Bagi sebagian kalangan, termasuk Aksin Wijaya seorang penulis buku berjudul Menalar Autentitas Wahyu Tuhan, sebagaimana tersirat dalam bukunya, ia menyatakan bahwa Al-Qur'an masih memuat muatan bernada diskriminasi terhadap kaum perempuan.
Salah satu contoh kasus diskriminasi gender yang ia sebutkan adalah mengenai persoalan poligami, warisan dan pernikahan beda agama.
Namun perlu dicatat, ia mengingatkan bahwa sebuah wacana tidak pernah terlepas dari wacana historisnya. Tidak ada pemikiran yang lahir dalam ruang kosong. Karena itu, membaca pemikiran masa lalu harus dilihat dalam konteks sejarahnya agar tidak menimbulkan pemahaman yang tidak objektif dan cenderung menghakimi.
Sebelum menghakimi wacana bernada diskriminasi dalam Al-Qur'an, sebaiknya terlebih dahulu mengkaji realitas budaya yang berkembang saat di mana dan kapan wacana itu muncul.
Karena kebenaran itu relatif dalam konteks budaya. Jika sebuah wacana muncul dalam realitas budaya yang diskriminatif, dan wacana itu bernada diskriminasi menurut ukuran atau realitas sekarang, maka tidak bisa diklaim bahwa wacana itu ikut terlibat menciptakan iklim yang diskriminatif.
Sebagaimana umum diketahui, bahwa tradisi pendiskriminasian terhadap perempuan dan budak di masa sebelum, saat dan sedikit sesudah turunya Al-Qur'an adalah hal yang mendarah daging di kehidupan masyarakat saat itu.
Islam berarti turun diperhadapkan dengan tradisi yang tidak mungkin dilepas dan dirombak secara total dalam waktu relatif singkat.
Sejarah memang terus berlalu dan muncul sejarah baru, tetapi sejarah baru itu bagian produk sejarah lama, maka tidak sama sekali baru. Pertautan secara organis dan kontinuitas dengan tradisi masa lalu tidak bisa diputus secara total.
Ini artinya, Islam sendiri tidak bisa menghindari dan menghapus total tradisi diskriminatif dimasa sebelumnya.
Bahkan kenyataannya, banyak hukum Islam yang diambil dari tradisi. Seperti hukum bunuh bagi pembunuh, hukum kepemimpinan rumah tangga oleh suami, dan hukum perbudakan yang adalah sebagian kecil dari pengaruh tradisi masa lalu.
Melakukan perubahan secara perlahan-lahan itulah yang Islam lakukan saat itu. Islam tentu sejatinya bermaksud menyudahi diskriminasi terhadap perempuan dan budak.