Mohon tunggu...
Sabrina Lalita Hassya
Sabrina Lalita Hassya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

suka dengan aktivitas menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Fiksi Mini: Dua Kelinci di Bulan

9 Februari 2024   13:44 Diperbarui: 10 Februari 2024   13:34 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlihat dua orang duduk dibalkon yang sedang memandangi indahnya gemerlap-gemerlap bintang yang tersusun rapi di langit. Tidak ada pembicaraan apapun di dalamnya, hanya merasakan angin malam yang menyentuh kulit. Dingin, itu yang mereka rasakan.

"Diem-diem bae dah neng." Ucap seorang laki-laki sambil menyenggol lengan seorang gadis yang terlihat fokus memandang keindahan langit malam.

"Apasih senggol-senggol!" Gadis itu berucap dengan nada yang judes.

"Buset dah neng, judes amat itu." Ucap Gibran dengan tertawa. Bukan Gibran jika tidak menjahili anak orang.

"Nang neng nang neng, takut tau gak. Aku Issya!" Ia menatap tajam Gibran yang berada di sampingnya.

"Kalo lu natap tajem begitu ke gua mah, yang ada gua yang takut." Gibran berucap sambil memeluk tubuhnya sok ketakutan. 

"Alay." Issya memutarkan bola matanya dengan malas, temannya yang satu itu memang lah sangat dramatis.

"Hahaha, omong-omong. Semua orang di dunia ini bakal meninggal kan?" Gibran membenarkan duduknya lalu menatap Issya.

"Tiba-tiba banget? Hm, iya dong bakal meninggal," Issya heran, tetapi ia setuju-setuju saja.

"Kalo gitu, apa yang mau lu wujudin sebelum meninggal?" Gibran masih berbicara sambil menatap Issya.

"Ini konyol, tapi aku ingin hidup di bulan, main bareng sama kamu, sama bintang-bintang juga." Issya tersenyum manis menampilkan gigi kelincinya pada Gibran. 

"Gemes banget, sial." Batin Gibran meronta-ronta.

"Apaan coba hidup di bulan, hahaha," Menertawai apa yang Issya ucap.

"Apaan sih, suka-suka aku lah," Issya kesal, ia mencoba untuk mencubit Gibran tetapi tidak berhasil karena Gibran cepat menghindar darinya.

"Lu ga nanya apa impian gua?" Ucap Gibran.

"Apa?" Issya berbalik menatap Gibran.

"Hidup lebih lama biar bisa ke bulan bareng lu." Gibran menatap dalam Issya.

"Hahahaha!" Pecah tawa Issya. "Tadi ketawain aku, sekarang?" Issya tertawa hingga mengeluarkan air mata. 

Gibran di sampingnya hanya cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. 

"Ya ya ya, nanti kita ke bulan bareng ya," Issya tersenyum manis membayangkan bahagianya jika ia bisa ke bulan. 

Tuhan, dengarkanlah nyanyian dua orang yang bermimpi ke bulan ini, bahagia sekali rasanya. Semoga mereka selalu bersama, dan terwujudkan mimpinya.  

Gibran dan Issya tetap melanjutkan memandangi langit malam. Entah hingga jam berapa mereka ingin duduk dibalkon. Mungkin hingga waktunya matahari mengambil shift kerjanya, haha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun