Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akankah China Bayar Ganti Rugi Akibat Memicu Wabah Covid-19 ?

2 Mei 2020   18:27 Diperbarui: 2 Mei 2020   18:33 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banyak negara di dunia berwacana menuntut kompensasi pada China karena telah menutup-nutupi awal terjadinya pandemi (doc. feednavigator.com, fpri.org/ed.Wahyuni)

Wacana publik global untuk mendesak China membayar kompensasi atas kerusakan yang disebabkan oleh pandemi coronavirus yang ditengarai berasal dari kota Wuhan masih terus menggema dan hal itu rupanya membuat Presiden Xi Jinping serta jajarannya tidak bisa tinggal diam.

Presiden Donald Trump dalam jumpa pers (27/4) menyatakan bahwa AS akan menuntut kompensasi "substansial"atas penanganan Beijing terhadap wabah coronavirus yang sebenarnya bisa dicegah penyebarannya dan menambahkan bahwa pemerintah AS sedang melakukan "penyelidikan serius" tentang asal-usul pandemi ini serta, " ... ada banyak cara anda dapat meminta pertanggungjawaban mereka (China)."

Keesokan harinya pemerintah China melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri  Geng Shuang dalam sebuah konferensi pers membalas ucapan Trump dengan menyatakan,"Kami menyarankan politisi Amerika untuk mendalami masalah mereka sendiri dan mencoba yang terbaik untuk mengendalikan epidemi sesegera mungkin, ketimbang terus terus memainkan trik untuk menyangkal kesalahan." (The New York Times, 29 April 2020).

Bukan hanya di negeri Trump, nyatanya China juga merasa perlu membela diri di Australia. Duta Besar China untuk Australia Cheng Jingye memperingatkan pada hari Senin bahwa seruan pemerintah Negeri Kangguru itu untuk melakukan penyelidikan internasional independen tentang asal-usul pandemi ini dapat mengarah pada boikot konsumen China terhadap produk dan layanan Australia.

"Mungkin orang awam akan berkata,' Mengapa kita harus minum anggur Australia? (Atau) makan daging sapi Australia? ''Kata Jingye dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh The Australian Financial Review.

Menanggapi hal itu Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne menolak upaya China untuk melakukan "pemaksaan ekonomi."

Sebagaimana diketahui Australia adalah salah satu negara yang sangat bergantung pada China sebagai pembeli dari sepertiga ekspornya dan konflik dapat membawa konsekuensi serius. Konflik pandemi ini, menurut The New York Times, merupakan ledakan magma atas upaya sebelumnya pemerintah China untuk mempengaruhi politik Australia melalui sumbangan dan tekanan.

Perang kata-kata antar pemerintah kedua negara tampaknya telah dimulai pada 17 April 2020, ketika Menteri Dalam Negeri Australia Peter Dutton menuntut transparansi yang lebih besar dari China mengenai asal-usul coronavirus.

Kedutaan Besar China menuduhnya membeo propaganda Amerika. Namun Perdana Menteri Scott Morrison, yang telah berupaya keras untuk tetap dekat dengan Trump, mendukung bawahannya itu dan terus mendesak agar China memberikan akuntabilitas yang lebih sesuai dengan tuntutan Gedung Putih (The New York Times, 29 April 2020).

Morrison berbicara dengan Trump (21/4) lalu esoknya mengumumkan bahwa ia mendukung perombakan World Health Organization (WHO), termasuk dalam perekrutan penyelidik yang sama ketatnya dengan seleksi "pemeriksa senjata" untuk menentukan sumber wabah penyakit.

Di Perancis awal bulan ini, duta besar China dipanggil oleh kementerian luar negeri untuk membahas sebuah artikel yang dirilis di situs kedutaan yang mengklaim negara-negara Barat membiarkan orang tua meninggal di panti jompo. Hal itu telah menyebabkan anggota parlemen Perancis mengeluhkan Beijing karena menyebarkan informasi yang salah.

"Beijing sedang meningkatkan upaya diplomatik global dengan berbagai cara tanpa batas untuk membendung setiap langkah di mana pun yang mengecamnya atas penanganan wabah awal coronavirus di Wuhan." Papar Richard McGregor, seorang analis Cina dengan Lowy Institute di Sydney pada The New York Times. 

Setelah Amerika Serikat, Inggris, Australia, Jepang dan Jerman telah mengajukan permintaan kompensasi dari China; sebuah surat kabar Jerman terkemuka menuntut agar China, yang menyembunyikan informasi mengenai coronavirus, membayar ganti rugi sebesar USD 162 miliar kepada Jerman (Pratyaksha.com, 20 April 2020). 

Pada saat yang sama, surat kabar itu menuduh Presiden China Xi Jinping mendorong dunia ke dalam parit krisis yang mengerikan, China merespon dengan mengatakan bahwa permintaan yang dibuat oleh surat kabar Jerman itu berbahaya.

Diplomat-diplomat China dan suara-suara yang disetujui pemerintahnya berbicara dengan berani meski, menurut McGregor, mungkin mereka akhirnya akan berguguran seiring dengan upaya lebih agresif yang dilakukan oleh Presiden Xi Jinping untuk menulis ulang sejarah China dengan menekankan pada keberhasilan menahan penyebaran Covid-19.

Namun tak ada tanda-tanda bahwa mereka akan mundur. Bahkan ketika editorial di media Australia berargumen bahwa China telah menunjukkan warna aslinya sebagai mitra otoriter yang tidak dapat diandalkan pada Selasa (28/4) malam, tanggapan China tetap ganas.

"Australia selalu mengacau."Tulis Hu Xijin, editor Global Times tabloid nasionalis yang dikendalikan oleh Partai Komunis China, menulis dalam sebuah posting dimedia sosial,"Saya merasa itu seperti permen karet yang menempel di sol sepatu China, kadang-kadang anda harus menemukan batu untuk mengelupasnya. "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun