Rupanya masih banyak kalangan di AS yang dongkol terhadap Mark Zuckenberg gara-gara aplikasi Facebook  buatannya sukses dibobol hingga 50 juta suara dari para pemilik akun, tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, bisa dimanfaatkan untuk menghantar pengusaha tajir kontroversial Donald Trump ke tampuk kepresidenan tahun lalu.
Kejengkelan bertambah dalam karena sebagian publik menilai Mark tidak menunjukkan kesungguhan yang signifikan untuk menangani kasus penyalah-gunaaan data pribadi para pengguna aplikasinya.
Jadi jangan heran kalau kabar anjloknya harga saham raksasa medsos tersebut minggu (26/7) lalu disambut gembira oleh sebagian masyarakat AS, Matthew Hennessey adalah salah satunya. Penulis buku dan salah seorang editor fitur Wall Street Journal tersebut, sebagaimana ditulisnya di New York Post (28/7), mengungkapkan bahwa bursa Wall Street telah memberikan pelajaran terhadap Mark sesuatu,"... yang semestinya sudah dia dapatkan dari Kongres AS bulan April lalu."
Menurut Matthew, sementara Mark menghabiskan setengah tahun di 2018 ini untuk mendengar namun tidak sungguh-sungguh menyimak berbagai keluhan publik tentang kelalaian Facebook mengelola privasi data pengguna; maka menguapnya nilai pasar perusahaan senilai $119 biliun atau setara GDP Kuwait pada perdagangan di bursa saham Wall Street Kamis lalu pasti akan memaksa Mark untuk  memperhatikan semua masukan secara lebih seksama.
Para analis menunjukkan bahwa ketidak-seriusan Facebook merespon undang-undang privasi digital yang baru diberlakukan di kawasan Uni Eropa telah membuat para investor berpikir ulang untuk menjalin kerja sama finansial dalam waktu dekat.
Masyarakat pun mulai bosan dengan pernyataan-pernyataan Mark yang berulang seputar perjalanan panjang yang tengah ditempuh Facebook untuk melindungi data para penggunanya. Kredibilitas Facebook sebagai aplikasi medsos terpercaya pun dipertanyakan. Hal itu terbukti dengan menurunnya pengguna baru yang bergabung.
Sejak awal Mark telah menumbuh-kembangkan budaya 'tak ada aturan yang harus dipatuhi', maka jangan heran kalau mendadak ada perubahan  lay out situs atau pengaturan menjebak agar bisa menginfiltrasi area pengaturan privasi pemilik akun. Facebook sepertinya punya kebijakan 'anjing menggonggong, kafilah terus berlalu' dalam menghadapi kritikan. Mottonya mencerminkan hal itu : Move fast and break things (bergerak cepat dan mendobrak segala batasan,  -pen.).
Pegawai Facebook lebih cerdas dari kebanyakan orang, lebih produktif dan mampu melihat lebih jauh ke depan. Mereka bisa membayangkan sebuah masa depan yang sedemikian kreatif dan berada di luar jangkauan pemikiran masyarakat umum.
Kecepatan adalah aset tak ternilai yang mampu memotong biaya untuk mengupayakan sebuah kemajuan. Mereka akan tetap menawarkan visi masa depan, tak peduli apakah  publik akan menerimanya atau tidak.
Namun untuk urusan fokus pada visi dan pasang kacamata kuda terhadap reaksi di luar itu, Mark tidaklah sendirian. Banyak  pengusaha teknologi dan digital berbuat hal serupa.
"Kami tidak percaya adanya batasan." Tim Cook, CEO Apple, sering berujar,"Selama bertahun-tahun Apple telah membuat produk-produk yang orang tidak tahu apakah mereka menginginkannya tapi sekarang, mereka malah tidak bisa hidup tanpa produk-produk itu." Hal itu memang benar tapi kita semua tahu bahwa perusahaan yang dibangun dengan sikap sedemikian bisa jadi kelewat pede hingga luput melihat kelemahan yang dimilikinya.
Begitu juga kisah sukses Sillicon Valley yang menyerupai mitos Yunani tentang seorang pahlawan (dalam hal ini 'pendiri perusahaan', -pen.) yang harus berjuang menembus alam liar untuk menemukan takdirnya.
Banyak orang bilang itu mustahil, namun dia  keukeuh dan berhasil. Pujian dan kemakmuran pun membanjiri sang pemenang. Cuma ada satu hal yang dilupakan oleh pendiri Silicon Valley bahwa mereka yang  kelewat percaya diri atau terlalu arogan akan berakhir dengan kejatuhannya.
Perdagangan di bursa Wall Street kali ini membuat Mark harus menelan kerugian pribadi senilai $15,4 biliun dan itu pasti sangat berpengaruh terhadap kondisi finansial serta level korporasinya. Semoga dia mampu memetik hikmah dari pelajaran pahitnya, komitmen bukan sekedar dinyatakan namun harus dilanjutkan dengan tindakan nyata untuk memenuhinya sebaik mungkin. At all cost.
Sementara bagi para pengguna akun medsos apapun, pastikan memahami dan terus mengingat bahwa seberapa pun tingginya tingkat privasi yang dijanjikan oleh para pembuat aplikasi namun statusnya adalah akun sosial. Semua data yang tersimpan di sana, termasuk percakapan atau foto pribadi, memiliki celah untuk diakses publik. Â Jadi hindari menaruh informasi pribadi rahasia terpentingmu di situ.
Referensi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H