Para dokter di Wuhan pertama kali menemukan coronavirus jenis baru pada bulan Desember dan mulai saling bertukar peringatan mendesak kewaspadaan ditingkatkan.Â
Namun bukannya mengakomodir, otoritas pemerintah daerah malah membungkam mereka (Post Magazine, 4-5 April 2020). Beberapa dokter ditahan dan dipaksa menandatangani dokumen yang mengakui kesalahan.
Sementara itu para pejabat Wuhan tetap menjalankan urusan mereka seperti biasa, termasuk jamuan Tahun Baru Imlek yang dihadiri oleh sekitar 40.000 anggota keluarga. Akibatnya ribuan orang di sekitar Wuhan terinfeksi dan ratusan di antaranya meninggal atau sekarat.
Namun tampaknya China mulai 'gerah' dengan predikat negara sumber coronavirus yang bertanggungjawab atas dimulainya era pandemi global yang masih berlangsung sampai saat ini.Â
Partai Komunis China (PKC) pun mulai bertindak untuk, menurut mereka, meluruskan fakta itu salah satunya dengan membangun opini massa bahwa Amerika Serikat (AS)-lah yang sebenarnya merupakan negara yang harus bertanggungjawab atas mewabahnya Covid-19.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian baru-baru ini me-retweet sebuah artikel yang menyalahkan AS karena menginfeksi Wuhan dengan coronavirus.Â
Zhao yang juga menjabat wakil direktur jenderal departemen informasi di kementeriannya saat ini memiliki 287.000 pengikut di akun Twitter-nya, itu menjamin setiap cuitannya akan cukup 'bergema' di jagad medsos.
Menurut Post Magazine, dia bukan satu-satunya pejabat China yang punya banyak pengikut di Twitter, masih ada juru bicara kementerian Hua Chunying (146.700 pengikut), juru bicara kementerian Geng Shuang (61.000) dan pemimpin redaksi Global Times Hu Xijin (175.000).
Setelah pejabat merilis cuitan di akunnya, propaganda akan di-retweet akun-akun Twitter media pemerintah China seperti Global Times (1,7 juta pengikut), China Xinhua News (12,6 juta), People's Daily (7,1 juta), China Daily (4,3 juta) dan China Global Television Network /CGTN (14 juta). Jumlah yang cukup fantastis untuk menciptakan global trending topic di kancah Twitter untuk merebut perhatian dunia.
Cuitan Zhao yang mendiskreditkan AS terkait wabah Covid-19 telah menempuh perjalanan sangat panjang sebelum hadir ke jagad medsos.
Salah satu jurnal medis terkemuka dunia The Lancet (24/1) menerbitkan sebuah artikel yang ditulis secara bersama oleh 29 dokter dan ilmuwan medis China. Mereka memaparkan hasil studi terhadap para pasien yang diduga terinfeksi virus 2019-nCoV dan telah dirawat di rumah sakit Wuhan.
Laporan itu mengatakan bahwa pada 2 Januari 2020 terdapat 41 pasien yang telah "dikonfirmasi laboratorium" terinfeksi virus (penyebab Covid-19) dan dua pertiganya terinfeksi "setelah terpapar virus di pasar Huanan".
Lalu sebuah penelitian lain diterbitkan di situs web penyimpanan dan distribusi terbuka yang digunakan oleh para peneliti ilmiah ChinaXiv.org (19/2) mengemukakan bahwa pasar kemungkinan besar bukanlah tempat awal lahirnya coronavirus atau dengan kata lain virus itu 'diimpor' dari luar wilayah tersebut.
Penelitian yang dilakukan dilakukan oleh tim ilmuwan dari beberapa institusi meliputi Xishuangbanna Tropical Botanical Garden of Chinese Academy of Sciences; South China Agricultural University; and the Chinese Institute for Brain Research itu selanjutnya direvisi pada 21 Februari 2020.Â
Namun, menurut Post Magazine, baik versi awal maupun sesudah revisi sama sekali tidak menyebutkan bahwa Covid-19 berasal dari luar China. Hal itu bertahan sampai 'pabrik' berita palsu mulai bekerja.
