Banyak anak banyak rezeki, itulah pepatah yang kerap dikatakan oleh orang tua zaman dulu kepada anaknya, dan tentu kita sudah tidak asing lagi dengan pepatah tersebut. Bahkan, sebagian orang pun masih meyakini dan percaya akan kebenaran pepatah ini, sebagian lainnya ada pula yang tidak percaya.Â
Ya, setiap keluarga tentu memiliki alasan yang berbeda-beda dalam menentukan jumlah anak. Ada keluarga yang cukup dengan satu anak, dua anak, bahkan lebih. Hal itu didasarkan oleh pertimbangan yang cukup matang dan tentunya sesuai kemampuan masing-masing, juga sesuai kehendak dari yang maha kuasa.
Membesarkan anak memang bukanlah perkara mudah, perlu pertimbangan yang luar biasa, terlebih jika dalam jumlah yang banyak. Sebagai orang tua tentu ada rasa cemas dan tanggungjawab agar anak-anaknya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Perlu adanya kesiapan mental, finansial, dan lain sebagainya, jangan sampai ketika anak sudah tumbuh besar mereka justru merasa kecewa dengan orang tua akibat kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orang tua.
Dengan kehidupan yang semakin sulit, kebanyakan orang tua di zaman sekarang lebih memilih menerapkan program Keluarga Berencana yang dianjurkan pemerintah, di mana dalam satu keluarga hanya boleh memiliki dua anak. Hal ini dianggap ideal oleh kebanyakan orang karena selain membantu mengurangi kepadatan populasi manusia, memiliki dua anak juga dirasa cukup, dan tanggung jawabnya tidak dirasa begitu berat, sehingga para orang tua dapat lebih maksimal dalam mendidik atau membesarkan anak-anaknya.
Akan tetapi, ada pula keluarga yang memilih untuk memiliki jumlah anak yang banyak. Salah satunya adalah keluarga yang kita mengenalnya dengan sebutan "Gen Halilintar" mungkin beberapa di antara kalian sudah tidak asing dengan keluarga yang satu ini. Keluarga yang memiliki jumlah anak setara dengan jumlah pemain bola ini berhasil mencuri perhatian masyarakat lantaran memiliki anak dengan jumlah yang cukup banyak, yaitu sebelas anak.
Kehidupannya yang terlihat seru dan mewah membuat masyarakat berpendapat bahwa inilah bukti dari pepatah yang mengatakan "banyak anak banyak rezeki". Ya, meskipun memiliki banyak anak kehidupan keluarga yang satu ini bisa dibilang kaya raya atau berkecukupan. Hampir semua anak dari keluarga Gen Halilintar sukses menjadi seorang youtuber dan banyak digemari masyarakat.Â
Bahkan, Atta Halilintar sebagai anak pertama di keluarga ini sempat dinobatkan sebagai youtuber terkaya di Indonesia dengan subscriber terbanyak, dan tak hanya youtube, keluarga ini pun memiliki sejumlah bisnis yang berhasil. Maka tak heran jika keluarga ini dapat menghidupi sebelas anak tanpa kekurangan apapun.
Tapi apakah lantas hal ini menjadi sebuah bukti kebenaran dari pepatah banyak anak banyak rezeki?
Pada kenyataannya tidak semua orang bisa merasa relevan dengan adanya pepatah ini, tak semua yang memiliki banyak anak pasti bernasib sama dengan keluarga Gen Halilintar. Saya mencoba memberikan contoh lain.
Pernahkah kalian menemukan suatu keluarga yang memiliki banyak anak, kemudian hidupnya kurang berkecukupan? Ya, saya rasa kalian pasti pernah menemukannya.Â
Di luar sana banyak anak-anak telantar yang akhirnya memutuskan berhenti sekolah demi menghidupi dirinya, juga adik-adiknya. Belum lagi, mereka yang sejak kecil dibuang oleh orang tuanya sendiri karena orang tuanya tidak lagi sanggup membiayai kehidupannya. Mereka adalah salah satu dari sekian banyak contoh korban orangtua yang akhirnya tak sanggup memenuhi kebutuhan anaknya.
Nah, dari kasus ini apakah masih dapat dikatakan bahwa banyak anak banyak rezeki?
Saya rasa tidak. Toh, adanya rezeki itu dipengaruhi oleh faktor kerja keras atau usaha dari setiap individunya. Memang setiap anak sudah memiliki rezekinya masing-masing, tetapi rezeki akan datang jika ada usaha untuk mau bekerja, dan saya rasa memutuskan menambah anak bukanlah solusi untuk memperoleh rezeki.Â
Belum lagi jika semakin banyaknya populasi manusia, mereka harus bersaing dengan orang-orang di luar sana, sementara belum tentu orang tuanya punya cukup waktu untuk menjadikan kehidupan anaknya kepada tingkat yang lebih baik.
Lalu, sebenarnya apakah yang mendasari orang zaman dulu mengatakan pepatah "banyak anak banyak rezeki" dan apa yang membuat orang zaman sekarang masih mempercayainya?
Saya mencoba memahami sesuai logika saya, ketika zaman dulu, khususnya di Indonesia anak-anak jarang ada yang bersekolah, kehidupan mereka dihabiskan untuk membantu kedua orang tuanya di sawah ataupun di ladang, sekalipun bersekolah kegiatan mereka tak sepadat anak zaman sekarang yang hampir menghabiskan waktu dalam sehari untuk bersekolah dan bermain "gadget". Sehingga orang tua pada saat itu, merasa jika memiliki banyak anak akan meringankan pekerjaannya juga menambah penghasilannya.
Mereka juga berpikir jika memiliki banyak anak mereka tidak akan merasa kesepian di hari tua, hidup mereka kelak juga akan dicukupi oleh anak-anaknya. Padahal belum tentu kelak anak-anak mereka bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Dan menjadikan anak sebagai bahan investasi adalah suatu niat yang salah, ketika memutuskan untuk memiliki anak harusnya dilandasi oleh alasan yang baik dan juga harus yakin bahwa akan memberikan kehidupan yang baik ataupun layak untuk si anak.
Bahkan, bisa jadi, sebenarnya ini pun bukanlah sebuah pilihan bagi orang tua zaman dulu, mungkin saja mereka menyadari dampak dari hal ini. Namun, pada saat itu orang zaman dulu belum mengenal apa itu program KB dan seks edukasi juga belum ramai dibicarakan. Â
Dan tak disangka sejak dulu hingga sekarang masih banyak orang yang merasa rezekinya semakin bertambah setelah kelahiran anaknya, padahal sebenarnya kemungkinan hal itu disebabkan karena sikap orang tua yang lebih termotivasi untuk giat bekerja setelah kelahiran anaknya, karena merasa akan memiliki tanggungjawab yang bukanlah main-main terlebih biaya melahirkan yang tak murah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H