Akhirnya untuk pertama kali, saya menyaksikan Om Tardji naik pentas bareng komunitas Sastra Kalimalang dalam event‘Malam Sastra Persada’ yang digelar oleh PKBM ‘Tamansari Persada’ di kampus mereka di kawasan Jatibening Baru, Bekasi, beberapa waktu (8/10) lalu. Puluhan penonton dari berbagai latar mulai jurnalis muda, anak sekolah, seniman, dan fanssejatinya berjibakumenembus hujan memadati ruang pentas.
Duduk santai bersandar, meniup harmonika yang disahuti petikan gitar Bang Ane dan instrumen lain yang dipegang kelompok musik Sastra Kalimalang lalu bergemalah dalam ritme dinamis santai lagu-lagu lawas berbahasa Inggris, Melayu, bahkan Spanyol yang dinyanyikan bersama atau instrumentalia saja berselang-seling dengan obrolan atau seloroh bahkan tawa menjadi latar bagi Om Tardji membawakan puisi-puisinya. Dia duduk tegak membaca puisi-puisi yang ditulis besar-besar pada berkas kertas dalam genggamannya, lantas berdiri, dia bahkan berjoget, berdiri dengan gaya orator. Kata-kata disuarakan berirama seperti merapal mantera. Memukau. Mengikat. Menawan.
………………………………………………………………………………………………………
tujuh puncak membilang bilang/
nyeri hari mengucap ucap/
di butir pasir kutulis rindu rindu/
walau huruf habislah sudah/
alifbataku belum sebatas allah/
(Puisi ‘Walau’ / Sutardji Calzoum Bachri, 1979)
Bang Ane berkisah tentang Magrib-Isya yang intens dihabiskan Om Tardji di mesjid dekat rumahnya. Tentang air mata yang tumpah tercurah saat shalat,”Waktu itu Om Tardji mengimami saya dan dia nangis sampai gemetaran … “.
‘Menghayati kematian sebelum mati, itulah yang saya tampilkan dalam banyak sajak saya. Maka imaji-imaji kubur banyak dijumpai dalam sajak-sajak saya yang terbaru, sesuatu yang tidak diketemukan dalam kumpulan O atau Amuk…” Tulis Om Tardji dalam pengantar kumpulan puisinya yang berjudul Kapak, masih dari buku kompilasi yang sama.
daging/
coba bilang/
bagaimana arwah masuk badan/
bagaimana tuhan/
dalam denyutmu/
…………………………………………………………………………………………………………………..
(Puisi ‘Daging’ / Sutardji Calzoum Bachri, 1979)
‘Buat Wahyuni Susilowati : Jangan lupa Allah !’ Tulis Om Tardji dalam buku O Amuk Kapakyang dihadiahkan pada saya dan ditandatanganinya usai pementasan teatrikal berdurasi sekitar dua jam itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H