Mohon tunggu...
Sadam Syarif
Sadam Syarif Mohon Tunggu... Administrasi - Aktivis jalanan

Suka ngopi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law Vs Keadilan Ekonomi

19 Januari 2020   17:52 Diperbarui: 19 Januari 2020   18:59 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Namun jutaan jumlah tenaga kerja Indonesia adalah aset bangsa yang harus dibayar secara layak oleh siapapun. Soal skill dan kualitas sumber daya manusia yang kurang kompetitif, adalah hal lain yang perlu diselesaikan bersama.

Ketiga, adalah Omnibus Law UU pemidahan Ibukota negara. Adalah proyek nasional paling strategis dan tentu sangat mahal untuk diselesaikan sendiri oleh pemerintah Indonesia. Presiden Jokowi bahkan tanpa sungkan menawarkan tiga figur asing untuk dijadikan sebagai brand ambasador pembangunan ibukota baru RI. 

Presiden juga terlihat sangat percaya diri mengungkapkan bahwa tidak akan menjadikan utang luar negeri sebagai operasional pembangunan ibukota baru negara. Untuk UU borjuis ini, saya kira tidak perlu dibahas apa efeknya bagi rakyat.

Yang terakhir, inilah UU omnibus Law yang setidaknya memberikan setitik harapan bagi rakyat kecil-menengah. Dengan tagline memudahkan perizinan pendirian usaha. Targetnya adalah memperbanyak UMKM. Namun apakah hambatan perkembangan UMKM Indonesia selama ini adalah terletak pada proses perizinan?

Setahu presiden Jokowi, tidak. Hambatan UMKM Indonesia terletak pada akses modal dan daya saing produk (packaging dan marketing). Tapi bagi pemerhati dan pecinta lingkungan, dampak ekologis akibat dipermudahkannya UU ini menjadi hal yang tragis dan sangat menyakitkan. Eksplorasi batu bara yang sempat dihentikan kini siap-siap gas pol. Riwayat AMDAL kini tamat.

Adakah kita jumpai secuil keadilan dalam konteks perundang-undangan ini? Bahwa benar setiap warga negara berkewajiban mendukung setiap kebijakaan pembangunan ekonomi  pemerintah. 

Namun apalah arti sebuah rerorika pembangunan ekonomi Nasional, jika yang menikmati hanyalah sekelompok kecil elit. Sebegitu mahalnya kah keadilan? Sementara di saat yang menteri koordinator kemaritiman dan investasi justru berwacana akan mengurangi subsidi bagi rakyat kecil-menengah.

Tampaknya jenis negara kesejahteraan demokratis modern tidak mampu mengejahwantakan mimpi kesejahteraan bagi mereka yang kurang beruntung. Mimpi warga negara yang selalu dijanjikan keadilan distributif. 

Meminjam teori keadilan utilitarianisme Jhon Rawls bahwa, "ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, akan menjadi adil jika menghasilkan pengkompensasian keutungan bagi setiap orang, khususnya bagi angota masyarakat yang kurang mampu". Dalam konteks ini, libelarisasi ekonomi Nasional melalui UU omnibus Law tidak seharusnya diperparah dengan rencana pengurangan subsidi bagi rakyat kecil-menengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun