Mohon tunggu...
Sabrina Satriawati
Sabrina Satriawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum dan Syarat Badal Haji Menurut Imam Syafii: Upaya Pemahaman Mandalam Terhadap Pengganti Pelaksanaan Ibadah Haji

10 Januari 2024   21:19 Diperbarui: 10 Januari 2024   21:49 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ditulis oleh : Ramadha Abuzar Pratama, Rena Rahayu Septiani, Sabrina Satriawati, Sindi Pebriani

Badal haji merujuk pada pelaksanaan ibadah haji oleh seseorang atas nama individu lain yang sebenarnya memiliki tanggung jawab untuk menjalankan ibadah tersebut.

Haji, sebagai rukun Islam kelima, merupakan bentuk ritual tahunan bagi umat Muslim yang mampu. Mereka melakukan perjalanan ke Arab Saudi pada musim haji untuk melaksanakan serangkaian kegiatan. Namun, sering kali di kalangan umat islam muncul pertanyaan "Bolehkah kita menggantikan haji atau umrah seseorang?"

Biasanya, situasinya muncul ketika seorang anak berharap agar kedua orang tuanya dapat menjalankan ibadah haji atau umrah, tapi mereka menghadapi kendala yang membuat mereka tidak mampu melakukannya secara langsung.

Ibadah haji memang wajib dilakukan hanya oleh mereka yang mampu secara fisik dan mental. Persyaratan ini memang memiliki dampaknya sendiri, karena tidak semua orang Islam bisa memenuhi syarat tersebut dan melaksanakan haji.

Lantas apakah diperbolehkan melakukan badal haji atau umrah dalam Islam menurut madzhab Imam Syafi'i, dan apa persyaratan yang harus dipenuhi?

Hukum dan Dalil Badal Ibadah Haji dan Umrah

Badal Haji

Ibadah haji adalah salah satu ibadah yang sangat mulia, dan sebagai umat Muslim, kita memiliki kewajiban untuk menjalankannya jika kita memiliki kemampuan fisik dan finansial. Dalam Islam, penggantian haji (badal haji) diperbolehkan sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW yang diriwayatkan dalam hadis muttafaqun 'alaih (Bukhari dan Muslim).

أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ عَلَيْهِ فَرِيضَةُ اللهِ فِي الْحَجِّ وَهُوَ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى ظَهْرِ بَعِيرِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحُجِّي عَنْهُ

[رواه البخاري ومسلم]

Artinya: Bahwasanya seorang wanita dari Khos’am berkata kepada Nabi Muhammad SAW: wahai Rasulullah sesungguhnya ayahku telah tua renta, baginya ada kewajiban Allah SWT dalam berhaji, dan dia tidak bisa duduk tegak di atas punggung onta. Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda: Hajikanlah dia. (HR. Bukhari dan Muslim).

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَمَاتَتْ قَبْلَ أَنْ تَحُجَّ أَفَأَحُجَّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ اقْضُوا اللهَ الَّذِي لَهُ فَإِنَّ اللهَ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ .

[رواه البخاري]

Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi Muhammad SAW, lalu berkata: Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk berhaji, lalu ia meninggal dunia sebelum ia melaksanakan haji, apakah saya harus menghajikannya? Nabi Muhammad SAW bersabda: Ya hajikanlah untuknya, bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah kamu akan melunasinya? Ia menjawab: Ya. Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda: Tunaikanlah hutang (janji) kepada Allah SWT, karena sesungguhnya hutang kepada Allah SWT lebih berhak untuk dipenuhi. (H.R Bukhari)

Para ulama dari keempat mazhab sepakat bahwa badal haji memang diperbolehkan, seperti yang dilansir oleh cimbniaga.co.id. Namun, meskipun diizinkan, perlu dicatat bahwa tidak semua orang dapat melakukan atau menjadi objek badal haji. Terdapat syarat dan ketentuan yang menjadi dasar dibolehkannya badal haji.

Ketentuan Badal Haji

1. Umur dan kondisi tubuh yang sudah tidak prima (lansia)

Dalam mazhab Imam Syafi'i, seseorang diizinkan melakukan badal haji dalam beberapa situasi dan kriteria tertentu. Salah satu kondisinya adalah jika seseorang telah lanjut usia dan tubuhnya tidak mampu untuk menjalankan ibadah haji secara mandiri. Dalam hadist pertama yang mengisahkan seorang anak yang melaporkan kondisi ayahnya yang sudah tua dan tidak dapat duduk tegak di atas punggung onta, Rasulullah SAW mengizinkan anak tersebut untuk menjalankan ibadah haji atas nama ayahnya.

2. Nazar

Melaksanakan nazar dianggap sebagai kewajiban karena merupakan janji personal kita kepada Allah SWT. Ketika seseorang bernazar untuk menjalankan ibadah haji dan kemudian meninggal sebelum mewujudkannya, badal haji diizinkan untuknya. Hal ini tercermin dalam hadist kedua di mana seorang anak melaporkan kepada Rasulullah bahwa ibunya bernazar untuk ibadah haji tetapi meninggal sebelum dapat melaksanakannya. Rasulullah SAW bertanya padanya, " “Bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah kamu akan melunasinya?” Anak tersebut menjawab iya, dan atas dasar ini, Rasulullah SAW menyuruh untuk membayar hutang ibunya, yang dalam konteks ini berarti menunaikan nazar ibadah haji yang belum sempat diwujudkan semasa hidupnya.

Syarat bagi Pembadal Haji

Wajib sudah pernah menunaikan ibadah Haji

Dalam Mazhab Imam Syafi’I tidak diperbolehkan badal haji dilakukan oleh orang yang belum menunaikan haji untuk dirinya sendiri. Apabila dia melakukan (badal) haji, maka haji tersebut terhitung untuk dirinya sendiri dan bukan terhitung bagi orang diniatkan, berlandaskan hadits yang dikutip dari kitab Bulughul Maram oleh Ibn Hajar Al-Asqalani yang berbunyi :

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ: مَنْ شُبْرُمَةُ؟ قَالَ: أَخٌ أَوْ قَرِيبٌ لِيْ. قَالَ: حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ، ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ.

[رواه أبو داود والدار قطني والبيهقي وغيرهم باسانيد صحيحة]

Artinya: Dituturkan pula darinya Ibnu Abbas RA bahwa Nabi SAW pernah mendengar seseorang berkata, "Laibaika dari Syubrumah." Beliau bertanya, "Siapa Syubrumah?" Ia menjawab, "Saudaraku." Lalu beliau bersabda, "Apakah engkau telah berhaji untuk dirimu sendiri?" Ia menjawab, "Belum." Beliau bersabda, "Berhajilah untuk dirimu sendiri, kemudian berhajilan untuk Syubrumah." (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Badal Umrah

Dilansir dari Rumasyo.com, para ulama sepakat bahwa hukum badal umrah sejalan dengan hukum badal haji. Oleh karena itu, dalil, hukum, dan syarat yang telah disebutkan sebelumnya dapat dijadikan dasar argumentasi yang sama untuk badal umrah. Dalam sumber yang sama, yaitu kitab Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah juz ke-30, halaman 328-329, pembahasan tentang umrah untuk orang lain dinyatakan bahwa : Para fuqaha secara umum membolehkan menunaikan umrah untuk yang lain karena umrah sama halnya dengan haji boleh ada badal di dalamnya. Karena haji dan umrah sama-sama ibadah badan dan harta.

Dari pembahasan mengenai hukum atau penggantian ibadah haji dan umrah, dapat disimpulkan bahwa ini merupakan solusi yang diperbolehkan dalam Islam untuk memungkinkan seseorang yang tidak mampu menjalankan ibadah haji atau umrah secara langsung. Dalil-dalil yang terdapat dalam hadist Nabi Muhammad SAW di atas memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan badal Haji dan Umrah.

Badal Haji menjadi opsi bagi mereka yang tidak dapat atau terkendala oleh keterbatasan fisik, kesehatan, atau faktor lain yang menghalangi pelaksanaan ibadah secara langsung. Dengan memberikan alternatif ini, Islam memberikan kelonggaran untuk memenuhi kebutuhan individu tanpa melanggar prinsip-prinsip agama. 

Tidak heran jika nilai-nilai unik yang ada dalam ibadah haji tidak dapat ditemui dalam ibadah lainnya. Dengan kata lain, Islam memberikan kelonggaran bagi yang belum bisa melaksanakan haji karena keterbatasan itu. Meski begitu, umat Islam tetap diingatkan untuk berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kewajiban haji tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun