Mohon tunggu...
Sabilla Oktaviano Safitri
Sabilla Oktaviano Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Akuntansi/Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43223010021 - Program Studi S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penerapan Penyebab Kasus Korupsi di Indonesia Pendekatan Robert Klitgaard dan Jack Bologna

20 November 2024   21:19 Diperbarui: 21 November 2024   03:34 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3.  Rationalization (Rasionalisasi)   

Secara sederhana, korupsi terjadi ketika seseorang memiliki kesempatan, merasa tertekan untuk memenuhi kebutuhan tertentu, dan mampu merasionalisasi tindakannya sebagai sesuatu yang dapat dibenarkan. 

Korupsi merupakan salah satu permasalahan utama yang dihadapi hampir semua negara, termasuk Indonesia. Istilah ini mengacu pada penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang yang diberikan kepada individu atau kelompok untuk keuntungan pribadi atau golongan tertentu. Praktik ini dapat terjadi di berbagai sektor, mulai dari politik, ekonomi, hingga administrasi pemerintahan. 

Korupsi sering kali melibatkan manipulasi kebijakan, penyimpangan keuangan, hingga praktik kolusi antara pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Akibatnya, korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga melemahkan sistem hukum dan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap institusi yang seharusnya melayani masyarakat.

Dalam kajian akademis dan kebijakan, korupsi memiliki definisi yang kompleks dan melibatkan banyak dimensi. Menurut Robert Klitgaard, seorang ahli ekonomi politik yang banyak meneliti tentang korupsi, perilaku korup dapat dirumuskan dalam sebuah persamaan yang terkenal: Corruption = Monopoly + Discretion - Accountability.

 Persamaan ini menggarisbawahi tiga elemen utama yang menjadi akar permasalahan korupsi, yaitu monopoli kekuasaan (monopoly), kebebasan bertindak tanpa pengawasan (discretion), dan rendahnya tingkat pertanggungjawaban (accountability). Dalam konteks ini, semakin besar monopoli dan diskresi yang dimiliki seseorang, serta semakin rendah tingkat akuntabilitasnya, semakin tinggi pula potensi terjadinya korupsi.

Monopoli kekuasaan menjadi faktor pertama dalam rumus Klitgaard yang mendorong terjadinya korupsi. Ketika kekuasaan terkonsentrasi pada individu atau kelompok tertentu tanpa adanya mekanisme kompetisi yang sehat, maka peluang untuk menyalahgunakan kekuasaan tersebut meningkat. 

Contohnya dapat dilihat pada sistem tender pengadaan barang dan jasa di pemerintahan, di mana hanya pihak tertentu yang memiliki akses untuk memenangkan proyek, sehingga membuka peluang terjadinya praktik suap atau penggelembungan harga. Monopoli ini sering kali diperkuat oleh kurangnya transparansi dan lemahnya pengawasan dalam proses pengambilan keputusan.

Faktor kedua adalah diskresi atau kebebasan bertindak yang berlebihan tanpa adanya pengawasan yang memadai. Dalam birokrasi, banyak pejabat memiliki wewenang besar untuk membuat keputusan tanpa kontrol yang jelas, terutama dalam pengadaan barang dan jasa, pengelolaan anggaran, atau pemberian izin. 

Diskresi yang berlebihan ini sering kali menjadi celah bagi para pelaku korupsi untuk menyimpangkan proses sesuai dengan kepentingan pribadi mereka. Diskresi seperti ini bisa diatasi melalui penerapan aturan dan prosedur yang lebih ketat serta peningkatan kapasitas institusi pengawasan.

Elemen terakhir yang menjadi pilar dalam rumus Klitgaard adalah rendahnya akuntabilitas. Ketika tidak ada mekanisme yang memastikan bahwa pejabat atau pihak-pihak yang berwenang mempertanggungjawabkan tindakan mereka, maka kontrol terhadap penyimpangan menjadi sangat lemah. Akuntabilitas yang rendah biasanya disebabkan oleh minimnya transparansi, tidak adanya sistem audit yang efektif, atau lemahnya penegakan hukum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun