Mohon tunggu...
Ahmad Sabirin
Ahmad Sabirin Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Ahmad Sabirin lahir pada tanggal 19 Juli 1998 di Kota Khatulistiwa Pontianak Kalimantan Barat mulai menulis sejak nyantri di Pon-Pes Al-Amien Prenduan, ia menulis puisi, esai, cerpen dan artikel. Dua kali menjadi peserta lomba Esai Internasional yang dilakasanakan oleh Gulen Institute dengan Tema “Kemiskinan” pada tahun 2014 dan dilaksanakan oleh UNISCO dengan tema “Perdamaian” pada tahun 2015. Kumpulan puisi Perempuan (2013), Sebelum Hujan Turun (2014), Mati atau Menjadi Mayat Hidup (2015) dan sekarang sedang merangkumkan Novel perdananya yang berjudul “HINA”.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rius dan Etikanya yang Kurang Baik

8 Agustus 2019   16:33 Diperbarui: 8 Agustus 2019   16:34 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan ini sebagai sebuah jawaban perdebatan atau 'diskusi' saya dengan para netizen di kolom komentar di beberapa unggahan vidio yang mempertayangkan masalah Rius dan Pegawai Garuda Indonesia. Saya sendiri berpendapat jika tidak kerena kasus ini mungkin saya tidak tahu-menahu siapa Rius tersebut? Karena memang saya tidak begitu tertarik dengan vlog-vlog zaman sekarang.

Saya akan memulai tulisan ini dengan beberapa pertanyaan, pertama, berada di posisi benarkah pihak Pegawai Garuda melaporkan kepada pihak Kepolisian? silahkan beropini dengan baik, tidak ada masalah jika ada perbedaan opini dan pendapat.

Perbedaan itu sifatnya mutlak, menurut opini saya tentu hal itu benar, alasanya sederhana saja karena saya kira apa yang dilakukan oleh Rius adalah perbuat yang kurang beretika dan bersosial dengan baik. Tentu semestinya sebagai seorang yang berpendidikan ia akan memilih jalan yang benar untuk dirinya, namun tidak. Ternyata etikanya masih kurang digunakan dengan baik.

Perbuatan yang telah ia lakukan tersebut membuat para netizen dan masyarakat seolah empati terhadap dirinya sehingga pada saat ini saya rasa 'ia sedang diuntungkan karena sudahnya banyak ditonton vidio-vidio di chanel YouTube-nya sehingga menjadikan pundi-pundi pendapatan yang cukup baik daripada sebelumnya.

Namun apakah ia juga dirugikan, entah sampai saat ini belum menemukan cela tersebut, mungkin karena lebih banyak diuntungkan (hanya candaan)'. Perbuatanya yang tidak sengaja tersebut saya rasa merugikan pihak Garuda yang menurut hemat kita kurang profesional dalam bekerja, jika alasanya hanya untuk nge-review. Dan menurut beberapa komentar yang telah saya baca di kolom komentar banyak netizen berpendapat seperti ini 'sudah pekerjaanya, jadi maklum", katanya,.

Lalu maklum seperti apa yang harus dimaklumkan? Mari bertanya kepada diri kita sendiri. Apakah menge-review dilakukan sesuka kita tanpa ada batasan-batasan yang perlu diperhatikan? tentu tidak bukan! Silahkan berpendapat. Mungkin secara hukum memang tidak tertulis (biarkan para Ahli hukum menjawabnya), akan tetapi di sini akal sebenarnya memiliki peran penting.

Di sini kenapa Tuhan menempatkan manusia lebih mulia daripada Malaikat jika menggunakan akalnya secara sehat, dan sebaliknya. Etika dan moral juga harus diikutsertakan dalam berbuat sesuatu, bukan hanya hukum tertulis saja yang menjadi pedoman dalam bertingkah.

Dalam ajaran Islam misalnya 'kita tidak boleh membeberkan kejelekan orang tertentu kepada orang lain' atau misal lagi 'kita dianjurkan memberikan masukan/kritikan jangan di saat berada di tengah-tengah orang ramai. Sebaiknya menunggu orang tersebut sedang sendirian'. Namun hal ini dilakukan sebaliknya oleh Bang Rius.

Tidak perlu berbuat baik menunggu aturan hukum yang tertulis dan formal jika hal yang akan dilakukan akan membuat orang lain rugi. Maka sebaiknya berbaik hati-lah. Sampai di sini kita masih terlalu men-Tuhan-kan orang lain dan diri kita sendiri. Wajib melakukan hal sempurna di mata manusia dengan segala macam alasan.

Lalu apakah pihak Garuda setiap penerbangan memberikan menu dengan tulisan tangan, tentu tidak bukan! Maka semestinya sebagai bangsa yang beradab, marilah bersama-sama mengkritik sebagaimana mestinya. Ditempatkan sesuai tempatnya masing-masing. Meminjam bait puisi Pak Taufik Ismail 'Mengkritik itu boleh asal membangun'.

Sungguh sangat disayangkan, anak-anak kita, dan pelajar kita secara tidak sengaja diajarkan kritis. Namun tidak diiringi moral dan etika yang baik. Mestinya jika Bang Rius merasa dirugikan kerena telah membayar mahal dengan class bisnis, maka alangkah baiknya minta rugi dengan cara yang baik dan sopan.

Lalu, apakah kerugiannya sampai juta-an, atau ratusan ribu misalnya, hanya masalah kertas menu? tentu tidak! lalu mengapa memamerkan di media sosial .

Dimana yang saya rasa setiap perusahaan memiliki privasi yang perlu dijaga, semestinya tidak diumbar kepada khalayak umum. Sebagai manusia berakal maka gunakanlah akal dengan baik. Saya rasa jika hal yang sama terjadi pada perusahaan lain, ia juga akan melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh pihak Pegawai Garuda.

Lalu sekarang ini kita terlalu munafik berkelompok, entah kenapa seolah kita-lah yang paling baik, semua berteria dengan lantang, dan berkata inilah saya, inilah kami dan sebagainya. Semua berlomba-lomba mencari makanan di siang hari, maklum media sudah menjadi tempat yang paling baik untuk nenumpuk uang.

Rasanya tidak perlu lagi sekolah tinggi di universitas bergengsi di luar negeri, belajar moral dan etika di sekolah, pengajian, dan sebaginya jika tujuannya kita hanya uang, uang dan uang, tanpa memikirkan cara mencerdaskan kehidupan bangsa.

Saya rasa hal ini menjadi pelajaran yang sangat baik untuk kita semua sebagai penikmat media apapun, untuk sekedar bertanya pada diri sendiri, apa yang telah kita perbuat terhadap orang lain. Dan apakah perbuatan kita baik untuk orang lain? Mari bersama-masa berbuat baik, mengkritik baik, bermoral baik, beretika baik, untuk kita, kamu, bangsa, dan tanah air.

Jika ada yang salah di antara kita tegurlah dengan baik, pegang tangannya lalu bawa ke jalan yang baik nan lurus itu sehingga tidak perlu ada lagi musuh, kerugian di antara kita bersama. Sekian tulisan ini, semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun