Salah satu faktor yang mendasari terhambatnya penanaman pendidikan karakter kepada siswa karena terbatasnya interaksi sosial secara langsung antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru. Hal ini disebabkan kurang terjalinnya aspek-aspek interaksi sosial saat pembelajaran daring. Aspek-aspek sosial yang dimaksud ialah:
Partowisastro menurutnya aspek-aspek interaksi sosial digolongkan menjadi tiga aspek, yaitu:
a. Kontak sosial, yaitu membangun hubungan, penerimaan dan dukungan dari teman, dan keterbukaan dalam kelompok, individu menunjukkan keterbukaan terhadap kelompok.
b. Aktivitas bersama, individu bekerja sama dalam kelompok. Individu ingin berpartisipasi dalam kegiatan kelompok dan menyumbangkan ide untuk kemajuan kelompok
c. Frekuensi hubungan dalam kelompok. Individu sering menghabiskan banyak waktu untuk bertemu dengan anggota kelompok, menikmati obrolan intim, dan mengunjungi teman.
Pada pembelajaran daring siswa tidak melaksanakan kontak sosial dengan maksimal yaitu hubungan antara guru dan siswa dalam proses penerimaan informasi khususnya pada penanaman nilai moral yaitu pendidikan karakter. Pembelajaran daring berdampak signifikan terhadap perkembangan karakter siswa dan membuat peran sekolah sebagai agen sosialisasi dalam pendidikan karakter tidak tersampaikan dengan baik dan tuntas. Ketika proses sosialisasi siswa mengenai penanaman nilai moral dalam pendidikan karakter terhambat, para siswa yang belajar melalui pembelajaran daring mengalami penurunan moral atau degradasi moral.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia degradasi adalah kemunduran atau kemerosotan dan menurut Immanuel Kant moralitas adalah hal keyakinan dan sikap bathin dan bukan hal sekedar penyesuaian aturan dari luar, entah itu aturan hukum Negara, agama atau adat istiadat. Maka degradasi moral adalah berkurangnya perilaku manusia akibat ketidakpatuhan terhadap hati nurani karena kurangnya kesadaran akan kewajiban mutlak.
Menurut Kuypers manusia sebagai makhluk sosial berarti sepanjang hidupnya harus selalu menjalin hubungan sosial dengan manusia atau individu lain karena terus membentuk kepribadiannya dimanapun berada sampai mati. Inilah sebabnya mengapa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri dalam komunitas manusia lain (Santoso, S. A., & Chotibuddin, 2020). Degradasi moral yang dialami para siswa dalam pembelajaran daring membuat siswa bertindak tidak sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku dan mempengaruhi interaksi sosial karena menggangu keseimbangan aturan dan norma yang telah menjadi kesepakatan di dalam masyarakat itu sendiri. Penanaman moral dalam pendidikan karakter bagi siswa sangatlah penting karena manusia harus bertindak dan berperilaku sesuai dengan aturan serta norma yang ada dan manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain.
Tindakan sosial atau aksi pada dasarnya adalah sebuah tindakan di mana seseorang bertindak dengan selalu mempertimbangkan orang lain di dalam pikirannya. Dalam teori interaksionisme simboliknya Mead, Self mengalami perkembangan melalui proses sosialisasi dan diri sebagai subyek atau "I" adalah sisi non-reflektif. Dia bereaksi terhadap tindakan nyata tanpa refleksi atau refleksi. Jadi ketika ada tindakan "I" langsung bereaksi tanpa berpikir atau mempertimbangkan. Tetapi apabila di antara Aksi dan Reaksi itu ada sedikit pertimbangan, pikiran, atau refleksi, maka pada waktu itu "I" telah menjadi "Me". Diri sebagai subyek yang bertindak "I" hanya berada dalam saat bertindak itu. Ketika kemudian dia melihat kembali tindakannya itu, maka pada waktu itu "I" telah menjadi "Me". Hal ini karena "Me" bertindak dengan mempertimbangkan nilai serta norma yang berlaku di masyarakat. Sehingga, kegagalan proses sosialisasi sekolah dalam penanaman nilai moral dan pendidikan karakter membuat siswa cenderung apatis atau tidak mempertimbangkan orang lain di pemikirannya ketika bertindak. Kegagalan proses sosialisasi ini yang membuat siswa mengalami degradasi moral.
TEMUAN
Ada beberapa faktor yang menyebabkan turunnya sikap sosial siswa. (1) faktor internal, faktor internal yang timbul dalam diri orang itu sendiri. (2) faktor eksternal; Faktor ini terjadi di luar manusia. Meliputi lingkungan, keluarga, masyarakat dan sekolah. Hurlock (2000) menyatakan bahwa salah satu hal yang dapat dikembangkan sekolah adalah bahwa orang tua, guru, dan orang lain yang memiliki tanggung jawab membimbing anak harus membantu mereka menyesuaikan diri dengan pola yang diterima, menunjukkan adanya aturan. Hal ini dilakukan dengan menetapkan aturan perilaku yang telah ditentukan sebagai pedoman. Aturan membimbing perilaku anak dan memotivasi mereka untuk bertindak sesuai dengan harapan masyarakat.