Mohon tunggu...
Sabrina Yudhistira Jumiranto
Sabrina Yudhistira Jumiranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

43223110015 - S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Sigmund Freud dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

19 November 2024   20:57 Diperbarui: 19 November 2024   20:57 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika superego terlalu dominan, seseorang akan merasa terus-menerus bersalah, yang tercermin dalam sikap moralistik, religius, dan merasa harus selalu hidup sesuai dengan norma-norma moral. Hal ini akan membuatnya merasa selalu berdosa. Sebaliknya, jika id yang dominan, seseorang akan menjadi sangat egois, narsistik, dan individualistis, hanya peduli dengan dirinya sendiri tanpa memperhatikan orang lain. 

Ketika id mengambil alih dan ego serta superego lemah, dorongan-dorongan biologis yang tidak terkendali akan membuat seseorang menjadi sangat mementingkan diri sendiri, memaksakan kehendaknya, dan bersikap sewenang-wenang. Dia hanya peduli untuk mendapatkan keuntungan pribadi, meskipun harus merugikan orang lain. Perilaku anti-sosial ini muncul karena kurangnya nilai-nilai moral dalam pemenuhan keinginan pribadi. 

Ego yang lemah akan kesulitan menghadapi dorongan-dorongan id dan tuntutan dari superego, sehingga cenderung memenuhi keinginan-keinginan tersebut tanpa mempertimbangkan dampaknya. Oleh karena itu, keseimbangan antara id, ego, dan superego sangat penting untuk mencegah perilaku korupsi dan menciptakan masyarakat yang lebih etis dan bertanggung jawab.

Freud mengidentifikasi lima tahap perkembangan kepribadian yang dilalui setiap individu, yaitu oral, anal, phallis, laten, dan genital.  

*Tahap oral 

Pada tahap oral, bayi berinteraksi terutama melalui mulut, di mana refleks mengisap memainkan peran yang sangat penting. Mulut menjadi penting untuk proses makan dan bayi merasakan kepuasan melalui stimulasi oral seperti mencicipi dan mengisap. Karena bayi sepenuhnya bergantung pada pengasuh untuk pemberian makan, mereka juga mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan melalui rangsangan ini.

Konflik utama yang muncul pada tahap ini adalah penyapihan, di mana anak harus mulai mengurangi ketergantungannya pada pengasuh. Jika terjadi fiksasi pada tahap ini, Freud berpendapat bahwa individu mungkin menghadapi masalah ketergantungan yang dapat tercermin dalam kebiasaan seperti makan berlebihan, minum, atau menggigit kuku.

*Tahap anal 

Pada tahap anal, Freud berpendapat bahwa fokus utama libido terletak pada kemampuan anak untuk mengendalikan kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama dalam tahap ini adalah pelatihan toilet, di mana anak belajar untuk mengontrol kebutuhan tubuhnya. Proses kontrol ini membantu anak merasa bangga dan mandiri.

Freud menyatakan bahwa keberhasilan dalam tahap ini sangat bergantung pada pendekatan orang tua dalam mengajarkan pelatihan toilet. Orang tua yang memberikan pujian dan penghargaan ketika anak menggunakan toilet pada waktu yang tepat akan menghasilkan hasil yang positif, serta membuat anak merasa mampu dan produktif.

 Freud juga percaya bahwa pengalaman positif pada tahap ini membentuk dasar bagi perkembangan seseorang menjadi individu yang kompeten, produktif, dan kreatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun