Pandangan Ibu-ibu itu masih ketus, makin ketus, Gue mulai takut. “Maafin anak saya Ya Mas, lagi demam soalnya, jadi agak cengeng” ucapnya, sambil tersenyum, senyum yang sama kali gak manis, walaupun Gue nyadar Ibu itu udah berusaha setengah mati biar keliatan manis.
Dalam hati Gue bersyukur. Gue selamat.
Lama antri, akhirnya tiba giliran Gue.
“Surabaya Kang, untuk satu orang” ucap Gue yakin,seyakin ketika pagi hari Gue pasti bakal boker.
“260.000 Kang, berangkatnya dua jam lagi ya Kang”
Gue ambil beberapa lembar duit di dompet Gue, Gue serahin dengan yakin, lalu tiket bis ke surabaya pun ada ditangan Gue. Gue gak nyangka, Gue nangis ditengah kerumunan, ngambil mic lalu ngucapin terimakasih ke orang tua Gue, lalu sujud syukur di lantai. #Tenang Gue gak selebai itu kok. Sumpah Gue gak gitu, tapi lari-lari ngelilingin terminal.
Gue terharu, ngerasa bangga dengan diri Gue sendiri. Besok dengan diluar dugaan Gue udah ada di Surabaya, kota yang belum pernah Gue kunjungi dan memang sudah lama pengen Gue kunjungi. Sebuah pencapaian. Walaupun banyak orang yang mungkin meraih pencapain yang lebih besar dari Gue. Tapi satu gal yang penting menurut Gue, bahwa bukan tentang besar atau kecilnya sebuah pencapain tapi tentang seberapa teguh kita untuk meraihnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H