dia mengangguk sekilas, arif membuka kacamatanya dan meliat koran, sepertinya hendak berdiskusi panjang tentang hubunganku dengan anaknya. yang jadi masalah justru aku yang seperti ulat nangka terjemur tanpa penghalan diatas matahari jam dua belas siang, kriyep-kriyep.
ayah analie hobi sekali bercerita tentang masa mudanya dulu, saat menjadi mahasiswa, bergabung dalam aktivis penggulingan presiden di tahun 1998, karna merasa seniorku dalam jurusan hukum, maka kami banyak berbiacar tentang itu, nanti aku cerita satu-per- satu kisahnya dalam usaha menegakkan hukum di negeri ini.
"Kalau boleh tahu, bagaimana keadaan keluarga Nak Jodi? rasa-rasanya Nak Jodi tidak pernah cerita tentang keluarga"
saat itu pertemuan kesekian aku berkunjung, setelah memberi kesan pada pertemuan pertama, ayah analie suka berbicara padaku yang ternyata sangat mengejutkan analie sekali bahwa hamir semua buku yang ada di lemari buku ayahnya telah aku pinjam dan tuntas, menyisakan banyak ilmu di kepala.
"Om tertarik? mungkin iya, Papa saya adalah seorang polisi, bintang dua. salah satu dari anak buah kepolisian yang bekerja sama dengan komisi bapak dalam penangkapan tersangka korupsi.
"Mama saya sudah lama meninggal, tapi Papa lebih memilih menikah lagi, om tahu? mungkin percakapan saya dengan ibu tiri saya bisa dihitung dengan jari, komunikasi kami buruk sekali, entah kenapa, belasan tahun, saya masih belum terima dia sebagai pengganti Mama atau Papa saya yang terllau cepat memberikan pengganti buat saya? entahlah om, saya tidak begitu peduli.. oh ya, Papa saya juga sepertinya senagkatan dengan Om, dia juga kuliah di jurusan hukum, sebelum memutuskan mundur dan ikut tes kepolisian.. barangkali Om kenal? Adhyaksa Om, nama Papa saya Adhyaksa."
papa Analie terperangah, "Adhyaksa? Papamu punya kumis? jangan bilang bahwa dia adalah ketua jurusan untuk hukum angkatan '80 Jodi, kami lebih dari kenal, kami berteman lebih dari akrab, sekelas dan sekamar bahkan terkadang satu selimut dengan ayahmu membuatku tidak merasakan sedikitpun kesusahan di masa muda kami seperti kesusahan biasa, dengan kalimat sakti ayahmu 'semuanya akan baik-baik saja' manjur sampai sekarang, lihatlah Jodi, aku dan ayahmu  bukan hanya baik-baik saja, kami berhasil menaklukan kesusahan masa lalu dan berdiri kokoh diatasnya sekarang"
"Kau tahu Jodi, jaman kami seusia kau dan Analie dulu, aku dan ayahmu, patungan untuk menyewa sebuah kamar sepetak. pagi kuliah malam bekerja, sambil membaca diktat, sambil menganalisis kasus yang diberikan dosen, untunglah kejahatan jaman dahulu tidak serumit jaman sekarang. kami benar-benar susah sekali, makan sepiring berdua, selimut berdua, kasur berdua, untunglah urusan sikat gigi kami memilih masing-masing saja.. hahaha... saat itu papamu bilang, hanya soal waktu saja kehidupan kami akan terbalik. asalkan tetap mau besungguh-sungguh, konsisten lurus dan berserah diri pada Tuhan. Â sampai akhirnya papamu memilih jalan lain, keluar dari jalur akademik dan masuk jalur militer. rindu sekali om dengan Papamu, bisakah kau menyampaikan salam padanya?"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H