Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Baju Lebaran si Dudung

2 September 2010   07:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:31 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Kalau kita pintar memilih, bisa dapat baju bagus dengan harga murah, Dung.” Ibu menerangkan dengan sabar.

“Tapi kalau ketauan teman kan malu, bu.” Dudung ngeri membayangkan ejekan Arul, Bobi, dan yang lainnya kalau mereka tahu baju lebarannya dari tukang loak.

“Ya, jangan bilang-bilang!” Ibu mencubit pipi Dudung,”Tenang aja, Dung, nanti ibu akalin biar bajunya kinclong.”

Dudung menatap wajah ibu yang meski penuh senyum tapi terlihat letih itu. Apalagi dia sendiri juga ingin buru-buru mendekap bantal di pulau kapuk. Bocah lelaki itu memutuskan untuk menurut Dia berdiri di tempat yang teduh sambil memandangi punggung ibunya yang berdesakan dengan pembeli lain. Akhirnya mereka berhasil membawa pulang dua stel baju untuk Dudung.
Tapi Dudung masih muram. Bagaimana tidak, saat ibu mengukurkan baju-baju
Itu ke tubuh Dudung tercium bau apek menyengat. Belum lagi kusut dan kumalnya. Mana tahan!

“Pokoknya percaya deh sama ibu,” Ibunya menenangkan,”Ada senjata rahasia”.

Dudung memperhatikan bungkusan sabun cuci dan pewangi baju di tangan ibu. Dia tidak begitu mengerti tapi selama ini ibunya jarang berbohong. Dudung menetapkan hati untuk percaya bahwa sim salabim dan baju apek akan berubah jadi keren berkat sentuhan tangan ibu.
Panggilan ibu membuyarkan lamunan Dudung yang masih berhanduk ria. Setelah mengusapkan minyak kayu putih, ibu menyuruh Dudung mengenakan kaos dalam lalu ke luar kamar. Kembali lagi ke depan Dudung dengan kedua tangan tersembunyi di belakang punggung.

“Pilih yang mana?” ibu merentangkan kedua tangannya yang memegang gantungan baju.

Dudung terbelalak melihat celana panjang hitam dan kemeja kotak-kotak merah ditangan kanan ibu serta sontok dan kaos biru di kiri. Keduanya sama-sama bagus. Aroma harum tercium saat Dudung mendekat.

“Duung! Dudung!” Terdengar teriakan anak-anak begitu berisiknya di depan rumah Dudung.
Akhirnya ibu yang memilihkan celana panjang hitam dan kemeja merah untuk shalat Ied. Setelah mencium tangan ibu, Dudung menyambar sajadah, dan berlari ke halaman. Celoteh gembira Arul, Nino, Bobi, dan Gandi menyambut Dudung yang begitu ceria. Beriringan mereka memburu lapang RW untuk shalat Ied.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun