Media massa memainkan peran kunci dalam membentuk persepsi publik tentang G-30 S-PKI. Pemerintah Orde Baru menggunakan media untuk menyebarkan narasi bahwa PKI adalah dalang di balik kudeta ini. Film "Pengkhianatan G-30 S-PKI" yang disutradarai oleh Arifin C. Noer menjadi alat propaganda yang sangat efektif. Film ini diputar setiap tahun di sekolah-sekolah dan televisi nasional untuk mengingatkan masyarakat tentang bahaya komunisme.
Dalam perspektif Ilmu Komunikasi, penggunaan media oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan bagaimana informasi dapat dimanipulasi untuk kepentingan politik. Narasi yang dibangun satu arah tanpa memberi ruang untuk perspektif lain menciptakan pemahaman yang seragam di masyarakat. Ini adalah contoh kuat dari kekuatan media dalam membentuk opini publik dan menciptakan konsensus yang diinginkan oleh penguasa.
(Sumber: "The Indonesian Genocide of 1965: Causes, Dynamics and Legacies" oleh Katharine McGregor, Jess Melvin, Annie Pohlman, "Mass Media and National Development: The Role of Information in the Developing Countries" oleh Wilbur Schramm)
Transformasi Politik: Dari Soekarno ke Soeharto
G-30 S-PKI bukan hanya tragedi sosial, tetapi juga transformasi politik yang signifikan. Soeharto berhasil memanfaatkan situasi ini untuk mengambil alih kekuasaan dari Soekarno, mengakhiri era Demokrasi Terpimpin dan memulai era Orde Baru. Dengan dalih ancaman komunisme, Soeharto mendapatkan dukungan dari militer dan sebagian besar masyarakat untuk menjalankan kebijakan represif.
Dari perspektif politik, peristiwa ini mengajarkan kita tentang bagaimana sebuah krisis dapat dimanfaatkan untuk perubahan rezim. Soeharto menggunakan propaganda dan kontrol informasi untuk melegitimasi kekuasaannya. Ini adalah contoh bagaimana komunikasi dan politik saling berkaitan erat dalam membentuk sejarah suatu bangsa.
(Sumber: "Indonesia: The Rise of Capital" oleh Richard Robison, "Suharto: A Political Biography" oleh R.E. Elson)
Peristiwa G-30 S-PKI adalah cermin yang memperlihatkan kekuatan propaganda dan dampaknya pada masyarakat. Dari perspektif Ilmu Sosial dan Komunikasi, kita belajar bahwa kontrol informasi dan ketakutan dapat digunakan sebagai alat untuk mengendalikan masyarakat dan membentuk opini publik. Mempelajari sejarah ini penting agar kita dapat memahami dan mencegah tragedi serupa terjadi di masa depan. Dengan demikian, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil dan demokratis, di mana kebenaran dan transparansi menjadi dasar dari komunikasi dan kebijakan publik.
Sabrina Zulfanova Saputri ( 22010400101 )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H