Global Times (22/2) memulai dengan merilis artikel yang dibuka dengan,"Sebuah laporan dari stasiun TV Jepang, yang berisi dugaan bahwa beberapa dari 14.000 orang Amerika yang meninggal karena influenza mungkin secara tidak diketahui telah membawa coronavirus (dalam tubuh mereka), telah tersebar di media sosial China sehingga memicu ketakutan dan spekulasi bahwa coronavirus baru mungkin berasal dari AS".
Keesokan harinya (23/2) situs situs People's Daily berbahasa Inggris mengunggah ulang artikel Global Times tersebut (yang versi online-nya sudah lenyap) dan memberinya judul, "Laporan TV Jepang memicu spekulasi di China bahwa Covid-19 mungkin berasal dari AS" lalu melanjutnya dengan 'kisah itu memicu berbagai teori konspirasi di jagad maya China'.
Artikel itu lalu merembet ke unggahan para pengguna Weibo (semacam Twitter, buatan China) tentang pertandingan militer dunia yang diadakan di Wuhan pada Oktober 2019 dan kemungkinan delegasi AS membawa 'bibit' coronavirus yang setelah bermutasi jadi lebih menular dan mematikan, memicu penyebaran yang lebih luas tahun ini.
Artikel People's Daily ini kemudian diangkat lagi oleh situs konspirasi GlobalResearch.ca (4/3) dengan judul "Coronavirus China: Pembaruan yang Mengejutkan. Apakah Virus Berasal dari AS? "
Artikel (4/3) itu  dibuka dengan alinea, "Media Barat dengan cepatnya merilis narasi resmi bahwa penyebaran coronavirus jenis baru berawal dari China dan mengklaim bahwa itu berasal dari hewan pasar basah di Wuhan".
Padahal faktanya, semua media yang dikontrol pemerintah China pun melansir narasi resmi yang sama yang notabene mereka terima dari pemerintahnya dan mayoritas bukti (termasuk artikel ilmiah di Lancet) menunjukkan bahwa wabah memang bermula di pasar Wuhan (Post Magazine, 4-5 April 2020).
Pada 5 Maret 2020 tanpa mengutip artikel Global Research (4/3) atau artikel media China yang mendasarinya, Zhao mencuit, "Kasus terkonfirmasi # COVID19 pertama kali ditemukan di China, tetapi tidak harus berarti bahwa asalnya dari China. Kami masih melacak asal-usulnya. "
Lalu pada 11 Maret 2020, Global Research menerbitkan lanjutan artikelnya yang diberi judul, "COVID-19: Bukti Lebih Lanjut bahwa Virus Berasal dari AS".Â
Cerita dimulai dengan mengulang artikel 4 Maret, mengangkat kembali materi TV Asahi Jepang (yang tidak pernah ditemukan) dan keterangan dari narasumber yang semula disebut sebagai 'seorang pria dalam video' diubah jadi 'para epidemiologis dan farmakologis asal Jepang dan Taiwan' tentang kemungkinan besar bahwa coronavirus berasal dari AS'.
Lalu untuk menegaskan bahwa kasus Covid-19 pertama terjadi AS, Global Research pun menulis bahwa '...CDC tiba-tiba dan benar-benar menutup laboratorium bio-senjata Fort Detrick yang mengklaim fasilitas itu tidak memadai untuk mencegah hilangnya patogen' dan, sebagai bukti, dilampirkan screenshot dari halaman The New York Times edisi 5 Agustus 2019 yang memuat artikel rujukan. Padahal berita aslinya tidak menyebutkan penutupan fasilitas secara total. Â
Di hari yang sama menjelang sore, South China Morning Post melaporkan bahwa topik tagar "Zhao Lijian mengirimkan lima tweet berturut-turut yang mempertanyakan AS" telah dilihat lebih dari 4,7 juta kali di Weibo. Dua belas jam kemudian, The New York Times melaporkan telah dicari netizen lebih dari 160 juta kali.
Pengikut Twitter Zhao telah meningkat dari 287.000 menjadi lebih dari 500.000. Media di seluruh dunia memuat berita tentang cuitannya dan berita palsu pun telah menjadi viral.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI