Mohon tunggu...
sabrinachristellia
sabrinachristellia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya merupakan mahasiswa Universitas Airlangga prodi Hubungan Internasional. Saya berharap dengan memberikan pendapat saya di Kompasiana melalui artikel dapat mengungkapkan isi hati dari para rakyat yang masih terpendam.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harkat Martabat Perempuan, Laki-Laki, dan Ekonomi

20 Desember 2024   11:08 Diperbarui: 20 Desember 2024   11:08 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah mahasiswi Universitas Airlangga angkatan 2024 yang lahir dan dibesarkan dalam keluarga sederhana. Saat ini, saya sedang berproses untuk memperjuangkan masa depan yang lebih baik. Sebagai perempuan, saya ingin menyampaikan pemikiran dan perasaan saya, sekaligus menjadi suara bagi mereka yang merasakan hal serupa tetapi tidak memiliki kesempatan untuk berbicara. Saya menyadari bahwa tidak semua orang memiliki pandangan yang sama, namun saya percaya ada banyak yang memiliki pengalaman dan perasaan serupa dengan saya.

Berdasarkan data dari UN Women Indonesia, pada akhir tahun 2024, hampir 10% perempuan dan anak perempuan diperkirakan akan hidup dalam rumah tangga yang mengalami kemiskinan ekstrem. Lebih lanjut, data tersebut juga menunjukkan bahwa 1 dari 10 perempuan di dunia hidup dalam kemiskinan, terutama mereka yang berada di negara atau wilayah dengan konflik bersenjata. Angka ini, menurut saya, bukanlah hal yang kecil. Banyak perempuan di luar sana yang memiliki mimpi besar---seperti menjadi aktor, dokter, ilmuwan, atau profesi lainnya---tetapi terhalang oleh kurangnya fasilitas yang mendukung pencapaian mimpi tersebut. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: seberapa besar pengaruh kondisi ekonomi terhadap kehidupan dan masa depan perempuan?

Meskipun saya berasal dari keluarga yang tidak kaya, saya memiliki keyakinan bahwa usaha seorang perempuan untuk memperbaiki kondisi keluarganya adalah sesuatu yang mungkin dicapai. Banyak perempuan hebat yang berhasil bangkit dari keterbatasan, seperti Oprah Winfrey, J.K. Rowling, dan Susi Pudjiastuti. Mereka adalah bukti nyata bahwa perjuangan dari titik terendah dapat membawa hasil luar biasa. Keluarga saya pun selalu mendorong saya untuk terus mengembangkan potensi diri dan meraih mimpi saya, sejauh mungkin. Saya yakin, suatu hari nanti, saya akan menjadi perempuan hebat melalui usaha dan kerja keras saya sendiri.

Namun, dalam perjalanan ini, saya sering dihadapkan pada narasi seperti, "Perempuan membutuhkan laki-laki yang mapan dan kaya untuk mengangkat harkat dan martabat dirinya serta keluarganya." Pernyataan ini membuat saya kembali merenung: apakah kondisi ekonomi keluarga benar-benar berpengaruh besar terhadap kehidupan perempuan? Bagi saya, jawabannya adalah: ya. Kondisi ekonomi keluarga memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan perempuan, baik dalam hal akses terhadap pendidikan, peluang kerja, maupun kemampuan untuk mewujudkan mimpi mereka.

 

Perempuan dan Ekonomi

Saya tidak bermaksud menyatakan bahwa perempuan adalah makhluk yang materialistis. Namun, kenyataannya adalah semua individu, baik perempuan maupun laki-laki, memerlukan sumber daya ekonomi untuk berkembang, yang dapat diibaratkan sebagai bentuk investasi. Banyak perempuan di luar sana yang bercita-cita menjadi pribadi hebat, namun sering kali terhambat oleh keterbatasan ekonomi. Hal ini bukan berarti bahwa kesulitan ekonomi membuat perempuan berhenti berjuang, tetapi ada dilema dan tantangan tersendiri yang perlu diungkapkan.

Salah satu faktor utama untuk mencapai impian adalah pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa pendidikan tinggi memerlukan biaya yang signifikan. Memang benar bahwa terdapat berbagai program beasiswa yang dapat membuka akses bagi perempuan berprestasi untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Namun, apakah proses tersebut semudah yang dibayangkan? Tidak. Beasiswa sering kali mensyaratkan pencapaian prestasi yang tinggi, sementara meraih prestasi tersebut juga memerlukan pengeluaran tertentu. Sebagai contoh, untuk mengikuti kompetisi nasional atau internasional, sering kali dibutuhkan biaya pendaftaran, atau setidaknya biaya transportasi, yang tidak sedikit.

Selain pendidikan, memulai karir juga memerlukan modal awal. Dalam pengalaman pribadi, keluarga saya selalu mengingatkan pentingnya memanfaatkan dan memaksimalkan sumber daya yang tersedia untuk berkembang. Dorongan ini memberikan pengaruh positif bagi saya untuk terus berusaha meskipun dalam keterbatasan. Namun, saya juga menyadari bahwa tuntutan zaman saat ini menghendaki standar kualitas yang semakin tinggi. Sebagai mahasiswi yang mengambil pekerjaan lepas untuk membuat video produk, saya menghadapi kendala karena kamera ponsel saya tidak memadai untuk menghasilkan video dengan kualitas yang diinginkan pasar. Jika saya yang masih memiliki beberapa sumber daya merasa kesulitan, bagaimana dengan mereka yang benar-benar tidak memiliki modal sama sekali untuk berkembang?

Kondisi ini menunjukkan bahwa perempuan dari keluarga dengan kondisi ekonomi rendah sering kali harus memprioritaskan kebutuhan keluarga, termasuk menyisihkan pendapatannya untuk membantu keuangan keluarga. Hal ini sering kali dilakukan dengan mengorbankan mimpi dan cita-cita pribadi. Akibatnya, muncul siklus yang terus berulang, di mana perempuan kesulitan untuk keluar dari keterbatasan ekonomi yang membatasi potensi mereka. Sayangnya, hal ini sering kali tidak disadari oleh masyarakat, yang cenderung menilai perempuan hanya berdasarkan penampilan luar tanpa memahami kualitas dan potensi mereka yang tersembunyi di balik keterbatasan tersebut.

Harkat Martabat Perempuan dan Laki-Laki

Pernyataan bahwa perempuan yang ingin meningkatkan harkat dan martabatnya harus menikahi laki-laki kaya perlu ditinjau kembali. Penting untuk diingat bahwa pernikahan idealnya didasarkan pada kesetaraan. Jika seorang laki-laki merasa tidak percaya diri atau tidak memiliki kapasitas ekonomi yang kuat, kemungkinan besar ia tidak akan berani memilih perempuan yang dianggap memiliki potensi lebih tinggi darinya. Namun, terlepas dari isu tersebut, perlu ditekankan bahwa perempuan memiliki kemampuan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya sendiri tanpa harus bergantung pada laki-laki kaya.

Di era modern ini, perempuan telah membuktikan bahwa mereka mampu bekerja, berkarya, dan memberikan nilai bagi diri mereka sendiri. Perempuan adalah individu yang independen dan memiliki hak untuk menentukan arah hidupnya, sama seperti laki-laki. Oleh karena itu, nilai seorang perempuan tidak seharusnya diukur dari kemampuannya untuk menarik perhatian laki-laki kaya, melainkan dari keberanian untuk keluar dari zona nyaman, motivasi yang kuat untuk bekerja, serta upayanya dalam memperbaiki kehidupan keluarganya dan dirinya sendiri. Saya yakin bahwa perempuan memiliki nilai yang jauh lebih besar daripada sekadar menikahi seorang laki-laki kaya.

Tentu saja, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi perempuan yang berupaya memperbaiki kehidupannya secara mandiri tanpa bergantung pada pasangan yang kaya. Situasi mendesak, dilema, dan keputusan sulit sering kali menjadi ujian bagi perempuan tangguh. Meskipun ekonomi bukanlah segalanya, tidak dapat disangkal bahwa ekonomi memainkan peran penting dalam membantu seseorang bermimpi dan mencapai tujuan, tergantung pada kebijaksanaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki.

Sebagai penutup, saya ingin menegaskan bahwa perempuan tidak seharusnya berjuang sendirian. Namun, stigma dan pandangan patriarkis yang konservatif sering kali menempatkan perempuan pada posisi yang terhimpit, seolah-olah mereka adalah individu yang "dijual" kepada laki-laki kaya demi meningkatkan harkat dan martabat keluarga. Pandangan seperti ini harus segera dihapuskan. Masyarakat perlu memandang sesama manusia secara setara dan bernilai berdasarkan kepribadian, kemampuan, dan kontribusi mereka, bukan semata-mata dari faktor ekonomi. Pada akhirnya, perjuangan untuk kehidupan yang lebih baik adalah tanggung jawab bersama, tanpa membedakan gender.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun