Semakin banyak penelitian yang meneliti hubungan antara penggunaan media sosial (medsos) dan kesehatan mental yang kesemuanya mengarah pada satu kesimpulan bahwa tingkat/frekuensi penggunaan media sosial yang rendah terkait dengan kesehatan mental yang lebih baik.
Studi terbaru pun menguatkan hal tersebut dengan menunjukkan data bahwa orang yang membatasi penggunaan medsos setengah jam sehari memiliki gejala depresi dan kecemasan yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol (Psychologi Today, 17 Februari 2020).
Seberapa besar dampak aktifitas medsos pada kesehatan akan tergantung pada pasif-aktifnya penggunaan medsos, sementara penelitian juga menunjukkan bahwa medsos pun bisa mempengaruhi kesehatan fisik dan interaksi sosial nyata bagi para penggunanya.
Penggunaan medsos pasif mengacu pada praktik diam-diam mengamati media sosial orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa tindakan tersebut dapat menimbulkan kecemburuan dan kebencian, serta  fear of missing out (ketakutan ketinggalan berita terbaru dari sosok yang diam-diam diikuti) yang memicu kecemasan.
Hal itu, sebagaimana dirilis Rob Whitley PhD yang merupakan investigator kepala kelompok peneliti psikiatri sosial di Douglas Hospital Research Center di laman Psychology Today, terjadi karena banyak pengguna medsos memposisikan diri dan kehidupan mereka sendiri berada dalam level yang sangat tinggi secara tidak realistis.
Maka jangan heran kalau di akun mereka berseliweran posting hedonis atau narsis yang bisa membuat para pengaksesnya minder atau cemas akut gara-gara salah menyimpulkan bahwa cuma diri sendiri yang paling merana di jagad raya ini.
Sementara penggunaan medsos aktif mengacu pada aktifitas posting video/foto, pembaruan status, komentar, atau posting secara teratur. Mayoritas orang melakukannya dengan tujuan untuk mendapat jempol atau 'like' dari para pengguna medsos lain atau di lingkup psikologi disebut pencarian 'validasi eksternal'.
Namun bila respon sanjungan yang diharap tak muncul, keraguan dan kebencian pada diri sendiri bisa terakumulasi. Bahkan pada tingkat tertentu dimana terjadi cyber bullying, bisa saja berakhir dengan bunuh diri.
Penggunaan medsos berlebihan terbukti berdampak negatif pada kesehatan fisik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan medsos dan perangkat digital yang berat (terutama sebelum tidur) dapat berdampak negatif pada kualitas dan kuantitas tidur yang berarti fase istirahat serta pemulihan tubuh, termasuk otak, menjadi terganggu. Sakit kepala, migrain, dan gangguan penglihatan adalah hal yang biasa dialami mereka yang hobi memelototi layar ponsel sampai lupa waktu.
Medsos memungkinkan pengguna terhubung dengan orang-orang yang memiliki minat dan pola pikir yang sama sehingga memungkinkan terbentuknya jejaring sosial. Sayangnya, banyak pengguna medsos dan perangkat digital yang meninggalkan interaksi sosial tatap muka dan memilih asyik sendiri dengan gawai.
Padahal penelitian yang sudah cukup menunjukkan bahwa aktifitas sosial tatap muka yang memuaskan dapat menangkal depresi, kecemasan, dan gangguan kesehatan mental lainnya.
3 Langkah Detoks Digital
Bila alarm fisik-mental sudah menyerukan ketergantungan tak sehat pada medsos, maka sudah saatnya membulatkan tekad untuk melakukan detoksifikasi digital. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa dicoba.
Langkah pertama berkaitan dengan waktu. Cobalah 'puasa medsos' pada jam-jam tertentu dalam sehari atau beberapa hari dalam seminggu. Itu termasuk pemberlakuan 'jam malam', misalnya tetapkan tidak ada aktifitas medsos setelah pukul 21.00, untuk menyiasati agar porsi tidur tetap tercukupi. Sesuaikan pengaturan yang pas dengan gaya hidup anda.
Langkah kedua berhubungan dengan ruang. Beberapa pub Inggris telah memberlakukan kebijakan 'tidak ada telepon, tidak ada laptop, tidak ada tablet' untuk mendorong percakapan sosial. Anda bisa menentukan ruang bebas-digital di rumah seperti kamar tidur atau meja makan, sesuaikan dengan kebiasaan hidup sehari-hari keluarga anda.
Langkah ketiga terkait dengan alternatif. Banyak orang menggunakan medsos dan perangkat digital untuk mengisi kekosongan sosial. Detoksifikasi digital yang berhasil akan menciptakan waktu luang untuk kegiatan alternatif dan lebih baik mengisi kekosongan dengan , misalnya, menekuni aktifitas yang disukai namun sudah lama tidak dilakukan, mengejar hobi baru, atau menjadi sukarelawan.
Detoksifikasi digital dapat memberikan waktu untuk introspeksi dan pembaruan. Ini bisa berpengaruh positif pada kesehatan mental dan fisik serta menciptakan ruang baru untuk aktifitas-aktifitas menyehatkan yang belum pernah anda coba sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H