Mohon tunggu...
Sabrina Yudhistira Jumiranto
Sabrina Yudhistira Jumiranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

43223110015 - S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB2-Kebatinan Mangkunegaran IV Pada Upaya Pencegahan Korupsi Dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

16 November 2024   22:10 Diperbarui: 17 November 2024   05:31 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Empati menjadi landasan utama bagi seorang pemimpin untuk memahami perspektif dan kebutuhan rakyatnya. Prinsip Bisa Rumangsa, Ojo Rumangsa Bisa mengajarkan bahwa pemimpin yang baik harus mampu merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat atau bawahannya. Dengan memposisikan dirinya di tempat orang lain, pemimpin dapat membangun kebijakan yang lebih adil dan berpihak kepada masyarakat.

Korupsi sering kali terjadi karena kurangnya rasa tanggung jawab terhadap penderitaan masyarakat. Pemimpin yang tidak memiliki empati cenderung memprioritaskan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. 

Sebaliknya, pemimpin yang menghidupkan rasa akan mampu melihat dampak korupsi terhadap rakyat kecil, seperti berkurangnya anggaran untuk pendidikan, kesehatan, atau infrastruktur. Dengan merasakan penderitaan rakyat akibat korupsi, seorang pemimpin akan memiliki dorongan moral untuk memastikan keadilan dan transparansi.

Empati juga mendorong pemimpin untuk mengatasi ego dan belajar dari berbagai perspektif. Pemimpin yang "rumangsa bisa" (merasa dirinya mampu) cenderung tertutup terhadap kritik dan masukan, sehingga sulit berkembang. Sebaliknya, pemimpin yang bisa rumangsa (mampu merasa) akan terus belajar dan memperbaiki diri berdasarkan kebutuhan masyarakat.

2.Keberanian untuk Berubah (Angrasa Wani)

Keberanian adalah elemen penting dalam kepemimpinan. Mangkunegara IV menjelaskan bahwa pemimpin harus memiliki rasa wani atau keberanian untuk memulai, mengambil risiko dan melakukan perubahan. Tanpa keberanian, seorang pemimpin akan terjebak dalam zona nyaman yang pada akhirnya menghambat kemajuan organisasi atau masyarakat yang dipimpinnya.

Dalam konteks pencegahan korupsi, keberanian sangat dibutuhkan untuk menegakkan hukum dan melawan tekanan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Pemimpin harus berani mengambil langkah-langkah tidak populer, seperti memberantas korupsi sistemik, meskipun berisiko menghadapi perlawanan dari oknum-oknum tertentu.

Inovasi dalam sistem pengawasan, seperti penerapan teknologi antikorupsi atau transparansi keuangan, juga membutuhkan keberanian untuk diterapkan.

Memimpin diri sendiri berarti berani menghadapi kekurangan diri, menerima tantangan dan terus berkembang. Pemimpin yang takut salah atau takut keluar dari zona nyaman akan sulit memberikan inspirasi kepada orang lain. Sebaliknya, keberanian untuk mencoba, belajar dan bahkan gagal merupakan ciri khas pemimpin yang adaptif dan visioner.

3.Kesadaran Akan Kesalahan (Angrasa Kleru)

Kemampuan untuk mengakui kesalahan adalah bentuk keberanian dan integritas. Mangkunegara IV menekankan bahwa manusia, termasuk pemimpin adalah makhluk yang tidak lepas dari kesalahan. Namun, yang membedakan pemimpin yang baik adalah kemampuannya untuk sadar, mengakui dan memperbaiki kesalahan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun