Ahli lain percaya bahwa Amerika Serikat tidak berusaha menggunakan Hong Kong untuk membuka front baru dalam pertarungan melawan Beijing dan hanya berupaya untuk membantu mempertahankan kemerdekaan dan kebebasan relatif Hong Kong sebaik mungkin.
Bonnie Glaser dari Pusat Studi Strategis dan Internasional menyatakan, "Saya pikir ini sangat spesifik tentang (merespon sikap) China yang melanggar perjanjian." Dia merujuk pada perjanjian antara China dan Inggris Raya mengenai otoritas atas Hong Kong.
Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya dapat mempengaruhi China untuk setidaknya menghancurkan cara negara itu menerapkan hukum barunya di Hong Kong, tambah Glaser,"Saya tidak berpikir ada akhir yang benar-benar bahagia (untuk Hong Kong)." Katanya,"Tapi (bisa jadi) ada kasus terburuk dan ada kasus kurang dari yang terburuk."
Namun masalah bagi AS adalah bahwa Hong Kong yang masih terjebak dalam baku tembak setelah satu tahun protes pro-demokrasi dan itu mengguncang stabilitas pulau sekaligus membuat banyak kalangan mempertanyakan kelayakannya sebagai pusat bisnis global. Beberapa analis percaya bahwa menyerang Beijing melalui Hong Kong masuk akal bagi Amerika Serikat, tentu saja dengan beberapa catatan.
"Pertanyaan besar yang akan dihadapi pemerintah (AS) adalah apakah ada titik manis yang memungkinkan mereka untuk memberikan tekanan yang cukup pada Partai Komunis China yang bisa menahan mereka bertindak keras terhadap Hong Kong, serta memastikan bahwa langkah-langkah itu melukai PKC dan bukan orang-orang Hong Kong."Papar Michael Fuchs, seorang rekanan senior di Center for American Progress dan mantan pejabat pemerintahan Obama yang fokus pada urusan Asia.
Perdagangan antara AS dan Hong Kong diperkirakan mencapai USD 38 miliar per tahun. Wilayah ini juga menampung sekitar 1.300 perusahaan AS, termasuk perwakilan hampir setiap lembaga keuangan utama. Departemen Luar Negeri juga memperkirakan bahwa 85.000 warga AS tinggal di Hong Kong.
Tetapi mungkin sebenarnya sudah terlambat bagi AS untuk menyelamatkan status Hong Kong baik sebagai pusat keuangan atau pulau kebebasan di China. Undang-undang baru keamanan China yang masih membutuhkan penerapan untuk pemberlakuannnya telah membuat Hong Kong tidak bisa lagi dipertahankan sebagai pusat perdagangan dan keuangan global walau tanpa campur tangan AS.
"Orang-orang akan pergi, perusahaan akan memindahkan kantor pusat mereka ke tempat lain, mungkin ke Singapura atau tempat lain."Kata Robert Manning, seorang ahli masalah keamanan Asia di Dewan Atlantik, "Apa yang dilakukan AS mungkin mempercepat hal itu dan apapun hasilnya, Hong Kong tidak akan menjadi Hong Kong (seperti sebelumnya) lagi."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H