Nyatanya bukan hanya tiga kepala negara perempuan tersebut di atas yang berhasil menunjukkan kecakapan dalam mengatasi wabah Covid-19. Di kawasan Nordik dimana empat dari lima negara di sana dipimpin oleh perempuan juga memperlihatkan tingkat kematian terkait Covid-19 yang rendah dibanding negara-negara Eropa lainnya (Â CNN, 15 April 2020).
Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin yang berusia 34 tahun adalah pemimpin termuda di dunia tetapi ia memiliki peringkat pengakuan 85% di negerinya untuk kesiapan menghadapi pandemi dengan hanya 59 kematian dalam populasi 5,5 juta.
Perdana Menteri Islandia Katrn Jakobsdttir memerintah sebuah negara pulau kecil yang hanya terdiri dari 360.000 orang. Tetapi pengujian besar-besaran secara acak terhadap coronavirus Islandia terbukti memiliki konsekuensi luas bagi seluruh dunia karena dari sana ditemukan bahwa sekitar setengah dari semua orang yang dinyatakan positif virus tidak menunjukkan gejala. Islandia juga melakukan intervensi awal, secara agresif melacak kontak perorangan, dan mengkarantina kasus-kasus yang diduga coronavirus.
Bandingkan respon gerak cepat mereka dengan Swedia, satu-satunya negara Nordik yang tidak dipimpin oleh seorang perempuan, di mana Perdana Menteri Stefan Lfven menolak untuk memaksakan penutupan bahkan mengijinkan sekolah dan bisnis tetap berjalan. Di sana, angka kematian telah melonjak jauh lebih tinggi daripada kebanyakan negara Eropa lainnya.
Perempuan kepala negara lainnya yang juga menjadi berita utama karena sikap tegasnya terhadap coronavirus adalah Perdana Menteri Silveria Jacobs dari Sint Maarten, sebuah pulau kecil di Karibia yang berpenduduk hanya 41.000 orang, tetapi videonya yang tanpa basa-basi memberitahu warga untuk "berhenti bergerak" selama dua minggu telah menyebar di seluruh dunia (CNN, 15 April 2020).
"Jika tidak memiliki jenis roti yang anda sukai di rumah, makanlah kerupuk. Jika Anda tidak memiliki roti, makan sereal atau gandum.."Katanya tegas.
Tentu saja, Presiden Korea Selatan (pria) Moon Jae-in layak menerima pujian karena berhasil membuat datar kurva infeksi di negaranya melalui pengujian luas. Tetapi banyak negara yang dipimpin oleh laki-laki tidak kompeten yang keras kepala melakukan penyangkalan sains sehingga menyebabkan wabah coronavirus terus membesar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H