja agar aku berdiam diri. Malam yang satu disusul oleh malam yang lain bila dia menghendaki tubuhku. Hingga tiba saatnya aku berpikir dengan sungguh-sungguh bahwa aku hanya dianggapnya sebagai alat, sebagai suatu benda bagi dia mencapai puncak-puncak kenikmatan yang mungkin berbeda dari kenikmatan-kenikmatan yang didapatkan dari Perempuan-perempuan lain. Pada saat itulah aku merasa muak. Pikiranku terbuka oleh segala macam terkaan yang dapat dibayangkan manusia. Kepalaku mulai berpikir keras, setiap malam mengingat kembali kata-kata tak senonoh serta perlakuan-perlakuan semaunya yang semula kuterima dengan kelapangan dada.”

Dilanjutkan dengan kutipan:

“Sejak itulah aku menjadi kurang berhasrat menerima dan menaggapi belaiannya yang kuakui selalu membikin aku kehilangan akal. Ini tidak dapat berlangsung terus, seruku di dalam hati setiap kali peristiwa semacam itu berulang. Di hati terasa harga diriku yang menderita, yang pasrah, terasa luka seluruh perasaanku sebagai perempuan yang sadar bahwa aku bisa hidup tanpa bantuan maupun belaian laki-laki semacam suamiku.”

Cara Penyelesaian Masalah yang Dilakukan Oleh Rina

1. Mencari Jawaban di Gereja

    Rina menerima banyak ajaran dari para biarawati di masa kecilnya dan hal itu membuat ia tidak asing dengan gereja. Gereja merupakan tempat Rini mencari jawaban untuk menyelesaikan permasalahannya. Bukti kutipannya, yaitu:

“Gereja merupakan satu-satunya pelarian bagiku. Benar. Pada waktu itu pun aku menanggap kepergianku ke gereja sebagai melarikan diri dari kesukaran pemecahan persoalanku. Aku tidak lagi menganggap gereja sebagai rumah Tuhan, di mana aku dating untuk menghormat serta mendengarkan ajaranNya yang diucapkan oleh para pastor kepercayaan pihak tertinggi di Roma. Aku mencari bantuan dari mereka untuk memecahkan kesukaranku, untuk memberiku pertolongan guna menyelamatkan rumah tanggaku dari korban pertikaian antara harga diri dan sikap suamiku.”

2. Perceraian dan Pergi ke La Barka 

    Tindakan kasar sang suami yang diterima Rina membuat Rina tidak tahan dan memutuskan untuk bercerai. Meskipun proses perceraiannya masih berlangsung, Rina pergi ke La Barka dan menemui sahabatnya untuk menyegarkan pikiran. Bukti kutipannya yaitu:

“Merasa perkawinannya gagal, sambil menunggu proses perceraian, Rina pergi ke Provence, di Prancis Selatan. Di sana dia tinggal di La Barka, rumah Monique, sahabatnya.”

3. Tidak Jadi Bercerai dan Selingkuh Diam-Diam dengan Robert

     Di La Barka, Rina bertemu dengan pemuda bernama Robert. Rina yang merasa kesepian dalam hidupnya tiba-tiba jatuh cinta kepada Robert. Seiring berjalannya waktu ternyata Rina masih mencintai suaminya, tetapi ada perasaan di dalam hati Rina yang tetap setia menyambut kehadiran Robert dalam hidupnya. Bukti kutipannya, yaitu:

“Dengan kesenyapan yang nyaman itu tiba-tiba aku tidak teringat kepada Robert, melainkan kepadamu. Ya, kukira aku telah dapat menyentakkan dirimu dari hatiku. Ternyata aku masih mencintaimu. Apakah aku memerlukan waktu lebih lama untuk benar-benar sembuh dari keakrabanku terhadap kau? Ataukah akan kusandang perasaan itu sebagai cinta yang sesungguhnya? Aku tidak tahu. Yang kubutuhkan adalah kehadiran.”

Dilanjutkan dengan kutipan:

“Kau juga berada di kota itu. Hatiku tidak sepi dengan harapan yang meskipun samar, namun kehadirannya tetap dan teguh, untuk sekali waktu kita dapat bertemu kembali.”

Daftar Pustaka

Dini, Nh. (1975). La Barka. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Wellek, Rene dan Warren, Austin. (1977). Theory of Literature. London: Harcourt Brace Jovanovich.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun