Mohon tunggu...
Sadana Felix
Sadana Felix Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa program studi Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Setahun Belajar dari Rumah dalam Perspektif Bourdieu

9 Juli 2021   16:31 Diperbarui: 9 Juli 2021   16:44 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mereka harus beradaptasi dengan habitus baru ini dengan memperbanyak literasi digital, bertanya kepada sesama guru bahkan anaknya untuk membantu perkembangan kemampuan digitalnya. Pelajar pun kini harus menyiasati kerinduan dengan teman sebayanya dengan interaksi virtual, entah via zoom, skype, dll. Kultur baru pun lahir, seperti pengenalan kampus dan sekolah berbasis online, rapat organisasi via zoom atau gmeet, hingga sidang dan wisuda online. Jika habitus telah diwujudkan menjadi persepsi, pemikiran, dan tindakan nyata, maka ia menjadi obyektif, dan inilah yang disebut dengan arena, lapangan (field), atau yang sering disebut Bourdieu sebagai champ. 

Dalam perspektif Bourdieu, agen-agen tidak bertindak dalam ruang hampa, melainkan dalam situasi-situasi sosial yang konkret yang diatur oleh seperangkat relasi sosial yang objektif. Menurut Lubis (dalam Fatmawaty. dkk,2018: 202), arena dapat dimaknai sebagai dunia sosial yang terus menerus berada dalam proses diferensiasi progresif, di mana arena merupakan arena perjuangan para anggotanya, dalam hal ini adalah para aktor yang bersaing. Para aktor berjuang untuk mendapatkan sumber daya material, ataupun kekuatan (power) simbolis. 

Menurut Bourdieu, pada dasarnya hal ini dilakukan dengan tujuan utama untuk memastikan "perbedaan" yang akan menjamin status aktor sosial dan dapat berfungsi sebagai sumber kekuasaan simbolik, yang kemudian dapat digunakan untuk mencapai keberhasilan lebih lanjut (Fatmawaty. dkk, 2018: 202). 

Sekolah atau institusi pendidikan lainnya dapat dikatakan sebagai arena, terdapat interaksi antar para aktor, juga penuh persaingan para aktor. Persaingan terjadi karena melalui pendidikan, atau bersekolah, mobilitas sosial dapat tercapai bagi siswa dari kelas kurang beruntung, dan bagi kelompok dominan, pendidikan melindungi privilage sosial mereka dari generasi ke generasi. Konsep kunci terakhir adalah modal, di mana kepemilikan modal menentukan posisi agen dalam ranah atau arena. 

Modal sendiri terbagi ke dalam, (1) modal ekonomi, meliputi alat-alat produksi (tenaga kerja, mesin, tanah), materi (pendapatan, benda-benda), dan uang, (2) modal kultural, meliputi informasi, pengetahuan, atau keseluruhan kualifikasi intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan warisan keluarga, (3) modal sosial, yaitu koneksi atau keanggotaan dalam kelompok tertentu, (4) modal simbolik, yaitu segala bentuk prestise, ketersohoran, status, juga otoritas. Tetapi, setiap arena memiliki kebutuhan modal spesifik yang berbeda. Menurut penulis, dalam konsep belajar dari rumah yang membutuhkan gawai juga literasi digital yang baik untuk menggunakannya, para murid dan mahasiswa memerlukan modal ekonomi, dan modal kultural. 

Akan tetapi, seperti yang penulis kemukakan di atas, tak semua pelajar memiliki modal ekonomi, yakni gawai, dan kuota internet yang cukup untuk menunjang model belajar dari rumah ini. Akhirnya, arena pendidikan dengan model belajar dari rumah sekarang ini didominasi oleh kelompok yang memiliki modal ekonomi dan kultural, yakni kelas menengah ke atas. 

Sementara, itu Pemerintah (dalam artikel https://vokasi.kemdikbud.go.id// 30 Maret 2021) melalui SKB 4 Menteri mengumumkan bahwa pembelajaran tatap muka terbatas akan kembali diberlakukan Juli 2021 ini, dengan syarat tenaga pendidik dan kependidikan telah divaksinasi setidaknya dosis pertama, protokol kesehatan ketat, dan persetujuan orang tua. Akan tetapi, bukankah kebijakan tersebut cukup riskan untuk dilaksanakan? Mengingat saat ini, sedang terjadi lonjakan kasus Corona di berbagai daerah, juga masuknya berbagai varian baru seperti Delta, yang dimasukkan ke dalam variant of concern (varian yang mengkhawatirkan) oleh WHO, karena bertransmisi atau menular lebih cepat dibanding varian lain. Lagi-lagi, anak kecil itu akan lebih sering merindukan matahari.

Daftar Pustaka

Dwiastono, R. 2020. Sudah Efektifkah Metode Belajar dari Rumah di Tengah Pandemi di Indonesia? https://www.voaindonesia.com/a/sudah-efektifkah-metode-belajar-dari-rumah-di-tengah-pandemi-di-indonesia-/5428393.html Diakses pada 8 Juli 2021, pukul 10.55

Fatmawaty, dkk. 2018. Pola Interelasi Eksistensi Lengger Lanang Langgeng Sari dalam Pertunjukan Seni di Banyumas: Perspektif Bourdieu. JENTERA Vol. 7, No.2

Firdaus. 2020. Implementasi dan Hambatan pada Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Utile Vol. VI, No. 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun