Pemulihan dan rekonstruksi memerlukan investasi yang besar, yang sering kali terhambat oleh kondisi keamanan yang tidak stabil. Selain itu, sektor minyak Irak, yang menjadi tulang punggung ekonomi negara, mengalami gangguan besar-besaran akibat perang dan ketidakstabilan politik.
Konstruktivisme menekankan bagaimana norma internasional dan identitas nasional mempengaruhi keputusan politik. Dalam Operasi Pembebasan Irak, Amerika Serikat menggunakan identitasnya sebagai pelindung demokrasi dan penegak ketertiban global untuk membenarkan invasi demi menghapus ancaman WMD dan menyebarkan demokrasi.
Norma tentang non-proliferasi senjata nuklir dan hak asasi manusia juga menjadi justifikasi, dengan pemerintahan George W. Bush memanfaatkan retorika kepatuhan PBB dan memerangi terorisme pasca 11 September 2001 untuk mendapatkan dukungan. Perubahan dalam struktur politik global, seperti globalisasi dan penyebaran demokrasi, turut mempengaruhi tindakan AS.
Kemunculan aktor non-negara, seperti organisasi internasional dan kelompok advokasi hak asasi manusia, juga relevan dalam analisis konstruktivis. Banyak dari aktor ini menentang invasi dan mempertanyakan legitimasi tindakan Amerika Serikat, menunjukkan bagaimana norma dan identitas yang berbeda dapat mempengaruhi persepsi dan respons terhadap konflik internasional.
Konstruktivisme juga melihat pengalaman sejarah dan tindakan masa lalu sebagai faktor yang membentuk realitas sosial saat ini, seperti dalam kasus invasi 2003 yang dipengaruhi oleh sejarah hubungan antara Barat dan Timur Tengah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H