Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kepala Negara Perempuan Lebih Cakap Menangani Wabah Covid-19

17 April 2020   18:37 Diperbarui: 17 April 2020   18:37 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(arah jarum jam) Tsai Ing-wen, Angela Merkel, Jacinta Ardern sukses memimpin negara mereka mengatasi meluasnya wabah Covid-19 (doc. wsj.com, Financial Times, NZ Herald, Nuveen, Wikipedia/ed.Wahyuni)

Ada tiga negara di dunia, yaitu Taiwan di Asia, Jerman di jantung Eropa, dan Selandia Baru di Pasifik Selatan; yang telah menerima penghargaan atas penanganan pandemi coronavirus mereka yang mengesankan (CNN, 15 April 2020).

Di Taiwan, langkah-langkah intervensi awal telah berhasil mengendalikan pandemi coronavirus sehingga sekarang mereka mampu mengekspor jutaan masker untuk membantu Uni Eropa dan lainnya. Sedangkan Jerman kini mengawasi program pengujian coronavirus skala terbesar di Eropa dengan melakukan 350.000 tes setiap minggu, mendeteksi virus cukup awal untuk mengisolasi dan merawat pasien secara efektif.

Sementara di Selandia Baru, perdana menteri mengambil tindakan dini untuk menutup pariwisata dan memberlakukan 'lockdown' selama sebulan di seluruh negara, sehingga jumlah korban meninggal akibat Covid-19 bisa ditekan di angka 4.

Lintas lokasi, lintas sosial-budaya, namun ketiganya punya satu persamaan : Dipimpin oleh kepala negara perempuan. Negara-negara tersebut, semuanya menerapkan sistem demokrasi multi-partai dengan tingkat kepercayaan publik yang tinggi pada pemerintah mereka ,telah sukses membendung pandemi melalui intervensi ilmiah awal. Mereka telah menerapkan pengujian luas, akses mudah ke perawatan medis berkualitas, pelacakan kontak personal yang agresif dan pembatasan keras pada pertemuan sosial (CNN, 15 April 2020).

Faktor utama keberhasilan Presiden Tsai Ing-wen (Taiwan), Kanselir Angela Merkel (Jerman), dan Perdana Menteri Jacinda Ardern (Selandia Baru) dalam mengatasi wabah Covid-19 adalah keberanian mereka mengambil langkah antisipatif lebih dini dan membarenginya dengan penegakan aturan yang tegas.

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, misalnya, begitu mendengar tentang virus baru misterius yang menginfeksi warga Wuhan pada Desember tahun lalu, ia segera memerintahkan semua pesawat yang datang dari Wuhan untuk diperiksa. Selanjutnya diapun mendirikan pusat komando epidemi, menggenjot produksi peralatan pelindung diri seperti masker dan membatasi semua penerbangan dari Cina daratan, Hong Kong dan Makau.

Tindakan tersebut terbukti sukses membuat Taiwan bisa menekan Covid-19 dimana dari 24 juta penduduk , tercatat hanya 393 dikonfirmasi infeksi dan enam kematian. Sebuah prestasi yang membuat Departemen Luar Negeri AS menyeru PBB agar Taiwan diberikan posisi pengamat dalam Majelis Kesehatan Dunia WHO.

Kanselir Jerman Angela Merkel,yang menyandang gelar doktor di bidang kimia kuantum, telah melihat peringkat pengakuan atas dirinya melonjak karena kemampuannya menangani pandemi. Jerman memiliki tempat perawatan paling intensif dan program pengujian coronavirus skala terbesar di Eropa. Jerman yang memiliki 83 juta penduduk memiliki lebih dari 132.000 kasus infeksi dengan tingkat kematian yang sangat rendah, yaitu 1.2 persen per sejuta penduduknya

"Mungkin kekuatan terbesar kami di Jerman ... adalah pengambilan keputusan yang rasional di tingkat pemerintahan tertinggi dikombinasikan dengan (tingginya tingkat) kepercayaan yang diterima pemerintah dalam populasi."Papar Hans-Georg Krusslich, kepala virologi di Rumah Sakit Universitas di Heidelberg, kepada New York Times.

Sementara itu di Selandia Baru yang berpenduduk hampir lima juta jiwa dan sangat bergantung pada pariwisata, Perdana Menteri Jacinda Ardern tanpa ragu menutup perbatasan negaranya untuk pengunjung asing pada 19 Maret 2020. Dia pun mengumumkan 'lockdown' selama empat minggu pada 23 Maret 2020 yang mengharuskan semua pekerja yang tidak punya tugas signifikan untuk tinggal di rumah kecuali untuk belanja bahan makanan atau berolahraga di dekatnya.

Negara ini telah melakukan pengujian luas dan mencatat lebih dari 1.300 kasus coronavirus dengan sembilan kematian. 'Lockdown' di Selandia Baru masih berlangsung dan Ardern mengatakan tidak ada rencana untuk mengakhirinya lebih cepat.

Nyatanya bukan hanya tiga kepala negara perempuan tersebut di atas yang berhasil menunjukkan kecakapan dalam mengatasi wabah Covid-19. Di kawasan Nordik dimana empat dari lima negara di sana dipimpin oleh perempuan juga memperlihatkan tingkat kematian terkait Covid-19 yang rendah dibanding negara-negara Eropa lainnya ( CNN, 15 April 2020).

Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin yang berusia 34 tahun adalah pemimpin termuda di dunia tetapi ia memiliki peringkat pengakuan 85% di negerinya untuk kesiapan menghadapi pandemi dengan hanya 59 kematian dalam populasi 5,5 juta.

Perdana Menteri Islandia Katrn Jakobsdttir memerintah sebuah negara pulau kecil yang hanya terdiri dari 360.000 orang. Tetapi pengujian besar-besaran secara acak terhadap coronavirus Islandia terbukti memiliki konsekuensi luas bagi seluruh dunia karena dari sana ditemukan bahwa sekitar setengah dari semua orang yang dinyatakan positif virus tidak menunjukkan gejala. Islandia juga melakukan intervensi awal, secara agresif melacak kontak perorangan, dan mengkarantina kasus-kasus yang diduga coronavirus.

Bandingkan respon gerak cepat mereka dengan Swedia, satu-satunya negara Nordik yang tidak dipimpin oleh seorang perempuan, di mana Perdana Menteri Stefan Lfven menolak untuk memaksakan penutupan bahkan mengijinkan sekolah dan bisnis tetap berjalan. Di sana, angka kematian telah melonjak jauh lebih tinggi daripada kebanyakan negara Eropa lainnya.

Perempuan kepala negara lainnya yang juga menjadi berita utama karena sikap tegasnya terhadap coronavirus adalah Perdana Menteri Silveria Jacobs dari Sint Maarten, sebuah pulau kecil di Karibia yang berpenduduk hanya 41.000 orang, tetapi videonya yang tanpa basa-basi memberitahu warga untuk "berhenti bergerak" selama dua minggu telah menyebar di seluruh dunia (CNN, 15 April 2020).

"Jika tidak memiliki jenis roti yang anda sukai di rumah, makanlah kerupuk. Jika Anda tidak memiliki roti, makan sereal atau gandum.."Katanya tegas.

Tentu saja, Presiden Korea Selatan (pria) Moon Jae-in layak menerima pujian karena berhasil membuat datar kurva infeksi di negaranya melalui pengujian luas. Tetapi banyak negara yang dipimpin oleh laki-laki tidak kompeten yang keras kepala melakukan penyangkalan sains sehingga menyebabkan wabah coronavirus terus membesar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun