Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wabah dan Isra Menuju Ramadhan

22 Maret 2020   11:34 Diperbarui: 22 Maret 2020   11:46 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepuluh tahun ( ada sebagian ulama meyakini 8 tahun) pertama masa kenabian Rasul shallallahu 'alaihi wasallam (SAW) ditandai dengan beberapa momen yang memicu kesedihan mendalam di hati beliau. Diawali berpulangnya secara berturut-turut dalam selang waktu yang pendek dua pendukung utama dakwahnya, yaitu sang paman Abu Thalib bin Abdul Muththalib dan istri tercinta yang sangat dihormatinya Siti Khadijah RA  kembali ke rahmatullah.

Berpulangnya kedua sosok tersebut membuat posisi Rasulullah kian tersudut dan berdakwah di Mekkah kian sulit dilakukan. Beliau mencoba mengalihkan target dakwah ke masyarakat di kawasan Thaif dengan harapan mereka lebih terbuka dalam menerima ajakannya, namun beliau justru dicacimaki bahkan dilempari batu sampai terluka.

Rentetan kesedihan di atas membuat tahun kesepuluh dalam masa kenabian Rasul SAW disebut 'azmul huzni' (tahun dukacita). Saat itulah Rabb menganugerahi Rasul-Nya dengan 'tasliyah' (penghiburan) dengan mengutus Jibril mendatangi beliau yang tengah berbaring rehat seusai shalat isya di Masjidil Haram.

Hadist Riwayat (HR) Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi memaparkan bahwa Jibril melakukan semacam tindakan operasi membelah dada Rasul SAW dan beliau bersabda,"Kemudian hatiku dikeluarkan, lalu dicuci dengan air zamzam, lalu (sesudahnya) dikembalikan ke tempatnya semula dan diisi dengan keimanan dan hikmah."

Pembedahan itu tentu saja berbeda dengan operasi medis saat ini yang dilakukan untuk mengeluarkan penyakit, al-Habib Ali al-Habsyi dalam bukunya 'Maulid Simthu ad-Durar' menyatakan bahwa,'"Sesungguhnya para malaikat tersebut tidaklah mengeluarkan sesuatu dari diri beliau SAW. Akan tetapi sesungguhnya mereka telah menambah kesucian di atas kesucian pribadi beliau SAW.' (Ikmal Online, 30 November 2017).

Jadi operasi yang dilakukan Jibril adalah untuk menambah kadar kesucian dari kesucian yang memang sudah ada dalam diri Rasul SAW.

Setelah itu barulah didatangkan 'buraq' untuk dikendarai Rasulullah melakukan perjalanan di malam hari dari Masjidil Haram-Mekkah ke Masjidil Aqsa-Palestina ('isra').

Covid-19 Bisa Menjadi 'Tasliyah'

Tahun 2020 ini masih banyak kasus persekusi umat Islam di seluruh penjuru dunia yang masih berlangsung dari mulai jutaan Muslim Uygurs yang dijebloskan ke dalam kamp-kamp rehabilitasi ideologis lengkap dengan segala kekerasan yang dilakukan rezim pemerintah China sejak April 2017 (Radio Free Asia, 19 Maret 2020), Muslim Rohingya yang menjadi korban politik genosida rezim penguasa Myanmar sejak Agustus 2017 (BBC News, 23 Januari 2020), dan terakhir kasus pembantaian umat Islam di India akibat undang-undang kewarganegaraan baru yang sangat diskriminatif terhadap mereka (The Washington Post, 7 Maret 2020). Sebenarnya masih banyak kasus serupa di berbagai negeri yang kurang mendapat perhatian media massa.

Sejarah Rasul SAW dengan tahun dukacita yang membuat beliau dianugerahi tasliyah dalam bentuk isra miraj adalah inspirasi yang sangat layak untuk diteladani karena Muslim butuh 'pembelahan dada' untuk membersihkan hati (berbeda dengan Rasul SAW yang terpelihara dari dosa besar dan ma'sum, umat beliau tak luput dari dosa) agar semakin bertambah keimanan sehingga dimudahkan memperoleh hikmah.

Derita fisik dan mental selama mendapat penzaliman sistematis bisa disikapi sebagai proses pembersihan hati, sementara wabah Covid-19 bisa disikapi sebagai tasliyah bagi mereka.

Banyak rezim penindas umat Islam kini harus mengalihkan fokus mereka pada usaha menanggulangi wabah yang begitu cepat menyebar sekaligus memakan sangat banyak korban di tataran global hingga hingga setidaknya persekusi atas mereka mengendur, memberi ruang bernapas lebih lega yang memungkinkan mereka kembali menekuni ibadah dengan lebih intens.

Sementara bagi umat Islam yang berada dalam kemerdekaan beribadah, Covid-19 dengan segenap kecemasan dan gangguan signifikan yang ditimbulkannya dalam kehidupan bisa merupakan operasi pembersihan hati.

Sekaligus tasliyah bagi keluarga yang dalam keseharian normal mungkin hanya bisa berkumpul sebelum atau sesudah aktifitas rutin bekerja-sekolah-kegiatan sosial dan karantina akibat wabah memungkinkan waktu kebersamaan menjadi lebih panjang yang berpotensi menebalkan silaturahim yang sempat menipis. Sinergi ayah-ibu dalam mendidik buah hati mereka bisa direvitalisasi.

Ramadhan Bisa Menjadi Tujuan 'Isra'

Usai pembersihan hati, Rasul SAW pun bergerak melakukan isra menuju Mesjid Al-Aqsha. Bagi umat beliau, bulan Rajab ini adalah titik awal isra dengan tujuan menggapai Ramadhan yang kini tinggal menghitung hari.

Isra yang merupakan titik lepas landas Rasul SAW melakukan mi'raj menuju sidratul muntaha tempatnya menghadap Rabb Azza wa Jalla untuk menerima perintah keumatan sholat fardhu lima waktu.

Ramadhan adalah periode isra bagi umat Rasul SAW karena ada banyak keistimewaan di dalamnya yang sangat potensial meningkatkan kesucian hati dan kualitas keimanan bagi yang menyempurnakan ikhtiar untuk menjalaninya. Keistimewaan Ramadhan itu di antaranya adalah shaum Ramadhan sebagai rukun Islam keempat, bulan diturunkannya Al-Qur'an (nuzulul qur'an), bulan dihadirkannya lailatul qadar yang ibadah di malam tersebut senilai dengan ibadah 1000 bulan, shaum dan shalat yang dilakukan dengan keimanan seraya berharap pahala adalah syariat diampuninya dosa, mereka yang melaksanakan shalat tarawih bersama imam sampai akhir akan diapresiasi sama dengan qiyyamul lail semalam penuh, serta menjalankan umrah di bulan Ramadhan diganjar pahala senilai haji (Kiblat, 17 Mei 2018).

Sebenarnya masih banyak keistimewaan lain Ramadhan, termasuk kewajiban membayarkan zakat fitrah yang berlaku lintas status ekonomi berbeda dengan zakat-zakat lainnya. Setiap Mukmin terlepas seberapa kaya atau berkuasanya dibebani kewajiban yang sama untuk urusan zakat fitrah ini dan itu adalah sebuah penghormatan atas kemanusiaan yang dianugerahkan Sang Khalik.

Ramadhan sebagai isra merupakan modal untuk mencapai mi'raj berupa terjaganya hati-lidah-langkah dalam koridor melakukan semua ibadah yang berkaitan langsung dengan Rabb maupun yang bersentuhan dengan interaksi antar makhluk dalam koridor menjalankan perintahNya sesuai fungsi utama penciptaan manusia.

Miraj adalah konsistensi penjagaan diri sepanjang perjalanan usia yang harus selalu direvitalisasi sampai ke tujuan akhir, yaitu husnul khatimah saat Malaikat Izroil menjemput kita kembali pada Rabb Azza wa Jalla. Wallohu'alam bish shawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun