Mohon tunggu...
sabirin
sabirin Mohon Tunggu... -

IG/BLOG : Sabirinsaiga/sabirinsaiga19.blogspot.com "Pengetahuan hanya akan seperti segelas susu jika tidak disebarkan, tapi akan menjadi seluas lautan jika kita berbagi."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kaki Penantang: Seri 1

3 Februari 2016   14:32 Diperbarui: 3 Februari 2016   15:24 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Menuju Terminal

Jalan Bandung lowong gak seperti biasanya. Liburan sekolah telah menyulap, kemacetan yang biasanya selalu menjadi hadiah dijam-jam genting menjadi hilang, seperti kelinci didalam topi sang pesulup yang tiba-tiba saja lenyap, tertelan mesin waktu. Warga Bandung lebih memilih berlibur berdiam diri dirumah, ketimbang menempuh perjalanan jauh, tapi gak begitu dengan orang Jakarta mereka yang selalu menghadapi tekanan dimusim kerja, kalau libur begini selalu bikin macet jalan Tol, kemaren berdasarkan berita yang berterbangan dilangit,

macet di tol dari jakarta menuju bandung hingga puluhan killometer, tak ayal jarak tempuh Jakarta Bandung yang biasanya hanya 3 sampai 4 jam menjadi 10 jam. Jakarta ke Bandung 10 jam, Gue gak sanggup ngebayanginnya. Kemacetan luar biasa itu menurut Gue ini layak masuk buku rekor Indonesia, pertama dan cukup lah sekali terjadi di Indonesia, di jalan tol yang harusnya bebas hambatan.

Barang kali kalau ada ibu-ibu  hamil yang terjebak dalam kemacetan itu, ketika pulang dari liburan anaknya udah jadi cabe-cabean. Pakai celana ketat, warna warni, lagi boncengan tiga sama cabe-cabean lainnya.

Biar dianggap kekininan, sengaja Gue ke terminal dengan mesen ojek online yang lagi ngetren. Gak ada salahnya juga sih nyambung tali rezeki ke orang lain, lagian males juga kalau harus naik angkot. Gak kuat Gue sama asam sulfat yang berasal dari ketek sopir angkot yang bikin mata Gue perih. Dari pada Gue harus operasi mata, mending Gue ngerelain 10.000 perak minggat dari dompet Gue.

Suasana terminal sama seperti musim liburan seperti biasanya. Penuh dan sesak. Ada yang turun dari angkot dengan barang bawaan yang memenuhi pinggang. Ibu-ibu sekitar 10 meter jaraknya dari Gue berdiri, tengah sibuk dibantu anak muda yang mungkin anaknya atau menantunya menurunkan barang-barangnya dari bagasi mobil.

Dua sejoli yang bentar lagi bakal berpisah, sicewek merah matanya pertanda kalau sang cewek gak akan kuat menahan rindu, si cowoknya juga sedih, sedih yang dibuat-buat alias penuh dengan kepuraan, dalam hati sang cowok girang, bakal bebas dari penindasan sang pacar. “Akhirnya”, Gue yakin kata itu yang terucap didalam hati sang cowok.

Tukang asongan berebut pembeli. Lari kesana kamari mencari alamat, maksud Gue kesana kemari ngejajain daganganya. Tukang “powerbank”, sengaja Gue sebut dengan Tukang “powerbank”,karena dagangan mereka bener-bener beda dari tukang asongan kebanyakan,  karena berjualan minuman ataupun kacang yang terlalu mainstream, jadilah abang-abang ini memilih menjajakan “powerbank”.

“Powerbank Kang, langsung pakai, murah, bermerek” begitu terus berulang-ulang, sampai akhirnya Gue liat ada yang mulai nawar, baru sepersekian detik calon pembeli ngelongos pergi, tawar menawar gak menemui titik temu. Sang calon pembeli menjauhi, “Powerbank Kang, langsung pakai, murah, bermerek” kata abang-abangnya melanjutkan usaha.

Setelah menyaksikan itu semua, Gue langsung menuju loket. Loket ramai, antrian pajak tak terhitung. Sebagai warga negara yang baik Gue ikut antri dibelakang ibu-ibu yang sambil menggendong anak kecil. Anak kecil yang lagi lucu-lucunya itu tersenyum ke Gue,Gue balas senyumnya. Tampangnya menggemaskan, sebelas dua belaslah ama tampang Gue. Akhirnya, Gue beraniin buat menyentuh pipi anak kecil itu, Dia tersenyum, senyum, lalu nangis. Gue mulai kelabakan. Ibunya lalu menoleh ke Gue, mukanya ketus.

“Jangan gampar saya Bu, saya minta maaf” batin Gue memohon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun